Mohon tunggu...
Suharsono
Suharsono Mohon Tunggu... -

hidup akan bermakna kalau memberi manfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berkarya Nyata dan Bekerja Membangun Desa

4 September 2015   15:20 Diperbarui: 4 September 2015   15:59 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Hyuna Azamta Asyifa/kompas.com

Era pemerintahan reformasi dikenal dengan paradigma barunya mengharapkan negara ini berkembang dan melakukan pembaruan di segala bidang sehingga tercipta Indonesia Baru. Indonesia Baru adalah Indonesia yang harus menjalani perubahan menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.

Tanpa adanya perubahan, maka kemajuan yang diharapkan tidak akan bisa tercapai. Perubahan dalam konteks ini bukanlah perubahan secara asal-asalan, akan tetapi perubahan terencana dan sistemik yang dilakukan secara sadar (conscious), terutama perubahan paradigma sesuai tuntutan reformasi di dalam melaksanakan pembangunan politik dan ekonomi dilandasi perundangan yang secara sah berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Admistrasi Pemerintahan (http://www.kemendagri.go.id/pages/data-wilayah), disebutkan bahwa di Indonesia ada 34 provinsi, 514 kabupaten/kota yang terdiri 420 kabupaten dan 94 kota. Dari jumlah tersebut terinci menjadi 72.944 wilayah administrasi desa dan 8.309 wilayah administrasi kelurahan.

Melihat sepintas paparan data di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah yang dapat dikategorikan perdesaan dan tersebar di berbagai penjuru tanah air. Sementara hasil proyeksi penduduk menunjukkan bahwa penduduk Indonesia Juni 2014 berjumlah 252.164,8 ribu orang (Berita Resmi BPS 2015).

 

Disebutkan pula, Piramida Penduduk Indonesia pada tahun 2014 termasuk tipe expansive, di mana sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda. Pada Agustus 2014, jumlah penganggur sebesar 7,2 juta orang dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,94 persen. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 sebanyak 28,28 juta orang (11,25 persen), berkurang 0,32 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 yang sebesar 28,60 juta orang (11,46 persen).

Dari deskripsi tersebut tidak keliru bilamana titik berat upaya pemberdayaan tertuju ke wilayah perdesaan sehingga fokus pembangunan dalam rangka memajukan desa menjadi salah satu pilihan. Ini sejalan dengan salah satu visi pemerintahan dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu ‘Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam kerangka NKRI’. Sebagai konsekuensinya, perlu dialokasikan dana yang lebih besar untuk memperkuat pembangunan daerah dan desa pada APBN-P 2015.

Berkait persoalan tersebut dan seiring telah disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), maka di satu sisi telah membawa angin segar bagi masyarakat dan perangkat desa di seluruh Indonesia. Desa tidak lagi menjadi objek melainkan menjadi subjek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan, selanjutnya desa memiliki peranan yang cukup besar untuk mengelola perencanaan pembangunan, aset desa, dan pembentukan Badan Usaha Milik (BUM) Desa.

Anggaran yang dikucurkan secara bertahap ke desa-desa bisa berkisar/mencapai Rp 1 miliar lebih, tentunya berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kondisi geografis, dan tingkat kemiskinan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa tugas kepala desa tidak lagi hanya menyelenggarakan pemerintahan, tetapi juga melakukan fungsi pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.

Pada bagian lain, lahirnya kebijakan baru ini (UU Desa) perlu juga dilihat dari aspek lain, terutama kesiapan aparatur di tingkat desa (yang merupakan bagian dari lingkup kabupaten) sehingga dalam implementasinya perlu difasilitasi oleh pemerintah daerah/Pemerintah Kabupaten yang menaunginya, bisa juga dari pihak terkait dalam rangka pembimbingan, pendampingan dan konsultasi. Mulai dari sosialisasi, pemahaman hingga penerapannya jangan sampai melenceng dari maksud dan tujuan maupun hakikat UU Desa sehingga masyarakat di wilayah perdesaan menjadi makmur, sejahtera, lebih berdaya dan bermartabat.

Berkarya Nyata dan Membangun Desa

Titik berat pembangunan yang diarahkan ke daerah sudah tentu hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para penyelenggara pemerintahan di masing-masing daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi, setiap pemerintah daerah dituntut untuk bisa serta mampu mengimplementasikan perundangan yang berlaku. Disamping itu juga dituntut untuk mampu mengidentifikasi karakteristik dan spesifikasi daerah yang berada di wilayah kerjanya.

Tiada lain hanyalah kontribusi atau berkarya nyata dalam membangun daerah merupakan tema yang perlu diusung dalam pelaksanaan pembangunan yang didukung oleh kemampuan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Mengah dan Panjang).

Seperti telah diketahui bahwa indikator umum pembangunan yaitu menuju kehidupan yang lebih baik (better life, atau better conditions). Kata kunci untuk menuju kehidupan lebih baik adalah perubahan dengan esensi bahwa upaya perubahan yang sadar ditempuh melibatkan semua pihak secara terpadu, berkarya nyata dan bersama-sama bekerja untuk merencana dan melaksanakan pembangunan sesuai tujuan (kemajuan) yang hendak dicapai.

Demikian halnya dalam upaya membangun desa, sebelum melangkah lebih jauh maka perlu terlebih dahulu dilakukan identifikasi dan dirumuskan permasalahan masing-masing desa untuk kemudian disusun strategi pembangunan desa yang memadai, menyesuaikan dengan situasi dan kondisinya.

Pentingnya identifikasi karakteristik dan spesifikasi masing-masing desa sekaligus menyadarkan kita bahwa upaya untuk membangun desa tidaklah bisa dilakukan secara asal-asalan atau sembarangan. Lebih dari itu, hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya menyangkut: (1) potensi desa, (2) apa yang akan dicapai untuk kepentingan desa, (3) keadaan lingkungan alam serta manusianya, dan waktu yang ditentukan untuk melaksanakan pembangunan desa, (4) tenaga pelaksana dengan pengetahuan memadai sebagai penunjang kelancaran kerja.

Atas dasar pertimbangan aspek-aspek di atas (mengingat kondisi desa berbeda), kemudian akan banyak membantu dalam pelaksanaan pembangunan desa itu sendiri, terutama dalam proses penentuan skala prioritas di masing-masing desa. Pendekatan bottom-up semacam ini tentunya telah sejalan dengan paradigma pembangunan politik dan ekonomi, semangat reformasi serta otonomi daerah.

Perlu ditambahkan, pembangunan sebagai proses perubahan yang multidimensional, mengandung pengertian bahwa di dalamnya tercakup nilai-nilai hakiki yang tidak boleh diabaikan. Nilai-nilai hakiki tersebut antara lain: peningkatan produksi dan distribusi yang baik, menjunjunjung harga diri manusia, dan kebebasan dari ketergantungan.

Berdasarkan nilai-nilai hakiki itulah dapat diharapkan implementasi kebijakan untuk membangun daerah, terutama membangun seluruh wilayah perdesaan yang berdaulat, mandiri, dinamis, dan berjati diri.

Berdaulat: Hakikat dari kemerdekaan politik dan ekonomi. Paradigma bottom-up dalam pendekatan pembangunan di segala bidang sesuai jiwa dan semangat Pancasila dan UUD 1945.

Mandiri: Mengoptimalkan kepemilikan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Menumbuhkan kepercayaan rakyat kepada birokrasi sebagai pelayan sehingga mampu meningkatkan kewibawaan pemerintah daerah. Mengembangkan potensi daerah/desa sehingga dapat menyejahterakan warga/rakyatnya.

Dinamis: Membangun daerah/desa secara sadar dan terencana, melakukan perubahan dan pembaruan di segala bidang dengan skala prioritas, dan mampu menjalin kerjasama/kemitraan dengan stakeholder maupun daerah lain.

Berjati diri: Dalam melangsungkan segala aktivitas berkait dengan pembangunan menuju kehidupan yang lebih baik, dilakukan secara demokratis/berdaulat, memanfaatkan potensi yang ada, menjalin kerjasama/kemitraan dengan pihak luar, tanpa kehilangan harga diri dan menjunjung nilai-nilai kebudayaan daerah yang berkearifan lokal.(SHS)

 

Referensi:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

http://www.kemendagri.go.id/pages/data-wilayah

http://www.academia.edu/11386648/Berita_Resmi_BPS_2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun