Mohon tunggu...
Suhandono Wijoyokusumo
Suhandono Wijoyokusumo Mohon Tunggu... Freelancer - Grandmaster of kundalini

Grandmaster of kundalini memberikan training dalam spiritual

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Milo

21 Oktober 2024   03:23 Diperbarui: 21 Oktober 2024   04:05 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab 1: "Pagi yang Nyaris Sempurna"

Pagi itu, matahari baru saja terbit di atas kota kecil yang tenang. Burung-burung bernyanyi, angin sepoi-sepoi bertiup, dan dunia tampak damai---setidaknya menurut Joko, yang terbangun dengan semangat penuh. Hari ini dia yakin semuanya akan berjalan lancar.

"Ini dia, hari yang sempurna!" gumamnya, masih setengah mengantuk tapi penuh percaya diri.

Joko melompat dari tempat tidurnya, menggerakkan tubuhnya seperti seorang atlet yang siap bertanding. Ia menyambar handuk, berjalan menuju kamar mandi dengan senyum lebar, dan langsung menyalakan pancuran. Namun, entah kenapa, air yang mengalir bukan sekadar air biasa.

"Ini... kok kayak minyak goreng?" pikir Joko, tapi dia menepis pikiran aneh itu. "Ah, mungkin aku masih ngantuk."

Tanpa berpikir panjang, dia mengambil botol dari rak yang biasa ia gunakan untuk sampo. Dalam setengah detik, dia baru sadar, "Tunggu... Kenapa sampo ini wangi kecap?"

Joko menunduk melihat botol yang ia pegang. Benar saja, itu adalah botol kecap manis. Dengan panik, ia mencoba membilas rambutnya yang kini lengket dan berminyak, tapi semakin ia membilas, semakin aneh baunya. Ia berakhir dengan rambut yang lebih cocok untuk digoreng daripada untuk pergi kerja.

Setelah akhirnya berhasil membersihkan diri meskipun dengan sedikit trauma, Joko melanjutkan rutinitas paginya. Hari masih panjang, dan masalah kecil tadi jelas bukan tanda buruk, pikirnya. Dengan percaya diri, dia membuka lemari dan mengeluarkan setelan kantornya yang biasa.

Namun, di saat yang sama, kucing tetangganya, si Milo, tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Entah bagaimana caranya Milo selalu tahu kapan jendela kamar Joko terbuka, dan ia selalu masuk dengan ekspresi puas seolah itu adalah rumahnya sendiri.

"Milo, keluar!" seru Joko, mengacungkan hanger baju seperti seorang gladiator yang hendak melawan harimau. Namun, kucing itu hanya menatapnya dengan tatapan tak peduli, berjalan santai ke tempat tidur, dan langsung meringkuk di atas dasi Joko yang baru saja ia setrika.

Joko menyerah. Dia beralih ke sepatu, berharap ini bisa menjadi hal yang berjalan lancar. Namun saat ia melangkah keluar rumah, ia merasa ada yang tidak beres. Kakinya seperti terjebak dalam dua dunia yang berbeda. Ia menunduk dan langsung menyadari masalahnya: dia memakai sepatu kanan di kedua kakinya.

"Oh, come on..." keluh Joko, melirik jam dinding. Dia sudah hampir terlambat.

Tanpa waktu untuk kembali ke dalam dan mengganti sepatunya, Joko memutuskan untuk tetap melanjutkan hari dengan kedua kaki yang terasa sangat aneh. Sepanjang jalan menuju halte bus, ia berjalan seperti kepiting, berusaha sebaik mungkin agar tidak jatuh, meskipun langkahnya menarik perhatian orang-orang yang melintas.

Sesampainya di halte, Joko mencoba berdiri dengan tenang sambil mengatur napas. Tapi hidup sepertinya tidak membiarkan Joko mendapatkan momen tenang hari itu. Di saat bus datang dan pintu terbuka, tiba-tiba saja, angin kencang bertiup dan topi salah satu penumpang terbang tepat mengenai wajah Joko. Refleksnya melemparkan tangannya ke udara, yang entah bagaimana, membuat kopi penumpang lain terlempar dan mendarat di celana Joko.

"Hari ini bakal panjang," gumamnya, dengan pandangan kosong melihat bercak cokelat besar yang kini menghiasi celananya.

Ketika bus akhirnya mulai bergerak, Joko hanya bisa duduk dengan wajah muram, berharap hari yang "nyaris sempurna" ini akan berubah menjadi lebih baik. Tapi di lubuk hatinya, dia tahu ini baru permulaan dari kekacauan berikutnya.

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun