Mohon tunggu...
SUHAM CAHYONO
SUHAM CAHYONO Mohon Tunggu... Penulis - Berfilsafat untuk Menemukan Jati Diri

Mahasiswa Pascasarjana pada program studi Magister Akuntansi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dari Stagnasi ke Inovasi, Peran Keuangan Berkelanjutan dalam Menghindari Jebakan Ekonomi

22 September 2024   13:19 Diperbarui: 22 September 2024   13:23 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

The world is changing. Let’s lead the shift towards sustainable finance. (Refinitive Sustainability Perspectives)

Sahabat Media Kompasiana, selamat menikmati akhir pekan Anda. Kali ini, saya ingin berbagi pandangan mengenai isu yang sangat relevan dan mendesak: ekonomi berkelanjutan di tengah tantangan resesi ekonomi global. Dalam beberapa kesempatan, saya telah mendalami peluang ekonomi berkelanjutan, terutama dari perspektif perubahan iklim dan dinamika ekonomi ASEAN. Yang mengejutkan, ketika melihat faktor-faktor yang mendorong dan menghambat sistem ekonomi di ASEAN, riset-riset empiris menemukan bahwa Indonesia memiliki potensi ketahanan ekonomi yang sangat kuat dibandingkan negara-negara tetangga. 

Hal ini didukung oleh peran vital UMKM, yang tanpa disadari menyumbang hampir 20% dari produk domestik bruto kita. Oleh karena itu, dari sudut pandang potensi resesi global yang mungkin kita hadapi, penting untuk mengkaji lebih dalam konsep dan praktik keberlanjutan keuangan serta tantangan yang akan dihadapi dalam proses transisi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Model ekonomi yang kita gunakan saat ini dibangun pada era kelimpahan sumber daya, saat sumber daya alam melimpah dan emisi karbon belum menjadi perhatian utama. Model ini tidak memperhitungkan dampak lingkungan, hanya mempertimbangkan tenaga kerja dan modal.

 Begitu pula, teori keuangan tradisional gagal memasukkan nilai sumber daya alam di luar kontribusi jangka pendek mereka terhadap arus kas. Risiko penipisan sumber daya secara kritis diabaikan. Meski masih banyak digunakan, model-model ini kini menjadi tidak relevan dan usang. Kita berada di tengah transisi menuju ekonomi rendah karbon dan ekonomi sirkular untuk menghadapi tantangan lingkungan yang semakin mendesak. 

Pada fase awal transisi, kita masih bisa menyesuaikan pola produksi dan konsumsi secara bertahap. Namun, jika transisi ini tertunda, kita akan menghadapi guncangan mendadak yang berpotensi mengakibatkan aset-aset menjadi tidak bernilai lagi. 

Sayangnya, banyak perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam masih enggan menerima kenyataan ini, dengan harapan bahwa transisi akan berjalan lambat dan memungkinkan mereka untuk terus beroperasi tanpa perubahan signifikan. Sikap ini tidak hanya tidak rasional tetapi juga berisiko tinggi, mengingat perubahan mendasar yang sedang berlangsung dalam ekonomi global.

Dalam sistem ekonomi yang kompetitif, produksi massal telah menyebabkan masalah serius seperti jam kerja yang panjang, upah yang rendah, dan eksploitasi pekerja anak. Fenomena ini dimulai di negara maju dan kemudian berpindah ke negara berkembang, menambah beban yang sudah berat. 

Untungnya, upaya untuk melawan praktik-praktik ini semakin meningkat dengan diperkenalkannya berbagai peraturan sosial yang bertujuan mempromosikan pekerjaan yang layak serta meningkatkan akses ke pendidikan dan perawatan kesehatan. Namun, perubahan ini tidak datang dengan mudah. Untuk benar-benar memandu transisi menuju ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, diperlukan komitmen yang lebih dalam. 

PBB telah merancang Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan sebagai panduan. Agenda ini menekankan pentingnya perubahan perilaku dalam masyarakat global kita. Hanya dengan mematuhi prinsip-prinsip tersebut dan mengadopsi pendekatan yang lebih etis, kita dapat berharap untuk menciptakan masa depan di mana produksi massal tidak lagi mengorbankan kesejahteraan pekerja dan hak-hak dasar manusia.

Pembangunan berkelanjutan adalah konsep integral yang menggabungkan tiga aspek utama: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Saat ini, kita menghadapi sejumlah tantangan signifikan dalam mencapai keberlanjutan. 

Dalam ranah lingkungan, masalah seperti perubahan iklim, perubahan penggunaan lahan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan penurunan sumber daya alam mengancam kestabilan sistem Bumi kita. Di sisi sosial, kemiskinan, kelaparan, dan kekurangan akses terhadap perawatan kesehatan memaksa banyak orang hidup di bawah standar minimum yang layak. 

Pembangunan berkelanjutan bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tetapi juga memastikan bahwa generasi mendatang akan memiliki akses yang sama terhadap sumber daya penting, seperti makanan, air, perawatan kesehatan, dan energi. 

Ini berarti kita harus memikirkan cara-cara untuk menjaga keseimbangan dalam proses sistem Bumi agar tidak tertekan lebih jauh. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan menuntut kita untuk mengelola sumber daya dengan bijaksana dan adil, sehingga kita dapat memastikan kualitas hidup yang baik untuk semua tanpa mengorbankan masa depan planet kita.

 

Mengapa Keuangan Harus Berkontribusi pada Pembangunan Berkelanjutan?

Keuangan memiliki peran krusial dalam pembangunan berkelanjutan, karena tugas utamanya adalah mengalokasikan dana ke sektor-sektor yang paling produktif. Sebagai penggerak utama investasi, keuangan dapat menjadi kekuatan pendorong dalam transisi menuju ekonomi yang lebih rendah karbon dan sirkular. 

Dalam konteks ini, keuangan berkelanjutan menawarkan pandangan tentang bagaimana investasi dan pinjaman dapat berinteraksi dengan isu-isu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keuangan bukan hanya soal alokasi dana, tetapi juga tentang membuat keputusan strategis yang mengakomodasi tujuan-tujuan berkelanjutan. Ini termasuk memilih investasi yang mendukung praktik bisnis yang ramah lingkungan dan sosial. Dengan memberikan pengaruh kepada perusahaan melalui investasi, investor jangka panjang dapat memandu perusahaan menuju praktik yang lebih berkelanjutan. 

Selain itu, keuangan berperan penting dalam penetapan harga risiko, yang membantu menangani ketidakpastian terkait masalah lingkungan, seperti dampak emisi karbon terhadap perubahan iklim. Dengan demikian, keuangan berkelanjutan dan keberlanjutan itu sendiri saling terkait dalam memandang masa depan. Selama beberapa dekade terakhir, pemikiran tentang keuangan berkelanjutan telah mengalami evolusi signifikan. 

Fokusnya telah bergeser dari keuntungan jangka pendek menuju penciptaan nilai jangka panjang. Ini menandai perubahan paradigma yang penting, yang menegaskan bahwa masa depan keuangan harus selaras dengan prinsip-prinsip keberlanjutan untuk menciptakan dampak positif yang bertahan lama.

Dalam era Keuangan Berkelanjutan 2.0, lembaga keuangan semakin menyadari pentingnya memasukkan eksternalitas sosial dan lingkungan negatif dalam proses pengambilan keputusan mereka. Di masa depan, dampak dari eksternalitas ini dapat menjadi signifikan, baik dari segi biaya seperti pajak karbon maupun dalam hal reputasi lembaga tersebut. 

Dengan memperhitungkan eksternalitas ini, lembaga keuangan dapat mengurangi risiko bahwa investasi mereka akan menjadi tidak layak. Risiko ini, secara khusus, terkait dengan jatuh tempo instrumen keuangan; artinya, risiko ini cenderung lebih besar untuk ekuitas (saham) dibandingkan dengan utang (obligasi dan pinjaman). 

Di sisi lain, internalisasi eksternalitas memiliki manfaat yang signifikan. Dengan mengadopsi pendekatan ini, lembaga keuangan dan perusahaan dapat memperbaiki dan memperkuat kepercayaan publik mereka. Hal ini merupakan langkah penting untuk mengelola risiko reputasi dan menunjukkan komitmen terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, yang pada akhirnya akan mendukung keberlangsungan dan kinerja jangka panjang mereka di pasar.

Resesi ekonomi global, meskipun sering dianggap sebagai tantangan berat, sebenarnya menyimpan peluang yang signifikan bagi berbagai negara. Ketika dunia menghadapi krisis ekonomi, ini bisa menjadi kesempatan bagi negara-negara untuk memperbaiki struktur ekonomi mereka, dengan fokus pada tujuan jangka panjang dan regenerasi ekonomi yang lebih hijau. 

Namun, penting untuk diingat bahwa peluang dalam proyeksi krisis global tidak boleh dianggap remeh; mereka juga berpotensi menjadi ancaman serius bagi ekosistem ekonomi suatu negara. Untuk memanfaatkan peluang ini secara optimal, negara dan seluruh elemen dalam masyarakat perlu mengevaluasi berbagai dimensi dari resesi, baik dari sisi positif maupun negatif. Pandangan yang menyeluruh dan bijaksana dapat membantu dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Di sisi lain, tantangan yang muncul dari resesi global dapat menjadi jauh lebih besar jika negara tidak memiliki kebijakan dan strategi yang tepat. Oleh karena itu, dalam menghadapi resesi global, keterampilan dalam menilai dan memanfaatkan potensi yang ada sangatlah penting. Secara keseluruhan, resesi ekonomi global menawarkan dua perspektif: peluang untuk perbaikan dan tantangan yang harus dihadapi. Kunci untuk sukses terletak pada kemampuan negara untuk melihat dan menavigasi kedua aspek ini dengan cermat dan strategis.

Menghadapi tantangan transisi keuangan berkelanjutan di tengah ancaman resesi global tidak boleh menjadi alasan untuk menghentikan langkah pertumbuhan ekonomi kita. Ancaman resesi global, yang telah menjadi topik perdebatan sejak awal September 2022, seharusnya mendorong Indonesia untuk terus menyusun kebijakan dan strategi yang relevan. Pada tahun 2023, negara ini harus mampu menavigasi tantangan tersebut dengan kebijakan yang tepat agar transisi dari ekonomi linear ke ekonomi sirkular dapat tercapai dan memberikan dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi Kebijakan

Untuk memaksimalkan manfaat dari resesi global dan mengurangi dampak negatifnya, beberapa kebijakan strategis perlu diterapkan. Pertama, investasi dalam infrastruktur hijau harus menjadi prioritas utama, dengan fokus pada proyek-proyek energi terbarukan, transportasi berkelanjutan, dan pengelolaan sumber daya alam yang efisien. Ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru tetapi juga mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon. 

Selain itu, pemerintah harus melakukan reformasi kebijakan ekonomi untuk meningkatkan ketahanan, termasuk mengoptimalkan pengeluaran publik dan memperbaiki sistem perpajakan. Dukungan bagi UMKM, yang sering kali menjadi sektor yang paling terpengaruh selama resesi, juga krusial; subsidi, akses mudah ke pembiayaan, dan bantuan teknis dapat membantu mereka bertahan dan berkembang. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja penting untuk meningkatkan daya saing dan mempersiapkan masyarakat untuk pekerjaan di sektor-sektor baru. 

Selain itu, perencanaan dan manajemen risiko harus diperkuat melalui penyusunan rencana darurat yang komprehensif dan penciptaan buffer ekonomi. Kolaborasi internasional juga sangat penting, karena resesi global mempengaruhi banyak negara secara bersamaan; negara-negara perlu berbagi informasi, pengalaman, dan solusi inovatif. Terakhir, promosi inovasi dan teknologi dapat mempercepat pemulihan ekonomi dengan mendukung riset dan pengembangan serta mempermudah akses ke teknologi canggih. 

Dengan menerapkan kebijakan-kebijakan ini, negara dapat menghadapi tantangan resesi global secara lebih efektif dan memanfaatkan peluang untuk membangun ekonomi yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan di masa depan. Rekomendasi akhir dari analisis ini adalah perlunya kerja sama yang erat dan tanggung jawab bersama dalam mengoptimalkan fungsi dan tugas masing-masing lembaga. 

Sinergi antara lembaga negara harus diprioritaskan, dengan menghindari faktor-faktor yang dapat menghambat kolaborasi. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat meningkatkan peluang pertumbuhan ekonominya, bahkan di tengah ancaman resesi global yang mengancam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun