[caption caption="Ibu kost sedang membakar sampah"][/caption]
Saya terbangun pagi tadi sekitar jam 5. Hanya mau memenuhi kebutuhan eliminasi di KM, lalu kembali ke tempat tidur. Saya cek jadwal aktivitas, pagi hingga siang masih kosong. Lebih baik bermalas-malasan dulu, dan tanpa sengaja tertidur kembali.
Tidur yang nyenyak. Tidak ada suara-suara yang mengganggu. Pasalnya, tetangga kost sedang berlibur entah ke mana. Mungkin inilah suasana bagi saya -yang orang kekinian menyebutnya- menikmati "me time". Sendiri. Melakukan hal yang menyenangkan (tidur) tanpa diganggu.
Entah dari mana datangnya, saya merasakan adà asap yang masuk ke kamar. Bau khas asap yang cukup menyengat, menbuat saya terjaga. Udara yang saya hirup sudah tidak bersih lagi. Sesekali saya terbatuk. Beresiko kena ISPA. Apakah ini akan menjadi bencana asap nasional ?
Saya langsung beranjak ke luar kamar. Air minum dalam botol yang berjejer di meja, kuambil satu untuk berjaga--jaga memadamkan sumber api. Saya cek sumber api, belum terlihat. Hanya asap putih saja yang sudah memenuhi ruangan. Terus ke dapur, di sana tidak ada sumber api. Saya ke teras, di sana barulah terlihat sumber asap. Ternyata Ibu kost sedang membakar di halaman rumah.
Saya mendekat, "Kenapa sampahnya dibakar, Bu ?", saya bertanya dengan nada jengkel, "asap masuk ke kamar, kami sulit bernapas".
"Wah, serba salah Mas", Ibu kost menjawab tanpa menoleh, "kalau tidak dibakar, lalat banyak di tempat sampah. Kalau dibakar, ya seperti ini, kita terkena dampak asap sedikit".
Saya urungkan niat untuk membantah. Memang ini situasi sulit. Saya lebih banyak berpikir saja. Berusaha mencari solusi atau kemungkinan lain yang bisa terjadi.
Entah mengapa, saya bisa bepikiran agak lain. Maksudnya, tidak semestinya saya berpikir seperti itu. Tidak pantas. Tidak baik untuk kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Begini, saat suksesi pemilihan Presiden dan Wapres Juli 2014 lalu, Ibu kost saya tergolong Prabower garis keras. Sementara saya, sudah jelas Jokower sejati. Kami tergolong pendukung 'gelap mata', apapun kondisinya, benar atau salah, harus mempertahankan idola masing-masing.
Mengingat hal itu, saya jadi khawatir. Kalau misalnya saya mempersoalkan asap sampah tadi dan menganggap itu sebagai bencana, saya takut, justru itu dianggap sebagai salah Pak Jokowi lagi. Dianggap tidak mampu mengatasi asap. Soalnya di republik ini, sedang trend menyalahkan pemimpin. Apapun masalahnya, pemimpinlah yang pantas disalahkan.
Ahh...sudahlah..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H