"Oh, come on..." keluh Joko, melirik jam dinding. Dia sudah hampir terlambat.
Tanpa waktu untuk kembali ke dalam dan mengganti sepatunya, Joko memutuskan untuk tetap melanjutkan hari dengan kedua kaki yang terasa sangat aneh. Sepanjang jalan menuju halte bus, ia berjalan seperti kepiting, berusaha sebaik mungkin agar tidak jatuh, meskipun langkahnya menarik perhatian orang-orang yang melintas.
Sesampainya di halte, Joko mencoba berdiri dengan tenang sambil mengatur napas. Tapi hidup sepertinya tidak membiarkan Joko mendapatkan momen tenang hari itu. Di saat bus datang dan pintu terbuka, tiba-tiba saja, angin kencang bertiup dan topi salah satu penumpang terbang tepat mengenai wajah Joko. Refleksnya melemparkan tangannya ke udara, yang entah bagaimana, membuat kopi penumpang lain terlempar dan mendarat di celana Joko.
"Hari ini bakal panjang," gumamnya, dengan pandangan kosong melihat bercak cokelat besar yang kini menghiasi celananya.
Ketika bus akhirnya mulai bergerak, Joko hanya bisa duduk dengan wajah muram, berharap hari yang "nyaris sempurna" ini akan berubah menjadi lebih baik. Tapi di lubuk hatinya, dia tahu ini baru permulaan dari kekacauan berikutnya.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H