Mohon tunggu...
Suguh Kurniawan
Suguh Kurniawan Mohon Tunggu... Editor - video editor | vidographer | street photography | film doumenter | Sampel project ada di youtube dan Instagram: Docu Bandung

Apabila engkau bukan putra raja atau putra ulama besar, maka menulislah!” (Imam Al Ghazali)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rachel Corrie: Martir Kemanusiaan Amerika untuk Gaza

17 April 2024   15:44 Diperbarui: 17 April 2024   15:47 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi Relawan Ke Gaza

            Pada Januari 2003 Rachel Corrie memutuskan untuk mengambil cuti kuliah di kampusnya Evergreen State Collage. Kemudian menjadi aktifis kemanusiaan dan berangkat ke Palestina. Di sana dirinya bergabung dengan International Solidarty Movement (ISM) organisasi kemansiaan internasional yang anggotanya terdiri dari sejumlah negara seperti Inggris, Jerman, Italia, Amerika dan lain lain.

            Sebelum Corrie berangkat, ibunya berujar tak akan ada yang menyalahkannya bila mengurungkan niat pergi ke negeri yang sedang dilanda konflik bersenjata itu. Corrie menjawab rasa takut merupakan sifat yang manusiawi, namun melakukanya bukan hal yang mustahil dan ia harus mencobanya. Ia yakin jika aksi aksi damai merupakan solusi yang efektif guna menghentikan pembataian orang-orang Palestina. Menurutnya Palestina bisa merdeka sebagaimana Amerika dan seluruh dunia bisa merdeka.

            Sejumlah aktifitas sosial dilakukannya saat tiba di Jalur Gaza. Ia mengasuh anak-anak yatim Palestina dalam naungan Children Parlemeint. Selain itu Corrie dan kawan kawannya sempat pula menjadi perisai hidup. Mereka mengelilingi para pekerja air Palestina yang sedang menggali sumur. Hal tersebut dilakukan hingga larut malam agar para pekerja terhidar dari bidikan sniper tentara Israel.

            Lebih jauh seperti yang dituturkan orang tuanya, saat Corrie sampai di Raffah-Jalur Gaza ia menyaksikah hal hal yang membuat perasaanya miris. Di antara puing-puing rumah penduduk yang telah lantak, tank dan bulldozer lalu lalang. Selain itu terdapat pula sejumlah pos penggeledahan dan menara menara tempat para sniper mengintai. Corrie mengambarkan warga Palestina yang dalam penindasan, berusaha terus bertahan. Wajah-wajah mereka ujarnya, tampak lusuh karena serba kekurangan, menderita kemudian menunggu giliran untuk  direnggut oleh maut.

            Pada 16 Maret 2003, Corrie kembali menjadikan dirinya sebagai tameng hidup. Ia berusaha mempertahankan rumah Samir Narsrallah yang akan di rubuhkan oleh bulldozer caterpillar D-9R milik militer Israel. Jhon Smith, salah seorang aktivis kemanusiaan mengatakan bila saat itu Corrie sedang ada di jalan yang akan dilalui bulldozer. Ia yakin kalau pengemudi bulldozer melihat keberadaan Corrie.  

            Namun malang bagi Corrie karena kali ini nasibnya tak sebaik seperti pada aksi aksi sebelumnya. Ia justru begitu saja ditabrak dan dilindas bulldozer tersebut. Menurut Ali Mussa dokter yang merawatnya, Corrie tewas dengan luka di kepala dan kaki.

            Pasca kematiannya, banyak kalangan menunjukan simpati atas apa yang telah dilakukan Rachel Corrie. Naima Shayer, salah seorang warga Palestina mengatakan bila Corrie sangat baik pada keluarganya dan sudah dianggap sebagai anak sendiri.  Sedang Colin Reese, teman sesama aktifisnya mengatakan bila Corrie adalah orang yang bekerja keras lebih lama dari siapapun untuk mewujudkan perdamaian. Adapun pemimpin Yasser Arafat Palestina saat itu mengatakan bila Corrie kini bukan hanya putri keluarganya tapi juga putri Palestina.

            Kematian Rachel Corrie telah mengispirasi pula para musisi seperti Patty Smith dan Ten Foot Pole untuk menciptakan lagu tentang dirinya. Lahir pula drama berjudul “My Name Is Rachel Corrie” yang dibuat berdasarkan jurnal dan surat surat elektroniknya. Sedang buku hariannya di terbitkan dalam bentuk buku dengan judul ‘Let,s Me Stand Alone’ dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indoensia pada 2008. Namanya kemudian dijadikan mana Kapal berbobot 500 ton dan panjang 625 meter, yang digunakan untuk mengangkut bantuan kemanusiaan ke Gaza beberapa waktu silam.

            Dari pribadi Rachel Corrie kita dapat mengambil pelajaran yang luar biasa Inspiratif. Bila masa muda tidak bisa begitu saja dilewatkan dengan hura hura dan pesta. Corrie memilih untuk menggiatkan aktifitas literasi dan aktif dalam kegiatan kegiatan kemanusiaan bahkan hingga ke Gaza.

            Selain itu dalam kemanusiaan tiap manusia menjadi setara adanya. Sekat ras, agama, asal dan usulpun dapat luruh dengan sendirinya. Corrie yang seorang Amerika dan Kristen itu, tak sungkan menglurkan bantuan pada warga Palestina yang beragama Islam. Ia telah menggemakan semangat onness atau ke-satu-an antar bangsa banga di dunia ketimbang saling bertikai. Sedang berbuat baik dapat diawali dengan hal hal kecil terlebih dahulu sebelum beranjak pada hal hal besar. Corrie memulainya dengan menulis buku harian yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun