Mohon tunggu...
suhandro tamaruz
suhandro tamaruz Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mencari Teman

Buatlah tulisan yang bisa membuat orang bahagia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Tinggal Lembah Hitam

27 Juli 2021   15:20 Diperbarui: 27 Juli 2021   15:49 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tatkala usiaku meranjak 21 tahun, diriku terhanyut arus deras lembah hitam yang bisa menghancurkan masa depan. Judi, mabuk, diskotik, narkoba dan main perempuan, perbuatan itu merupakan kegiatan rutin bersama teman-teman.

Kisah mulanya aku terjebak ke dalam lembah hitam. Pada bulan Maret tahun 2009 aku mendapatkan pekerjaan sebagai manager salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pijat kesehatan khusus pria di Kota Palembang, pihak perusahaan memberikan fasilitas kerja yang lengkap, mulai dari kendaraan operasional roda empat sampai tempat tidur di sebuah hotel berbintang. 

Di tempat kerja, aku banyak mengenal karyawati perempuan sebagai teraphis yang datang dari luar kota dan melihat minuman alkohol (bir) berbagai merk yang ternama di room bar. Setelah satu bulan bekerja, pihak perusahaan memberikan penambahan fasilitas berupa minuman bir dan perempuan (non teraphis) untuk melayaniku. 

Dengan fasilitas seperti itu, tak pelak aku jarang pulang ke rumah orang tua, padahal jarak dari tempat kerja dan rumah tidaklah terlalu jauh, kira-kira 5 Km. Dengan rasa penasaran, aku mulai mengenal diskotik melalui perempuan yang menemaniku setiap malam.  Akibatnya, aku semakin jatuh tenggelam ke dalam arus lembah hitam. 

Setelah 3 bulan bekerja, aku dapat teguran dari ibu untuk segera resign dari perusahaan, "nak semenjak kerja di sana, kenapa jarang pulang ke rumah, mendingan cari kerja yang lain saja", tanya ibu kepadaku.

Beliau khawatir denganku karena jarang pulang ke rumah. Namun ucapan dari ibu tak aku hiraukan, pikiranku masih enjoy untuk kerja di sana karena asyik dan sangat terhibur atas fasilitas yang diberikan oleh pihak perusahaan. 

Dibulan ke empat kerja, ibuku mengalami sakit  stroke ringan, dengan terpaksanya aku berhenti kerja demi merawat ibu untuk sementara waktu. Selama 3 minggu ibu dirawat di Rumah Sakit (RS), aku merasa pusing karena memikirkan kebiasaan di tempat kerja tersebut. 

Selepas kami pulang dari RS, keadaan ibuku sudah membaik, aku kembali memberikan kabar ke Pak direktur tempat kerja sebelum aku resign waktu itu, "Izin pak, ibu saya sudah sembuh, apakah saya masih bisa bekerja di perusahaan?", ucapku ke Pak Dir. 

Lantas Pak dir menawarkan kembali jabatan yang serupa, namun ditugaskan bekerja di kantor cabang  Kota Jambi. Hatiku riang mendengar jawaban itu, tawaran dari Pak dir langsung saja aku terima. 

Namun, aku meminta waktu selama dua minggu untuk kerja ke Kota Jambi, karena harus mempersiapkan diri dan mencari alasan kepada orang tua supaya direstui kerja di sana. 

Dengan alasan mendapat panggilan kerja diperusahaan sawit, akhirnya orang tuaku memberikan restu untuk merantau ke luar Daerah, "Bapak dan Ibu aku minta izin restu dan do'a dari kalian, supaya sukses meniti karir di kota Jambi sebagai karyawan perusahaan perkebunan sawit dan pasti selalu memberikan kabar kepada kalian", pintaku kepada mereka. 

Setelah sampai di tempat kerja (Kota Jambi). Aku disambut hangat oleh karyawan/ti, ternyata mereka ramah-ramah dan aku sempat pangling melihat penampilan para karyawati teraphis yang berparas cantik dan seksi-seksi. 

Dengan fasilitas yang sama, membuatku sangat betah dan terlena atas jamuan dari perempuan yang melayaniku setiap malam. Lambat laun aku mulai jarang memberikan kabar kepada kedua orang tua di Palembang. kendati demikian, aku selalu menyampaikan kabar baik kepada mereka. 

Suatu ketika, aku jatuh hati dengan seorang karyawati teraphis karena elok dan berbudi setiap menyapaku. Lumayan lama kami menjalin hubungan secara diam-diam dari pimpinan perusahaan, bahkan hampir setiap hari kami makan dan tidur bersama layaknya suami-istri. 

Setelah delapan bulan kerja di kota Jambi, hubungan kami berdua tersiar sampai ke Pak Direktur utama perusahaan. Atas peristiwa itu, akhirnya aku dipecat dan teraphis tersebut diskor selama 2 minggu tidak boleh masuk kerja karena dianggap sudah melanggar peraturan dari perusahaan. 

Berbekal uang pesangon, aku langsung pulang ke Kota Palembang dan terpaksa bohong kepada orang tua bahwa ambil cuti selama 2 minggu. Dalam keadaan bingung untuk mencari kerja, sahabatku datang ke rumah dan menawari pekerjaan sebagai supervisor di club malam (intertain). 

Dengan riangnya aku langsung terima ajakan tersebut, tetapi aku minta tempo waktu selama 3 hari agar dapat izin dari orang tua.  Terlintas dibenakku harus berbohong lagi dan mencari alasan supaya diizinkan, lantas aku menemukan ide yang tepat. aku beralasan bahwa tidak ingin lagi kerja di Jambi karena jarak terlalu jauh, dan hanya ingin kerja dalam kota Palembang saja. 

Sigapnya kedua orang tuaku setuju atas usulan tersebut, "iya nak kami setuju, cari kerja di dalam kota sini saja", ujar mereka dihapadanku sembari santap malam bersama. 

Kembalinya aku terjun ke lembah hitam, namun kali ini tanpa fasilitas dari perusahaan seperti sebelumnya. Walaupun berbeda jabatan, bagiku tetap asyik karena bisa menikmati hiburan malam dan ditemani perempuan cantik serta minuman alkohol. Aku lumayan lama bertahan kerja di club malam tersebut. 

Singkat cerita, dibulan oktober tahun 2012 ibuku meninggal dunia, perasaan menyesal menyelimuti pikiranku karena selama ini harus berbohong kepada orang tua, rasa bersalah selalu menghantui perasaanku atas kehilangan ibunda tercinta. Beberapa bulan selepas ibuku wafat, spontanitas gaya hidupku berubah tanpa harus terjun ke lembah hitam kembali. Syukurnya aku sudah dapat pekerjaan sebagai Kepala Bidang (Kabid) teknisi listrik di sebuah perusahaan pengolahan getah karet. 

Beberapa bulan kerja sebagai teknisi listrik, kehidupanku biasa saja dan belum terjerumus kembali ke dalam lembah hitam.
Aku pulang kerja selalu tepat waktu karena harus menemani ayah ngobrol supaya terhibur setelah kehilangan sosok istri tercintanya. Jika aku kerja, di rumah tinggal ayahku seorang diri, sedangkan saudara-saudaraku sudah berumah tangga semua. 

Jalan setahun sebagai Kabid teknisi listrik, aku terjebak lebih dalam lagi ke lembah hitam itu, semua terjadi akibat salah pergaulan. Kali ini, aku mengenal narkoba jenis sabu-sabu dari partner kerjaku, hingga sempat menjadi pecandu pemakai narkotika. seminggu tiga kali kami pasti menggunakan barang haram itu sembari berjudi serta ditemani sang kupu-kupu malam. 

Setiap usai hura-hura, aku pasti pulang pagi dalam keadaan mabuk. setiba di rumah, ayah tak segan-segannya membentak dan memarahiku. ketika ayah marah, aku hanya diam tanpa menjawab sepatah katapun, kemudian masuk kamar untuk istirahat lalu tidur. 

Kejadian seperti itu kerap kali terulang karena ulahku sendiri, keributan di rumah seolah tak pernah berhenti. Mungkin tetangga kami sudah bosan mendengar pertengkaran antara aku dan ayah, lontaran kata ayah selalu singgung kematian ibu akibat sering memikirkan diriku. 

Pada tahun 2014, ayah mengajak untuk berangkat umroh ke tanah suci supaya hidayah menghampiriku. Akhirnya, aku menyetujui ajakan ayah tersebut, terlintas senyuman dihiasi keriput kening dan pipi atas kegembiraannya karena tidak ada penolakan dariku. 

Hari Jumat pagi bulan April 2014, kami berdua serta rombongan berangkat untuk menjalankan ibadah umroh. Saat tiba di Madinah dan turun dari pesawat, Sontak terdengar lantunan kalimat "Labbaik Allahumma labbaik, labbaik kala syarika laka labbaik". Entah kenapa, getaran hati dan tetesan air mata tak dapat tertahan, respek aku langsung bersujud di tanah dengan penuh penyeselan yang selama ini aku buat. 

Pada Bulan Oktober 2014, aku menikah dengan gadis yang berparas ayu, usianya 10 tahun dibawahku. Semenjak menikah, aku tak lagi bermain perempuan dan minum bir yang memabukkan. 

Hingga kini, kasih dan sayang akan kucurahkan untuk keluarga kecil yang membuat hatiku bahagia. Istriku sangat setia melayani dan menunggu jika aku kerja keluar kota, apalagi ia sangat telaten dalam mengurus rumah tangga serta mengasuh kedua putri kami tercinta. 

Aku berjanji pada diriku sendiri, bahwa tak akan pernah lagi terjerumus ke dalam lembah hitam, saat ini aku mulai mengerti betapa pentingnya kejujuran dan kebaikan dalam keluarga. 

Untuk selamanya aku ucapkan, "Selamat tinggal lembah hitam". Pengalaman tersebut kujadikan pedoman untuk menasehati kawan-kawan yang mulai terjerumus ke arus lembah hitam, tiada gunanya menghabiskan waktu untuk melakukan perbuatan dosa itu. 

Sekian. 

Penulis : Suhandro Tamaruz
Cerita : Riwayat Hidup Penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun