Mohon tunggu...
Suhandi Taman Timur
Suhandi Taman Timur Mohon Tunggu... -

Pengamat gaya hidup, transportasi, pariwisata dan politk. Tidak setuju bila politik dibilang kotor, karena yang kotor itu hanya sebagian dari politisinya.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Mengenal Slow Food

23 November 2009   00:08 Diperbarui: 7 Oktober 2020   15:00 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Urusan makan bukanlah urusan logistik, bukan urusan kadar kalori, vitamin atau kolesterol. Makan mengandung falsafah. Orang Perancis menyebut orang yang suka menikmati hidup sebagai un bon vivant. 

Mereka mengeluh bila makan siang dibatasi hanya satu jam. Manusia bukanlah robot yang bisa disuruh makan dengan cara menelan sebutir “pil-kenyang”. 

Satu paket makan siang yang memadai, menurut ukuran mereka, memerlukan waktu yang cukup untuk melupakan sejenak beban kerja rutin hari itu dengan cara minum-minum dan ngobrol-ngobrol dulu dengan teman-teman dekat. 

Setelah kenyang menyantap makanan utama, diperlukan waktu santai sambil minum kopi. Disini kita menyebutnya dengan istilah “menurunkan nasi” sebelum melanjutkan kerja. Ini memakan waktu paling tidak dua jam. Di Spanyol malah ada siesta yaitu istirahat tidur siang selama musim panas. 

Dulu, kita orang Indonesia juga pernah “diajari” untuk membiasakan diri tidur siang oleh penjajah Belanda, walaupun kebiasaan ini tidak dikenal di negeri Holland yang dingin. 

Mereka menolak konsep yang menyamakan kebutuhan manusia untuk makan dengan kebutuhan bahan bakar bensin untuk kendaran bermotor. Perut manusia tidak sama dengan tangki bensin.

Kekecewaan dan ketidak-puasan mereka ini mencapai puncaknya pada tahun 1980-an, pada waktu gerai-gerai McDonald, Kentucky Fried Chicken dan lain-lain memulai ekspansinya dari Amerika Serikat ke berbagai negara di dunia menawarkan fast-food. Tidak dapat dibantah bahwa fast food adalah budaya gastronomi Amerika Serikat. 

Burger, hot dog bahkan pizza adalah makanan asli Eropa yang dulu juga ikut “ber-migrasi” ke Amerika, pasca pelayaran Christopher Columbus. Kini mereka menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk kembali ke Eropa dengan wajah lain, yaitu wajah fast food à la Amerika Serikat. Fast food ini kini menjadi selera dan gaya hidup, terutama di kalangan anak muda yang menghendaki segala sesuatu yang lebih praktis.

Untuk menentang pembukaan salah satu gerai McDonald di Italia pada tahun 1986, Arcigola merintis gerakan slow food ini di Italia. Gerakan slow food ini secara resmi didirikan oleh Carlo Petrini pada tahun 1988. 

Sekarang jumlah anggotanya sudah mencapai 100.000 orang yang tersebar di berbagai negara termasuk Amerika Serikat. Pusat gerakan slow food ini ada di kota Bra, dekat Turin, Italia. 

Di antara kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan adalah penerbitan publikasi, festival makanan dan minuman (terutama yang bersifat organik), dan juga mendirikan Universitas Gastronomi dan Ilmu Pengetahuan di berbagai kota di Italia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun