Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ihwal Cerita Pendek

7 September 2022   08:01 Diperbarui: 7 September 2022   08:54 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mati suri, begitu cerita lelaki itu. Kisahnya dibuat dramatis, keluar dari mulutnya sendiri. Tak heran, ia memang dikenal sebagai si tukang dongeng. Ada saja ceritanya yang bikin orang tercengang lantaran terlalu tekun ikut mendengarkan, dan melihat langsung raut ekspresi wajah dan gestur tubuhnya.

"Ceritamu mengada-ada sekali. Kukira itu bohong, hoaks, alias upaya ke arah pembodohan. . . .," gumam Bang Bergas berkomentar.

"Endingnya belum, kamu terlalu cepat menyimpulkan, Bang. . . .!" jawab Pendek sesaat setelah berhenti sebentar dari rentetan cerita tentang Bu Sobiran yang hendak menyembelih anak tunggalnya menggunakan irisan tahu* (sepupuan dengan tempe).

Ya, Pendek** itulah nama si tukang dongeng. Dongengnya dibuat panjang dan berliku, dan bergelombang sedemikian, hingga pendengar dan pecinta ceritanya kerap terhanyut, dan namanya tetap saja Pendek. Bukan yang lain.

Lelaki itu menjadi pencerita ulung setelah mengalami mati suri sendiri. Ceritanya tak lagi mengenai hal remeh-temeh dan keseharian, melain menyangkut cerita alam barzah yang pernah sejenak dicicipinya, tetapi terasa begitu panjang dan lama dialaminya. Maka cerita mengenai alam lain sesudah kehidupan itu pun jadi panjang, seperti tak ada ujungnya.

"Gila betul memang si Pendek itu, panjang amat ceritanya. Semua yang ngeri-ngeri dituturkannya dengan begitu fasih, padahal cuma dongeng. . . . !" komentar Mang Jamilin sekenanya.

Tak pelak tanggapan yang asal-asalan itu diserbu para tetangga yang tahu betul bahwa si Pendek pernah betul-betul mati suri, bukan sekadar mati gaya atau mati rasa.

Tapi Mang Jamilin tak menanggapi, ia memang sengaja memancing, dan rupanya itu caranya untuk mendongkrak popularitas si Pendek sebagai pendongeng andal antar kampung, di desa pinggir kota industri yang tak kenal kata dongeng, sebab pikiran semua orang hanya tertuju pada kerja siang-malam, dan tidak menyisakan waktu untuk cerita omong-kosong soal hidup sesudah mati.

Lambat tapi pasti nama Pendek memang dikenal orang banyak, dikenal pula oleh orang-orang terkenal, terlebih setelah beberapa kali stasiun tv*** mengundangnya untuk bercerita, juga radio dan pemilik podcast maupun sejumlah Youtuber menjadikannya sebagai nara sumber yang ditunggu-tunggu khalayak dan netizen.

Begitulah, cerita tentang si Pendek bakal terlalu panjang untuk diteruskan. Adakah pembaca tulisan ini juga pernah dengar cerita tentang si Pendek? Ah, sudahlah, siapa juga yang peduli tentang si Pendek, sosok absurd itu hanya muncul di benak si tukang cerita yang bernama Panjang. Sungguh.

Sekemirung - Bandung, 7 September 2022 M / 10 Safar 1444 H
Sugiyanto Hadi P.

Catatan:
*Konon cerita nyata beberapa puluh tahun pada sebuah kawasan di Bandung. Seorang bapak bernazar menyembelih anak tunggalnya bila menang lotere, alias undian berhadiah. Omongannya main-main tentu saja, dan tak berharap menang, karena memang selalu kalah. Tapi Allah mengabulkan nazarnya. 

Orang itu melaksanakan nazarnya (sekadar main-mainpula), seketika bahan makanan bernama 'tahu' yang menempel di leher si anak menjadi setajam pisau (bukan silet). Tergoroklah leher si anak, darah muncrat merah-hangat-kental layaknya penyembelihan hewan kala perayaan Idul Qurban, dan tewas.

**Nama pendek banyak digunakan di Tanah Sunda, selain sebutan Aa (kakak/abang), ada nama (panggilan) Uu, Ii, Oo, tapi tidak ada yang namanya Ee. Pada masa kecil penulis, ada nama seseorang entah siapa, tapi semua orang lebih suka memanggilnya 'Pendek', sebab tinggi tubuhnya memang terlalu pendek (bukan termasuk orang cebol).

***Acara tv/radio dan media lain tak lain bincang-bincang, obrolan, wawancara, dan sebutan lain serupa itu. Belakangan supaya keren populer diganti dengan sebutan talkshow. Seseorang, atau sekelompok orang, yang diviralkan media bakal laris-manis menerima undangan mereka. 

Apapun judul talkshow-nya pasti orang itu jua narasumbernya. Itu sebabnya banyak artis dan selebritis maupun selegram dan Youtuber yang suka bikin ulah sesuka-sukanya sendiri. Tujuannya agar diundang sana-sini-situ dengan bayaran yang entah berapa, penulis belum pernah mengintip isi amplop yang diterima para narsum itu.

****Cerita ini hanya fiktif belaka, kalau ada kemiripan dengan cerita seseorang mohon dimaafkan, terlebih bila orang itu memang bernama Pendek, dan pernah mati suri, lalu menjadi pendongeng andal tentang hal-hal seram di alam barzah. Ah, sudahlah.

Gambar: https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/empat-ini-sejukkan-alam-barzakh-yang-panas-dan-pengap-5fBrB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun