Mohon tunggu...
Suguh Kurniawan
Suguh Kurniawan Mohon Tunggu... Editor - video editor | vidographer | street photography | film doumenter | Sampel project ada di youtube dan Instagram: Docu Bandung

Apabila engkau bukan putra raja atau putra ulama besar, maka menulislah!” (Imam Al Ghazali)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis: Antara Kultur dan Persepsi

18 April 2024   20:18 Diperbarui: 21 April 2024   16:00 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persepsi

Masih dari buku Writerpreneurship, saya belajar juga soal persepsi seorang (calon) penulis. Hal ini yang membedakan antara penulis profesional dan mereka yang menjadikan menulis sekedar mengisi waktu belaka. Mereka yang menganggap menulis sekadar untuk mengisi waktu, tidak akan punya deadline. Proses kreatif baru dilakukan setelah aktfitas utama selesai dilakukan, seperti bekerja, mengurus anak, kuliah dan sebagainnya. Tak ada keseriusan untuk mengolah tulisan secara matang hingga menjadikannya menjadi berkualitas dan layak dipublikasikan secara komersil.

Namun mereka yang profesional menganggap menulis adalah pekerjaan. Karena mereka bekerja maka hasil terbaiklah yang mesti diberikan pada pembaca.

Oleh sebab itu mereka melakukan riset dengan matang, banyak membaca bahan baik dari buku, koran atau media online. Naskah diolah dengan tidak terburu-buru karena yang hendak dicapai bukan hanya kuantitas tapi juga kualitas. Target harus dipenuhi tepat pada waktunya, deadline tak bisa ditunda tunda dan ditawar lagi

Para profesional adalah mereka yang sukses mengenyahkan macam- macam alasan seperti tidak mood lah, banyak pekerjaan lah, capek lah, sedang mengalami writing block lah. Lantas menggantinya dengan karya terbaik yang sebelumnya telah dikristalkan melalui proses riset yang baik.

Selain itu mereka kapabel di segala bidang. Artinya baik tulisan fiksi ataupun ilmiah dapat dikuasai. Dengan begitu kesempatan berkarya menjadi lebih terbuka.

Dengan masih banyak keterbatasan dan kekuarangan, nyatanya saya memang harus banyak baca buku tips nulis. Kalau saya sendiri selama ini belajar nulis dari proses learning and doing. Berjalan begitu saja. Prosesnya cuma dari jalur coba dan gagal. Kalau gagal ya coba lagi, kalau gagal lagi ya coba lagi, begitu terus. Kadang nyerah, kadang bisa bertahan.

Jadi kalau ditanya soal teori nulis saya sendiri nggak tahu teori menulis. Namun pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan kalau membaca karya penulis semisal buku witerpreneur banyak membantu untuk terus berkembang.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun