Saya menuruni tebing pelan-pelan sekali. Teman-teman pemanjat profesional, membantu beri arahan dan semangat. Pelan-pelan, lama-lama sampai juga di lereng. Capek, haus, dan lapar menjadi satu.
Saya langsung menyerbu minuman da makanan ringan yang dijual warga setempat. Macam-macam jenisnya. Jeruk, jagung bunga, kacang tanah, mestimun, kelapa, ubi, kopi, dan lainnýa. Kebutuhan nutrisi jadi terpenuhi, kemudian pulang sambil merenungkan kesan-kesan yang bisa dijadikan pelajaran dalam hidup.
Sedikit kesan yang saya peroleh dari kegiatan panjang gunung Fatuleu tadi. Memanjat tebing itu ibarat perjalanan hidup kita. Tidak mudah, butuh perjuangan yang telaten, kerja keras dan ikhlas.
Selama masa perjuangan, ada teman yang menyemangati secara positif, ada pula yang berkomentar negatif. Itu lumrah terjadi. Yakin saja pada impian, dan ikuti kata hati, memilih ajakan yang positif.
Ikuti teman-teman yang berpikir positif, hargai tapi kemudian abaikan saja yang berpikiran negatif.
Jika kesulitan, minta bimbingan dari orang yang lebih profesional. Tanyakan sama Bapak dan Ibu, istri tercita, atau orang kepercayaan lainnya.
Tentunya, mencapai "puncak" tidak bisa dilakukan sendirian. Lakukan kolaborasi. Kita butuh orang lain, dan orang lain tentu saja butuh kita.
Intinya, mencapai "puncak" itu bersama.