Mohon tunggu...
Suhandayana Day
Suhandayana Day Mohon Tunggu... profesional -

PeGiat EDUMEDIART [ Edukasi, Media, Art ] antar institusi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Ramen] Karena Kau Istri Sahabatku

12 Januari 2012   16:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1326215904847079895

Oleh Suhandayana * | AKUNDAstudio | baca Index 91 |

.

*

**

" ... BERHENTI depan situ, Pak Udin." " ... baiklah." " ... nih. Cukup, khan? Nanti kutelepon." " ... terima kasih, Mbak ...." -- "Hai, ... Tommy?!" ( ... benarkah itu dia ... ) "Ya! Ini aku ... Silvana ...!" "... oiiiiii ... apa kabar? Maaf, agak pangling ... koq masih ingat, bisa melihatku di sini?" "Belum genap sebelas tahun kita tak pernah bertemu, Tom, masak siih sudah lupa?!" "Jika bukan karena paras tetap ayu ... dan suara lembut itu, bisa jadi aku tak mudah mengenali kamu, apalagi dengan busana dan dandanan wanita eksekutif seperti ini." "...." "...." "Kau bawa ke mana aku?" "Di sana saja. Agak sunyi. Halamannya tak begitu luas, tapi asri. Kau pasti suka kenyamanan." "Ayolah!" -- "Silakan duduk, Tuan. Pesan minuman apa? "Nanti saja." "Pelayan! Ice Juice Lemon ... bawakan juga secangkir kopi cream untuk Tuan ini." "Baik, Nona ... permisi." - - "Agaknya ... kau tak seceria semasa kuliah dulu. Sudah kuduga dari teleponmu terakhir, betapa seriusnya masalah perusahaan yang mesti diselesaikan bersama Papamu. Rasanya, dirimu ada perubahan, penampilan nggak seperti dulu." "Hmm ... yaa? Kau juga, ada sedikit perubahan. Ungkapan atau nada bicaramu agak aneh." "Satu hal jangan kau sembunyikan, sikap hangatmu dalam pergaulan yang sangat mengesankan bagi kawan-kawan. Dan, bagiku, gaun modis warna dan corak beginian takkan sanggup menutupi sikap lembut gadis Silvana." "Hmm ... aah ...! Segarnya lemon ini." "Kau ...." "...." "Kau ...." " ... sebaiknya ke inti, mengapa aku pingin bertemu sore ini." "Ada apa lagi ... tak perlu tergesa begitu?" "Masih ingat semasa kuliah dulu. Bersama kamu, Tjok Chandra, Nalini, Chaterina, dan perlente muda dari Batak itu ... akulah yang kelewat bersemangat dalam memulai kegiatan bisnis di antara kita. Dua tahun setelah lulus, Papa memperkenalkan aku dengan Bhaskara, putra dari relasi Papa. Tak sampai setahun dia pun menikahiku. Kami dianugerahi dua anak." ( ... oh, begitu ... ) "Core bisnis Papa beberapa tahun belakangan terancam oleh manuver group Bhaskara yang semakin tidak fair. Akibatnya, pinjaman investasi untuk pengembangan properti di wilayah Jawa Barat dan Sumatera Selatan tidak bisa kembali tepat waktu. Divisi marketing, anak perusahaan Papa, yang aku jalankan dua tahun terakhir tak seberapa menolong goyahnya cashflow perusahaan. Mending lima bank besar masih mau menjadwal ulang sisa pengembalian pokok kredit modal estat." ( ... oh, yaa ...?! ) "...." ( truss ... apa lagi ) "... persoalan yang kuhadapi sekitar lima tahun dengan dia pun sudah cukup menyiksa .... Aku tak mau lagi serumah. Aku inginkan suasana baru." "Sedikit kudengar itu via teleponmu beberapa kali, ingat? Tapi, paparkan." "Lebih terasa lega jika masalah yang memusingkan kepala ini kucurahkan langsung pada kamu." "Detailkan bagian ini, Silvana!" "Urusan bisnis Papaku, kau tentu lebih piawai dari mana memulai sampai beres. Tapi, resah pribadiku siapa yang ... sori, ... enggak ... kucabut keluhku baru saja." "Aku ngerti ... ouff, bukan ... aku paham ...." "....?!" "Usah khawatir, Silvana. Sebagai tim konsultan bisnis properti, aku bersikap profesional. Sebagai teman reuni sesama mantan mahasiswa, aku janji buat bantu kamu .... ( namun sebagai aku di kala senyum do'i hampir jatuh ke tanah, aku pungut dan memasangnya kembali ... )" ".......???!!!" "Kapan dokumen perusahaan beserta data investigasi marketing bisa segera dianalisis ulang?" "Berkas-berkas akan kukirim ke kantormu, ... emm ... besok siang." "...." "...." "Rujuk saja lagi ...?! ( ... bukan mauku, silv ... )" "Saran kuno, klise, yang kudengar ke seribu kali, mulai dari luaran sana sampai kamu baru saja .... Enggaklah, Tom." ( nggak mau bagaimana? ) "Tommy ... usai dulu, Ya. Kukira, kau tidak keberatan jika pertemuan ini berlanjut? Aku sangat senang bisa kau bantu. Mungkin inilah peluang yang lebih baik menemukan solusi bisnis sekaligus meretas ganjalan perasaanku." "Dengan senang hati. Aku antar ke mana?" "Terima kasih, teman. Seperti biasa sopir Papa akan mengantar ke mana pun aku pergi."

**

....... "Halo ...?! .... Iyaa ... aku barusan meninggalkan kantor asosiasi Real Estate Indonesia!" "Jam setengah 5 sore!" "OK!" "...." "...."

**

....... "Baik, aku datang lebih awal, Cantik!" "Jemput aku dulu yaa ... di Bank Indonesia!" "...." "...."

**

....... "Bagaimana bisnismu hari ini?" "Lumayan, kemelut akibat persaingan antar sindikasi sang mantu dan sindikasi sang mertua sudah kulimpahkan ke badan arbitrasi. Kemungkinan besar situasi tidak kondusif antar raja properti juga karena dipicu ulah oknum badan pertanahan dan ada rekayasa yang difasilitasi jaringan investor nakal. Agenda pembebasan lahan tanah pun telah dikacau oleh oknum pejabat kabupaten dan wakil rakyat juncto oknum partai. Bahkan ada keterlibatan link di instansi mendagri." "Huah ... dari dulu juga begitu." "Kelompok perusahaan properti Bhaskara pun mengalami tekanan dari spekulan dan terjebak rekayasa yang sama." "Mumpung hangat, ini diminum, Tom." "Ya." "Tapi, seperti pernah kubilang, Bhaskara selalu memperdebatkan biang persoalan bisnis itu di rumah. Aku jengah, bising, Tom. Bahkan sudah keterlaluan. Di ranjang pun dia tak segan membentakku demi ambisi gila mereka untuk menyaingi kemajuan perusahaan Papa. Sikapnya semakin hari kian memuakkan!" "Sabarlah, Silv ... semua persoalan bisa di atasi satu persatu, asal mau berusaha." "...." "...."

**

....... "Perjamuan makan malam kemarin sungguh merupakan kehormatan bagi lembaga kami. Kami, aku, senang dapat mendukung klien yang sedang punya masalah terkait bisnis properti." "Ini ... satu lagi ... undangan istimewa buat kalian." "... dari siapa, kapan?" "Dari Papa. Keluarga Papa beserta relasi berkehendak membalaskan perhatian ... surprise, karena kalian berhasil menyelesaikan beberapa masalah utama yang menimpa perusahaan kami. Siapkan dirimu, Tommy ..., ( besok kuantar ke butik langganan para pesolek macho ... )" "Betapa akan bangga teman-teman di lembaga mendengar kabar gembira ini, Silvana." "...." "...." ( ... uiih, tommy ... )

**

....... "Say ....?!" "Hai ...! ....... "Terima kasih, siang ini kau telah menungguku dengan cara duduk dan menatapku seperti itu. Tommy .... Nah, ini nih ... lagi-lagi kopi panas kau aduk sesaat sebelum minum. Aku suka gerakan itu, Tom!" "Situ juga ... ( mempesonakanku ) ..., emm manja ...." "Sediakan waktu untukku, yach ...?!" "Hmm ...." "Kau janji akan menemani seperti selama ini, Tom ..." "Eaa ...." "Tommy, ... ( hati ini ... gundah ini ... )" "Aku mengerti perasaanmu ... aku masih mendengarmu, Silvana ...." "Tidak sia-sia kesempatan ini ... maka di sinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok ...." "Silvana, ... itukah pula harapanku?" "Eee ... iyaa ... harusnya ... eeh ... doa kita, Tommy ...." "Silvana, dengarkanlah ... kali ini aku serius lebih dari biasanya ..." "Kurasa kau takkan perlu berkata-kata. Bertindaklah, sayang! Realistis ...." "Walau lembut, keinginanmu tetap membaja." "Begini mauku ..." "...?" "...!" "Ini bukan soal momentum, atau pun kesia-siaan. Sebentar lagi kau akan mengerti!" "Lantas apa?" "Ingatkah ... dia?" "Dia siapa?!" "Bhaskara. Dia sudah bertemu Papa. Mereka sepakat tak perlu mengurus bisnis ke meja hijau." "Sebelumnya tidak kau katakan hal itu?!" "Iyalah ... etika." "Aku tak pedulikan semua itu! Dan ... apa tak sedikit pun pedulikan aku?" ( ... ya, tapi hanya ketika kuteguk kopi aroma ... ) "Tommy, katakan?! Kenapa?" "... karena kau istri sahabat karibku." "Coba kau ulangi katamu, Tom! ... jadi, kau sangat akrab dengan Bhaskara!? ( ... sekongkol, ya! konspirasi! ) "Lebih dari itu, telah dua kali dia selamatkan beberapa perusahaan besar ekspor-impor milik keluargaku." " ... ouhh, ...! Tom!!!" " ... setelah lulus, aku mengenalnya ketika sama-sama mengambil program master di Jogja. Aku selesai lebih dulu dan kejar-proyek properti Eropa." " ... uuugghh ....!" "Aku tidak bermaksud mengecewakan dirimu, Silvana. Kau, Papa ... adalah klien kami yang terbaik, harus kubantu menuntas semua urusan bisnis Papa. Beliau sangat berharap kaulah nanti yang akan memimpin perusahaan dengan lebih baik dan mampu mengantisipasi pesaing terbesar ...." " ... iiigghh ... beberapa bulan terakhir ini aku senang kau dampingi menyelesaikan persoalan bisnis Papa. Beliau sangat berterima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh lembaga konsultan kamu. Kurasa, bagiku, urusan bisnis bukan satu-satunya terpenting." "Silvana, pelan saja nangisnya yaa ...?!" "Tommy sayang, kau ini ... yang sudah terlanjur kuanggap dapat mengerti perasaanku. Bukan dia ...!" "Ingatlah, Silvana. Masalah pekerjaan tidak selamanya mulus. Bila kasus sangat fatal, biasa melanda perjalanan rumah-tangga kalian. Hubunganmu dengan Bhaskara masih bisa diperbaiki. Dia hanya butuh beberapa waktu untuk kembali memandangmu sebagai istri, bukan sebagai rival bisnis seperti selama ini." ( iya, ku lebih sukai kamu, tom ... ) "Bhaskara sering kuajak bicara jauh sebelum kau ceritakan semuanya padaku. Dia pun berdebat tentang disharmoni hubungan kalian. Dia melarangku menemuimu bila suatu saat kau atau Papamu butuh jasa konsultan sepertiku. Suatu ketika, dia mau mendengar sebuah rencana besar. Sejawatku di Jakarta sepakat mengawal bisnis Bhaskara agar bisa keluar dari cengkeraman hidden agenda yang dilancarkan diam-diam oleh anggota group bisnis suamimu sendiri. Aku tetapkan sikap memihak Papamu." "...." "Duh, Tommy ... kaulah ...." "Iya ... sudahlah ... hmm, cukupkan aku sebagai sahabatmu ... sahabat suamimu ...!" " ... Tom ...." " ... Silv ...." "...." "...."

*

....... ....... ( ... tom ... ) ( ... silv ... ) ....... .......

**

*

.

[ tulisan kreatif | 3 dari 3 cermin | Ramen ]

… in edited

.

.

* Pesta Ramen, Desa Rangkat, Medio 12 Januari 2012 23:23

.

DEAR Menu:

Ramen Day #1 |   Ramen Day #2 |   Ramen Day #3

.

Cicipi hidangan pesta Desa Rangkat, pilih menu Ramen, dan rileks …

.

NB: Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju ke sini atau klik tag ramen

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun