Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Duduk Orang Jepang

10 Oktober 2015   08:04 Diperbarui: 10 Oktober 2015   09:20 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Cara duduk 'semi berlutut' tamu 'student exchange' dari Jepang"][/caption]

Kurang lebih seminggu yang lalu, kami kedatangan tamu dari Jepang. Kami menyambut mereka di posko praktik keperawatan komunitas, tepatnya di balai RW 04 Kelurahan Mulyorejo.

Dua hari sebelum kedatangan mereka, Dosen sudah memberitahu terlebih dahulu. Kami manyanggupi permintaan tersebut. Meski dalam hati kecil saya agak ragu. Kemampuan saya berbahasa Inggris yang masih terbata-bata adalah penyebabnya.

Mau bilang apa. Karena sudah menyatakan sanggup, apapun tantangannya harus dihadapi. Toh cara komunikasi bisa banyak caranya. Kalau lisan sudah tak sanggup, mimik atau bahasa tubuh bisa mengekspresikan pesan. Lagi pula, ada teman-teman lain yang akan membantu.

Tamu dari Jepang itu ada 3 orang, 2 cowok dan 1 cewek. Mereka terpilih dalam program 'student exchange'. Mereka datang belajar dan mendapatkan pengalaman selama 2 minggu di FKp UA.

Kamis (1/10), jam 09.00, gawai yang simpan dalam saku celana depan bergetar. Saya kaget. Begitu dibuka, ada pesan WA. Ternyata Dosen yang mengirim pesan. Intinya, minta kami jemput tamu tadi di kampus.

"Ga apa-apa kalau mereka naik motor butut ?", tanpa pikir panjang, saya langsung membalas pesan WA tadi.

"Tidak apa-apa, malah mereka senang dengan kendaraan yang biasa digunakan oleh mahasiswa".

Saya lihat baik-baik kondisi sepeda motor. Pedal untuk penumpang sering 'jeglek' karena sudah usang. Pernah saya gunakan senduk garpu sebagai penyangga, semua orang yang melihat langsung terpingkal-pingkal. Akhinya saya cabut lagi. Kubiarkan saja. Semua orang yang pernah bonceng, hampir mengeluh karena sandaran kaki (pedal) tidak bisa digunakan.

Tidak sempat lagi untuk diperbaiki. Kami mesti segera jemput. Saya ganjal saja pakai kayu. Memang tidak aman, tapi minimal bisa menahan sementara waktu.

Tiba di kampus, kami langsung berkenalan. Dosen pembimbing memberi sedikit arahan. Setelah semuanya jelas, kami kembali ke posko, membawa ketiga orang tamu tadi.

Kami berjalan ke tampat parkir. Setelah menggunakan helm, saya yakinkan tamu tadi, kalau perjalanan akan aman. Dia menggangguk saja. Saya tidak tau pasti, dia yakin dengan saya atau hanya bisa pasrah saja. Entahlah.

[caption caption="Foto bersama di depan posko keperawatan komunitas RW 04 Mulyorejo"]

[/caption]

Setiba di posko, kami mempersilakan mereka masuk. Teman lain yang menunggu di posko langsung menyambut. Bersalaman dan saling memperkenalkan diri.

"Sit down, please !", cuman itu kalimat yang agak lancar keluar dari mulut saya.

Saya langsung memberi contoh, duduk bersila atau lesehan di atas karpet. Maklum, tidak ada kursi. Begitu juga teman-teman lain, dengan ramah mengajak tamu tadi duduk sebentar.

Mereka ikut duduk. Tapi, tunggu dulu. Cara mereka duduk agak lain. Saya tidak tau, apakah cara duduk seperti itu nama khusus atau tidak. Bagi saya, cara mereka duduk itu bisa disebut, 'semi berlutut'. Lihat saja di foto, bokong mereka tidak menyentuh karpet. Kedua kaki dijadikan sandaran tempat duduk.

Melihat cara mereka duduk yang berbeda, ada inisiatif agar untuk menyamakannya. Rasanya ganjil kalau cara duduk berbeda, padahal dalam satu ruangan yang sama. Pilihan ada 2, kami yang mengikuti cara mereka duduk; atau mereka yang harus duduk bersila alias lesehan seperti kami.

Saya coba mengikuti cara mereka duduk 'semi berlutut' tadi. Belum sampe semenit, kedua kaki terasa sakit. Tidak nyaman kalau berlama-lama. Saya kembali perhatikan ka arah mereka, tampaknya nyaman sekali. Apakah mereka sudah terbiasa begitu ? Atau hanya pura-pura merasa nyaman saja ?

Saya kembali ke posisi duduk bersila/lesehan. Inilah cara duduk yang paling nyaman bagi saya jika tidak ada kursi. Beruntung orang Jepang saat masa jajahan dulu, tidak memaksakan cara duduk seperti itu pada bangsa Indonesia. Kalau tidak, kini saya atau Anda, akan bersusah payah duduk dengan cara seperti itu.

Cara pertama tidak efektif. Berarti, tinggal satu cara lagi, ajak mereka duduk lesehan/bersila seperti kebiasaan kami. Tapi, bagaimana cara mengatakannya ? Saya bingung. Kubuka gawai yang dilengkapi aplikasi kamus bahasa Indonesia-Inggris. Saya ketik kata 'lesehan', belum ada daftar di sana. Saya ganti lagi dengan suku kata 'duduk bersila', juga nihil. Waduh..., bagaimana cara saya menjelaskan pada mereka ? Saya kalut dan gegana (gelisah, galau, merana). Pasrah saja pada keadaan.

[caption caption="Foto bersama saat mengunjungi salah satu rumah warga RW 04 Mulyorejo"]

[/caption]

Dalam kegamangan, beruntung ketua tim segera memberi komando untuk bergegas menjalankan tugas utama yang harus mereka lakukan. Hari itu, tamu Jepang itu kami ajak mengunjungi ruman salah satu warga di RW 04 Mulyorejo. Di sana kami tunjukkan, bagaimana melakukan pengkajian keperawatan keluarga dan komunitas secara umum.

Tidak hanya itu, kami juga mengunjungi dan merawat salah satu pasien berkebutuhan khusus. Pertumbuhan dan perkembangannya terganggu, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. Semuanya harus dibantu kelurga atau petugas kesehatan.

[caption caption="Narsis di sela-sela aktivitas"]

[/caption]

Jam 12.00, tamu Jepang tadi harus kembali ke kampus. Ada kegiatan lain yang harus mereka ikuti. Kami mengantar mereka kembali. Semuanya selamat dan aman.

Senang rasanya bisa berkenalan dengan mereka. Biarpun hanya sesaat, tapi cukup berkesan dan bermanfaat. Minimal saya bisa paham, kalau cara orang duduk tiap orang atau tiap bangsa, tidak bisa kita paksakan untuk seragam. Selamat pagi, duduklah dengan benar pada posisi masing-masing. GBU...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun