Mohon tunggu...
Suhaimi Arza
Suhaimi Arza Mohon Tunggu... Guru - Guru, Dai dan Pemerhati Pendidikan

Guru dan Sekaligus Fasilitator Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kerugian Sistem Rangking di Raport pada Siswa Tingkat Dasar

24 Desember 2022   09:13 Diperbarui: 24 Desember 2022   09:17 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kesedihan siswa yang tidak memperoleh ranking (Sum Foto POS Kupang)

Bagi raport bagi seluruh peserta didik telah tiba, semua menerima hasil dari satu semester yang telah mereka lalui. Nilai dari  angka  setiap pelajaran telah tertera pada setiap halaman  hasil  yang dibagikan oleh para ibu guru.

Hari ini setelah bagi raport ada orang tua yang bertanya kepada wali kelasnya  "buk anak saya kok g ada rankingnya ?"  si ibu menjawa "memang semua tidak ada lagi ranking". Jawaban tersebut tidak memuaskan orang tua sianak sehinngga saat selesai bagi raport masuk sms yang  "bu untuk saran kedepan tulis saja ranking 1-10 !",  si guru tersebut selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik agar semua siswa dan orang tua terpuaskan dari apa jawaban yang diberikan agar tidak ada yang tersakiti sehingga ia bertanya kepada guru yang lebih senior bagaimana cara menjawab pertanyaan orang tua ini ? akhirnya ada jawaban yang menyebutkan tulis saja sekarang diraport memang tidak lagi dibolehkan menuliskan ranking.

Selesai bagi raport ada juga yang merasa sedih dan sedikit mukanya yang ketakutan   sehingga penulis bertanya  "kenapa kamu nak ?," dia  menjawab "g dapat ranking, mamak ntik pasti marah !,"  kenapa bisa ada orang tua yang masih berfikiran tempat belajar menjadi arena kompetensi ? sehingga disetiap pembagian raport selalu ada momok yang  mengerikan dari siswa  seolah olah mereka dipaksa untuk mengejar peringkat kelas, bersaing bahkan ditingkat sekolah dasar telah mengakar saat ini.

Mungkin dalam hati bertanya tanya atau bingung bahkan iba kepada anak kecil yang tidak tau apa apa ini. hnaya karena ranking dipermasalahkan oleh orang tuanya seolah  olah apabila mendapat ranking anak tersebut saat dewasanya akan berhasil dan sukses badahal itu tidak ada jaminan sedikitpun. 

Menurut Dr.Adi Gunawan, founder Institute og  MInd Technology dalam bukunya " Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan" (2005),  menulis bahwa sistem ranking itu tidak adil dan berbahaya bagi perkembangan konsep diri anak  karena yang menjadikan patokan selalu nilai rata rata semua mata pelajaran.

Merujuk kepada artikel Ayobandung.com,2018) tertulis  bahwa pendidikan di Negara tetangga kita  Malaysia dan Singapore telah menghapus secara resmi sistem pemeringkatan bagi murid sekolah dasar hingga sekolah menengah Atas (primary and secondary school). Penghapusan sistem ini menegaskan bahwa sekolah/madrasah bukan ajang kompetensi.

Seseorang yang dianggap pintar tidak hanya dilihat dari nilai pengetahuan semua mata pelajaran atau rangking yang didapat. Namun juga bisa diukur dari adab ketika berhdapan dengan yang lain, bakat yang dimiliki , keuletan dalam berorganisasi dan komunikasi diantara sesamanya.

Apabila sistem ranking terus dipertahankan maka seperti penulis ceritakan diatas anak akan berfikir secra linier dan cenderung melabeli dirinya adalah orang bodoh, akaibatnya, anak bisa menajdi minder dan tambah down atau malas dalam belajar bahkan terjadi indikasi korban bullying yang marak saat ini.

Bukan hanya anak yang tidak dapat ranking, siswa yang memperoleh peringkat juga akan berimbas dan terbebani secara psikologis, karena dituntut harus selalu mempertahankan rangking dan menjadi nomor satu selalu. tuntutan ini bisa dari orang tua, maupun guru,atau diri sendiri yang selallu ingin disebut orang cerdas. terlihat dari status orang tuanya memamerkan ketika anaknya memperoleh ranking dan mempublikasikan dengan kata kata anakku juara 1,2 dan 3 sehingga secara tidka langsung sudah  ada perintah kedepan harus mempertahankannya dan peringkat satu hrus diraih atau pertahankan.

Ketika peringkat turun walaupun hanya satu strip akan memicu terjadinya tindakan negatif  dari anak yang sangat belia dengan tidak suka kepada temanny yang melewatinya, dendam karena merebut posisi rankinya, dan akan timbul berbagai persoalan karakter negatif lainnya dari sistem perengkingan ini.

Sebagai bahan masukan untuk kita guru dan para orang tua agar terbuka wawasan mengenai sistem perengkingan, ada beberapa kerugian dari sistem ranking diantaranya :

1. Sistem ranking hanya menunjukkan capaian relatif 

Ranking satu tidak menjamin kepintara yang baik karena semuanya bergantung dari siswa lain yang menjadi saingannya.

2. Sistem ranking menyembunyikan capaian belajar yag esensial 

kemampuan untuk siswa bukan hanya pengetahuan banyak aitem kemampuan lainya seperti kemampuan manjadi dewasa, mandiri, bersosialisasi, menyelesaikan masalah, mengatur emosional, adab dan penerapan karakter yang saat ini sedang digalakkan disetiap satuan pendidikan madrasah seperti Moderasi beragama.

3. Sistem ranking menyampingkan tujuan belajar yang sesungguhnya

Anak akan melupakan manfaat belajar, semua daya  dan upaya akan dikerahkan untuk belajar hanya mengejar ranking, bukan untuk penguasaan yang  menjadikan bekal menghadapi tuntutan hidupnya kedepan.  

4. Sistem ranking menciptakan suasana kompetisi

Saat ini dalam setiap PKB guru selalu disampaikan bahwa pembelajran di era abad 21 adalah belajar dengan suasana kolaboratif atau bersama sama. BUkannya lagi zaman dipaksa untuk berkompetensi mengejar ranking disekolah, tetapi anak anak harus dibantu, didukung, dan diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi masing masing  yang ada pad diri mereka.

Menumbuhkan kreatifitas dan penerapan karakter pada anak lebih penting daripada terus  memaksa untuk menjadi multiple intelligences (menguasai 9 aspek kecerdasan) yaitu musikal, intrapersonal, visual spasial, naturalis, linestetik, moral, verbal linguistik dan logika matematika.

Setiap anak punya pastinya ada yang menonjol dari setiap  kecerdasan tersebut  atau bahakan bisa memiliki kecerdasan sekaligus (kecerdasan majemuk).

5. Sistem ranking hanya memmbangun motivasi  eksternal 

Anak anak akan belajar hanyamengejar peringkat di sekolahnya, dia akan giat belajar saat mendekati ujian saja. selebihnya dia tidak akan belajar kerana tidak dinilai. padahal dalam kehidupan belajar itu adalah sebuah kebutuhan hidup untuk kemajuan diri sendiri, tak peduli apakah dinilai atau tidak.

Artikel ini ditulis untuk memberikan wawasan kepada kita selaku guru dan orang tua agar dapat terbuka wawasan dan pengetahuan serta bahan pertimbangan stek holder dalam  membuat kebijakan untuk kemajuan dunia pendidikan khususnya  mengenai penerapan  sistem ranking baik di sekolah maupun madrasah.

penulis dan editor : Suhaimi (pemerhati pendidikan)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun