Mohon tunggu...
Suhandayana Day
Suhandayana Day Mohon Tunggu... profesional -

PeGiat EDUMEDIART [ Edukasi, Media, Art ] antar institusi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Ramen] Karena Kau Istri Sahabatku

12 Januari 2012   16:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**

....... "Perjamuan makan malam kemarin sungguh merupakan kehormatan bagi lembaga kami. Kami, aku, senang dapat mendukung klien yang sedang punya masalah terkait bisnis properti." "Ini ... satu lagi ... undangan istimewa buat kalian." "... dari siapa, kapan?" "Dari Papa. Keluarga Papa beserta relasi berkehendak membalaskan perhatian ... surprise, karena kalian berhasil menyelesaikan beberapa masalah utama yang menimpa perusahaan kami. Siapkan dirimu, Tommy ..., ( besok kuantar ke butik langganan para pesolek macho ... )" "Betapa akan bangga teman-teman di lembaga mendengar kabar gembira ini, Silvana." "...." "...." ( ... uiih, tommy ... )

**

....... "Say ....?!" "Hai ...! ....... "Terima kasih, siang ini kau telah menungguku dengan cara duduk dan menatapku seperti itu. Tommy .... Nah, ini nih ... lagi-lagi kopi panas kau aduk sesaat sebelum minum. Aku suka gerakan itu, Tom!" "Situ juga ... ( mempesonakanku ) ..., emm manja ...." "Sediakan waktu untukku, yach ...?!" "Hmm ...." "Kau janji akan menemani seperti selama ini, Tom ..." "Eaa ...." "Tommy, ... ( hati ini ... gundah ini ... )" "Aku mengerti perasaanmu ... aku masih mendengarmu, Silvana ...." "Tidak sia-sia kesempatan ini ... maka di sinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok ...." "Silvana, ... itukah pula harapanku?" "Eee ... iyaa ... harusnya ... eeh ... doa kita, Tommy ...." "Silvana, dengarkanlah ... kali ini aku serius lebih dari biasanya ..." "Kurasa kau takkan perlu berkata-kata. Bertindaklah, sayang! Realistis ...." "Walau lembut, keinginanmu tetap membaja." "Begini mauku ..." "...?" "...!" "Ini bukan soal momentum, atau pun kesia-siaan. Sebentar lagi kau akan mengerti!" "Lantas apa?" "Ingatkah ... dia?" "Dia siapa?!" "Bhaskara. Dia sudah bertemu Papa. Mereka sepakat tak perlu mengurus bisnis ke meja hijau." "Sebelumnya tidak kau katakan hal itu?!" "Iyalah ... etika." "Aku tak pedulikan semua itu! Dan ... apa tak sedikit pun pedulikan aku?" ( ... ya, tapi hanya ketika kuteguk kopi aroma ... ) "Tommy, katakan?! Kenapa?" "... karena kau istri sahabat karibku." "Coba kau ulangi katamu, Tom! ... jadi, kau sangat akrab dengan Bhaskara!? ( ... sekongkol, ya! konspirasi! ) "Lebih dari itu, telah dua kali dia selamatkan beberapa perusahaan besar ekspor-impor milik keluargaku." " ... ouhh, ...! Tom!!!" " ... setelah lulus, aku mengenalnya ketika sama-sama mengambil program master di Jogja. Aku selesai lebih dulu dan kejar-proyek properti Eropa." " ... uuugghh ....!" "Aku tidak bermaksud mengecewakan dirimu, Silvana. Kau, Papa ... adalah klien kami yang terbaik, harus kubantu menuntas semua urusan bisnis Papa. Beliau sangat berharap kaulah nanti yang akan memimpin perusahaan dengan lebih baik dan mampu mengantisipasi pesaing terbesar ...." " ... iiigghh ... beberapa bulan terakhir ini aku senang kau dampingi menyelesaikan persoalan bisnis Papa. Beliau sangat berterima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh lembaga konsultan kamu. Kurasa, bagiku, urusan bisnis bukan satu-satunya terpenting." "Silvana, pelan saja nangisnya yaa ...?!" "Tommy sayang, kau ini ... yang sudah terlanjur kuanggap dapat mengerti perasaanku. Bukan dia ...!" "Ingatlah, Silvana. Masalah pekerjaan tidak selamanya mulus. Bila kasus sangat fatal, biasa melanda perjalanan rumah-tangga kalian. Hubunganmu dengan Bhaskara masih bisa diperbaiki. Dia hanya butuh beberapa waktu untuk kembali memandangmu sebagai istri, bukan sebagai rival bisnis seperti selama ini." ( iya, ku lebih sukai kamu, tom ... ) "Bhaskara sering kuajak bicara jauh sebelum kau ceritakan semuanya padaku. Dia pun berdebat tentang disharmoni hubungan kalian. Dia melarangku menemuimu bila suatu saat kau atau Papamu butuh jasa konsultan sepertiku. Suatu ketika, dia mau mendengar sebuah rencana besar. Sejawatku di Jakarta sepakat mengawal bisnis Bhaskara agar bisa keluar dari cengkeraman hidden agenda yang dilancarkan diam-diam oleh anggota group bisnis suamimu sendiri. Aku tetapkan sikap memihak Papamu." "...." "Duh, Tommy ... kaulah ...." "Iya ... sudahlah ... hmm, cukupkan aku sebagai sahabatmu ... sahabat suamimu ...!" " ... Tom ...." " ... Silv ...." "...." "...."

*

....... ....... ( ... tom ... ) ( ... silv ... ) ....... .......

**

*

.

[ tulisan kreatif | 3 dari 3 cermin | Ramen ]

… in edited

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun