[caption caption="Suasana di Legian-Bali saat malam hari"]
Di kiri kanan jalan terlihat berjejer cafe yang menyajikan live music, mini market, bar, hotel, restoran, pusat perbelanjaan, panti pinjat, dan berbagai bisnis lainnya. Bule-bule tadi, baik yang sedang duduk di cafe atau sedang berjalan, paling banyak memegang botol beer. Saking banyaknya, saya bahkan menganggap mereka sudah mengganti kebutuhan cairan hariannya dengan beer. Kalau selama di Surabaya saya susah mencari beer di minimarket, di sana dengan mudah kita dapatkan. Dijual di mana-mana. Mungkin ada bedanya penerapan peraturan larangan minuman keras tiap daerah di Indonesia. Daerah pariwisata masih diperbolehkan.
[caption caption="Dua botol minuman menemani nongkrong di Legian-Bali"]
Lelah berkeliling, kami memutuskan nongkrong di salah satu mini market di Legian. Tidak lama di sana, hanya membeli dua botol minuman. Setelah masing-masing menenteng minuman, kami memilih nongkrong di taman Monumen Bom Bali.
Sabar, sabar, sabar..! Tadi katanya membeli 2 boto minuman, itu jenisnya apa ? Karena minuman itu masih sangat umum, lebih baik dispesifikkan pada jenis tertentu. Biar jelas.
Ok, saya akan jelaskan secara detail. Tapi saya kok heran, orang berada di Bali kok bertanya seperti itu ? Semestinya bisa tebak sendirilah. Tapi ya sudah, biar saya uraikan saja. Miuman yang kami beli itu disajikan dalam bentul botol ukuran kecil. Kurang lebih berisi 300 ml. Terdapat label khusus pada botolnya, dan saya kira semua orang sudah familiar dengan label tersebut. Banyak tulisan pada label tadi, tapi ada satu tulisan yang agak besar, “IND*MAR*T”. Isinya berupa air bening yang dingin karena disimpan dalam kulkas. Murah saja kok, dan dijual bebas di setiap mini market. Bagaimana, sudah jelas ???
[caption caption="Nongkrong sambil selfie dulu"]
Baiklah kalau sudah jelas. Kembali lagi pada situasi di Legian saat itu. Jama pada gadget saya menunjukkan pukul 23.00. Biasanya saya sudah terlelap mimpi pada jama segitu. Namun kala itu, tidak sedikitpun ada rasa kantuk.
Memang tidak mengukur secara pasti, namun perkiraan saya, sepanjang 1 km di Legian (Monumen Bom Bali), didominasi diskotik pada kiri dan kanan jalan. Dentuman musik riuh terdengar hingga ke jalanan dan taman tempat kami duduk. Rata-rata menyajikan live music. Terdengar lagu reagge, rock/metal, R n B, dan jenis musik lainnya. Disesuikan dengan selera para tamu yang didominasi bule. Hanya satu jenis musik yang absen di sana, yaitu musik dangdut. Saya jadi sedih tidak bisa bergoyang dangdut. Padahal kan, “dangdut is the music of my country”.
[caption caption="Vian, di seputaran Legian-Bali"]
Orang-orang, (sekali lagi, yang didominasi oleh bule), tumpah ruah di jalanan. Ada yang jalan sendiri, bedua, bertiga, berempat, bergerombolan, dan seterusnya. Masing-masing di tangan memegang botol minuman keras. Gaya jalannya terlihat sempoyongan, mungkin sudah mabuk. Mereka terkekeh-kekeh, bergoyang, dan ada pula yang lari-lari di jalan. Sebagian besar terlihat bergoyang dalam ruang diskotik. Ramai, gegap gempita.