Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

“Cemere He” di Gili Labak

29 Desember 2015   16:36 Diperbarui: 29 Desember 2015   16:54 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Perahu motor belum siap jalan, makan siang saja dulu"]

[/caption]

            Nahkoda perahu motor masih menyiapkan kebutuhan penyeberangan, saat kami sudah siap di tepi pantai. Sambil menunggu perahu siap, kami makan sejenak. Bekal yang disiapkan pihak travel langsung kami ludeskan. Tidak lama kemudian hujan turun. Semua kembali berteduh ke rumah warga.

            Begitu hujan agak reda, kami segera naik ke perahu. Tali pengikat dilepas, jangkar ditarik, lalu mesin perahu dihidupkan. Secara perlahan perahu bergerak ke tengah, menuju palau impian, Gili Labak. Sungguh, perjalanan yang sangat istimewa. Berpindah 3 pulau (Pulau Jawa – Pulau Madura – Pulau Gili Labak), menggunakan 3 alat transportasi (sepeda motor, bus, dan perahu motor).

 [caption caption="Meski sedang hujan, siap menyeberang"]

[/caption]

Peduli Kebutuhan Eliminasi

            Jujur saja, saya agak takut naik perahu motor. Apalagi, merupakan pengalaman pertama. Saya membayangkan, ukuran perahu yang terlalu kecil akan lebih mudah karam, jika mengangkut banyak orang. Ditambah lagi tidak punya kemampuan berenang. Beruntung disediakan pelampung. Langsung saya pakai buat jaga-jaga.

[caption caption="Beberapa teman memakai jaket pelampung"]

[/caption]

Kecemasan saya agak berkurang karena melihat keceriaan teman-teman. Saya mengalihkan perhatian dengan sibuk memotret. Entah mengapa, -mungkin akibat cemas membuat peristaltik usus meningkat-, setelah 20 menit melaut, perut saya terasa mules. Ingin segera BAB. Sialnya, mana ada toilet di perahu motor ?

Saya berusaha menahan. Otot sfingter anus saya kencangkan tiap kali ada rasa ingin BAB. Saya ingat, ada teknik menahan BAB yang sering diceritakan orang saat masih SD di kampung. Caranya, tangan dikepal kemudian dipukul-pukul secara perlahan pada lutut, sambil mengucapkan kalimat khusus secara berulang-ulang. Kalimat khusus itu menggunakan bahasa daerah, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kurang lebih seperti berikut: “pukul atau ketok lutut, esok baru BAB”.

[caption caption="Keceriaan teman-teman dalam perahu motor"]

[/caption]

Pertama hingga ketiga kali, saya berhasil menahan. Begitu serangan keempat, sudah tidak mampu lagi. Degup jantung semakin kencang dan tubuh terasa lemah. Rasanya sungguh menyiksa. Terpaksa, saya abaikan rasa malu. Langsung berterus terang sama teman-teman dan pemilik perahu agar dicarikan solusi. Semua bingung, tidak ada toilet. Solusi tidak ada, malah suasana semakin heboh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun