Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mencapai "Puncak" Bersama

15 Agustus 2016   17:53 Diperbarui: 15 Agustus 2016   18:06 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual makanan dan minuman lokal

Saya lebih meyakini orang yang berkomenta terakhir. Saya ikuti dia, kemudian bilang, "Kaka, ayo kita jalan sama-sama".

Satu area yang sangat sulit. Memang tidak panjang, tapi sangat mengerikan. Tempat kita memegang atau menginjakkan kaki, jaraknya cukup jauh. Melihat ke atas rasa ngeri, menoleh ke belakang apalagi, kaki saya bergetar dan berkeringat. Saya berulang-ulang kali menyebut nama Tuhan.

Teman yang jalan berdekatan dengan saya juga takut. Hampir putus asa, dan mau turun. Tidak lama berselang, seorang yang turun dari puncak menyemangati kami untuk terus ke puncak.

"Eh kaka, saya takut ne, kaki su gemetar neh, saya mengeluh hampir meneteskan air mata.

"Tidak apa-apa ! Ini mudah saja. Ayo, kaka angkat itu kaki kanan, nah tahan di situ, tangan pegang di batu yang di atas itu, kemudian naik dan kaki kiri langsung angkat cepat ke batu di atas", dia meyakinkan saya sambil memberi petunjuk yang jelas.

Saya langsung percaya padanya, dan ternyata berhasil. Saya senang dan terus memanjang. Kaki dan tangan semakin perih, saya tahan saja. Jalan terus, meskin dengan cara merangkak perlahan.

Puji Tuhan, kaki saya berhasil menginjak di puncak gunung. Lega, bangga, terharu, dan senang bercampur jadi satu. Saya tersenyum ke semua teman-teman yang sudah mencapai puncak duluan, lalu bilang, "Saya juga bisa teman, hehehehe..."

Rasa syukur itu kami sempurnakan dengan dengan foto-foto, baik sendiri, berdua, bertiga, atau beramai-ramai. Ada teman yang berkomentar, "Kita foto sampai puas, hingga daya batrei kamera atau hp sampai habis".

Puncak Fatuleu
Puncak Fatuleu
Oh iya, yang melakukan pengibaran bendera itu adalah pemanjat profesional saja. Kami menyaksikan dari jarak yang memang tidak jauh, tapi untuk bisa mencapai ke sana mesti dengan bantuan tali. Bendera dikibarkan di dinding tebing tertinggi.

Tapi, bagaimana dengan bendera yang dipegang-pegang dalam foto ? Nah, itu bendera sudah ada sejak lama, entah siapa atau komunitas apa yang menancapnya di sana.

Setelah merasa cukup foto-foto dan menikmati suasana puncak, kami bersepakat segera turun. Tapi, sebelumnya kami melakukan tanda tangan massal di spanduk yang telah kami siapkan sebelumnya, kemudian diikat di sana (puncak). Itulah sedikit tanda, bahwa dalam sejarah perjalanan hidup kami, pernah mengijakkan kaki di puncak Gunung Fatuleu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun