***
Nadira meraih mushaf bersampul merah ati. "Bu, aku ingin membanggakan ibu dengan cara ini. Mulai sekarang aku bukan Nadira beberapa bulan yang lalu. Aku ingin belajar Al-Qur'an lagi Bu. Aku ingin menghafalkannya. " Ibu terkejut mendengar apa yang dikatakan anak semata wayangnya itu. Ibunya tahu jika dulu Nadira sangat susah disuruh mengaji. Ketika disuruh mengaji ke rumah ustadzah Aisyah ada-ada saja alasannya. Sakit perut lah, sakit kepala lah. Namun sekarang dari raut wajahnya terpancar keinginan besar untuk belajar dan menghafal Al-Qur'an.
"Kamu serius Nadira?"
"Tentu saja bu, aku ingin menjadi anak yang bisa memberikan mahkota indah surga untuk kedua orang tuannya. Aku mendengar seorang penceramah yang menjelaskan sebuah hadis, barang siapa seorang anak yang belajar dan menghafal Al-Qur'an maka  Allah akan memberikan kedua orang tuanya mahkota surga. Aku ingin ngasih mahkota surga buat ayah dan ibu." Kata Nadira. Mendengar ucapan Nadira yang seperti itu, Ibu pun menangis haru.
"Terima kasih ya Allah engkau telah membangkitkan semangat hidup anakku, yang selama berbulan-bulan terpuruk dalam kubangan keputus asaan. Hari-hari Nadira senantiasa diisi dengan kesedihan dan keputus asaan. Namun kini ia kembali ceria dan bersemangat," gumam ibunya dalam hati sembari memeluk Nadira dengan deraian air mata.
Nadira pun mulai belajar  Al-Qur'an lagi. Ia tidak hanya belajar memperbaiki bacaannya saja tapi juga menghafalkan ayat demi ayat, surat demi surat dan juz demi juz. Ibunya mendatangkan seorang ustazah yang juga penghafiz Qur'an ke rumahnya. Ustazah itu adalah teman ibunya sendiri waktu SMP.
Hari demi hari Nadira belajar dan menghafalkan Al-Qur'an. Waktu luangnya senantiasa diisi dengan hafalan. Semangat hidup Nadira  kembali menyala bagaikan api unggun. Ibunya bisa membedakan jika kini semangat  hidup anaknya lebih besar dari sebelumnya. Bahkan lebih besar semangatnya daripada ketika menggeluti dunia atlet. Jika dulu sifat Nadira terkadang suka manja dan malas malasan dan ayahnya lah yang menyemangatinya. Tapi sekarang sifat manja itu hilang sama sekali. Perkembangan hafalan Nadira semakin hari semakin pesat.Â
Dalam waktu satu tahun  nadira mampu menghafalkan 30 juz Al-Qur'an.  Hingga pada suatu hari ustadzahnya mengikutkan Nadira untuk lomba tahfiz Qur'an bulan ramadhan di televisi. Para dewan juri memuji kemampuan hafalan dan bacaan Al-Qur'annya Nadira. Hingga Nadira berhasil mendapatkan Juara satu. Â
***
Sungguh ibunya tidak pernah menyangka. Â Semangat Nadira bisa bangkit kembali dan hari itu Nadira memberangkatkan ibunya umroh dari hsil hadiah juara satu lomba tahfiz itu. Rasa bahagia, haru berpadu menjadi satu.
"Nadira, kini ibu sudah melihat mahkota surga yang kamu katakana itu, bagi ibu kamulah mahkota surga yang nampak di dunia ini . Ayahmu juga pasti bangga dengan keberhasilanmu," ujar ibunya sembari mengecup kening nadira. Angin awal musim  dingin di Jabal Uhud berembus pelan. Udara belum terlalu dingin. sembari melayangkan tatapannya kepada tanah gurun yang membentang, Nadira mengucap syukur atas apa karunia yang ia peroleh.