Terusan Anjir Serapat pernah menjadi urat nadi transportasi yang menghubungkan Banjarmasin (Kalimantan Selatan) ke  Kuala Kapuas dan Palangka Raya (Kalimantan Tengah).
Namun, terusan Anjir Serapat kini menjadi terusan yang sepi hanya sesekali dilewati kapal kelotok maupun kapal tongkang yang membawa kayu dari Kaminantan Tengah ke Kalimantan Selatan, atau Kelotok yang mengangkut lantingan kayu sengon yang dibawa ke pabrik kayu sengon di Anjir Serapat Km 12.
Kadang Speed Boat kecil melintas itupun bisa dihitung dengan jari lewat dalam satu bulan. Sungguh merana sekarang terusan Anjir Serapat.
Padahal pada bulan Juli 1957, Presiden pertama RI Soekarno bertolak dari Banjarmasin menuju jantung Borneo. Perjalanan Presiden Soekarno dilakukan melalui Terusan Anjir Serapat yang menghubungkan Sungai Barito ke Sungai Kapuas, dilanjutkan melalui Anjir Kelampan menembus Sungai Kahayan.
Presiden Soekarno lantas mengikuti Sungai Kahayan ke arah Pahandut, kota Dayak yang oleh Presiden pertama RI itu didesain sebagai ibu kota negara masa depan dengan nama Palangka Raya walau ternyata sekarang harapan itu belum menjadi kenyataan sebab keputusan Presiden Joko Widodo bahwa Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Panajam Pasir Utara Kalimantan Timur yang dipilih untuk menjadi Ibu Kota Negara yang baru.
Terusan Anjir Serapat, konon waktu dibuat hanya selebar lebih kurang 3 meter dan panjang 28 kilometer, dibuat pada era W Broers, penguasa tertinggi Belanda di Kalsel tahun 1880-1890, dengan memanfaatkan kemampuan tradisional orang Banjar. Dengan alat yang disebut sundak, papan tipis dari kayu ulin, orang Banjar membuat kanal-kanal.
Ahli hidrologi asal Belanda, Prof Dr.HJ Schophuys di Kompas edisi 7 November 1969, menyebutkan, jauh sebelum pembuatan Anjir Serapat, masyarakat Banjar telah membuat banyak kanal untuk kepentingan transportasi dan pertanian di lahan pasang-surut.
Masyarakat Banjar mampu membuat saluran air sepanjang puluhan kilometer hanya dengan tangan. Saya meniru cara itu," tulis Schophuys, yang pernah menjadi konsultan pembangunan wilayah Kalimantan.
Sungai, kanal, dan perahu adalah napas hidup orang Kalimantan sejak beratus tahun silam, seperti tertulis dalam catatan perjalanan Anton W Niewenhuis yang melakukan perjalanan dari Pontianak ke Samarinda pada tahun 1894 dan Carl Lumholtz pada tahun 1913 dan 1917. (Kompas.com)
Terusan Anjir Serapat lama kelamaan menjadi tambah lebar karena abrasi dari gelombang alat transportasi yang melewatinya. Pada tahun 1994 terusan Anjir Serapat dilakukan penyiringan oleh pemerintah sehingga lebar terusan Anjir Serapat menjadi hampir 50 meter dengan panjang yang disiring hanya sekitar 16 km selebihnya belum di siring sampai sekarang.
Disamping itu, jalan darat trans Kalimantan yang mengikuti alur terusan Anjir Serapat yang menghubungkan Palangka Raya - Banjarmasin juga mulai ditingkatkan. Tahun 1997 diresmikan Jembatan Barito oleh presiden Soeharto sehingga transportasi darat mulai mengeliat dan sedikit demi sedikit menggerus transportasi sungai yang melewati terusan Anjir Serapat.