Dinar Candy seorang disc Jockey (DJ). Mantan penyanyi dangdut. Juga model hot. Dan sebagaimana pekerjaan dengan tuntutan kehebohan penampilan, nyambung juga ketika ia suka berbikini. Konon alasannya karena stres ada perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM),
Bedanya, sebagai DJ di tempat tertutup. Kali ini di trotoar jalan raya. Tidak gampang melihatnya berbikini sebenarnya. Sebab ada kardus lebar berisi tulisan protes yang menutupi ampak depannya. Tapi jelas, Dinar Candy (nama asli Dinar Miswari, 28) disebut Polisi dalam kaitan itu tersangkut UU Pornografi. Maka tak perlu lama-lama ia jadi tersangka.
Apakah Dinar benar sedang stress? Atau sekadar mencari sensasi? Mungkin jawabnya ya, bagi yang melihat langsung aksinya. Tapi tidak bagi khalayak media. Gambar penampakannya berbikini tidak ada. Begitupun seperti kehebohan lain, berbagai komentar khalayak maupun netizen memunculkan pro-kontra dengan logika masing-masing.
Satu hal yang sedikit mengurangi kesalahan Dinar, ia tidak mengajak siapapun melakukan protes serupa. Ia menganjurkan orang lain (bila ingin protes) gunakan kreasi sendiri. Dan kalau orang tahu dengan aksi berbikin itu harus berakhir di bui, siapa pula yang sudi?
Rupanya ajakan Dinar Candy untuk berkreasi sendiri sudah dilakukan orang lain. Namanya Gan Bondilie. Caranya protes dampak buruk PPKM dengan melukai diri sendiri. Dalam bahasa jurnalis disebut percobaan bunuh diri.
*
Nama Bon segera menjadi buah bibir karena tindakan putus-asa. Ya, masih dalam rangka protes adanya perpanjangan PPKM .
Kondisi kafe dan restoran sangat memprihatinkan. Gara-garanya berbagai pembatasan aktivitas masyarakat. Padahal ia sebagai ketuanya. Ia merasa bertanggungjawb untuk mengubah situasi tidak kondusif itu.
Gan Bondilie (39) pun mengambil langkah drastis. Orang-orang tidak setuju dan menyatakan, aksi itu atas inisiatif pribadi.
Nekat, dan mata gelap. Menggorok leher dan perutnya sendiri hingga berdarah-darah. Bukan di rumah, atau di tempat tertutup lain. Sebgaimana Dinar, Bon juga beraksi di tempat umum dan pada siang hari bolong. Tepatnya di halaman kantor Bali Kota. Tapi nyawa belum melayang. Segera ia dilarikan ke rumah sakit, menjadi pasien untuk ulah tak terpujinya.
Dramatisnya, ia sempat meninggalkan rekaman alasan mengambil jalan itu. Usaha sendiri bangkrut, utang bertumpuk.
Penelitian aspek psikhis menyimpulkan, ia tidak dalam keadaan stres. Ada sejawat sesama pengurus pengelola kafe dan restoran mengira Bon hanya bersandiwara. Tidak betul-betul senekat itu. Sementera MUI setempat berkomentar, apapun alasannya usaha bunuh diri itu salah. Celaka di dunia, celaka pula di akhirat.
*
Masih terkait protes perpanjangan PPKM ada puluhan pedagang di seputaran stadion di Ciceri, Serang, memilih cara lebih santun, simbolis, tetapi tak kalah menyedot perhatian masyarakat. Mereka kompak memasang bendera putih pada akhir bulan lalu. Mungkin mereka meniru pada banyak kota lain.
Para pedagang merasa semakin jauh dari pembeli. Hingga secara ekonomi merasa makin tak berdaya untuk meghidupi keluarga. Kibaran bendera putih menandai kondisi mereka yang menyerah pada keterjepitan yang parah. Â
Seorang pedagang, mewakili suara pedagang lain, menyatakan rasa jengkel. Penghasilan turun drastis selama pemberlakuan PPKM Darurat. Jeritan hati itu diungkapkan dengan memasang bendera putih.
*
Sekadar renungan. Idealnya orang-orang yang menginginkan lockdown sejak awal yang sigap menanggapi banyak protes perpanjangan PPKM. Dengan "lockdown terbatas" saja aksi protes-demo-mengancam rusuh-merebut jenazah terpapar Covid-19 tak putus-putus. Apalagi bila diberlakukan "lockdown betulan".
Tapi ya, beginilah memang kondisi sebagian kita. Ketika menjadi pemain tak cukup memadai hasilnya. Ketika menjadi penonton lagaknya congkak betul. Bersikap layaknya komentator bulutangkis di layar televisi yang gampang menyalahkan: terlalu terburu-buru (sergapan yang menyangkut di net), kurang cermat (bola lambung ke belakang dan dibiarkan, dikira out), membuang-buang angka (smash keras dengan sekuat tenaga, tetapi melebar).
Tiga peristiwa di atas kiranya sekadar renungan kecil. Protes keras boleh, tapi sebaiknya ikuti aturan, dan tak perlulah memakai aksi berbikini di tempat ramai, dan apalagi aksi bunuh-membunuh, meski itu membunuh diri sendiri. Tidak patut, salah, tiada guna, dan kurang pintar.
Padahal banyak cara lain. Pakai saja cara protes yang damai dan tidak bikin gaduh: kibarkan bendera putih. Yang artinya menyerah, kalah, lempar handuk. Dan biarkan virus korona menambah angka kemenangan.
Tapi Agustus tak guna kibaran hanya kain putih. Sekalian ditambahi kain warna merah. Jadilah merah putih. Seperti Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, pasangan pemain bulutangkis ganda putri Indonesia itu meraih medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020. Penyematannya ditandai dengan penaikan bendera merah putih. Ditonton jutaan orang di seluruh dunia. Dibanggakan warga bangsa.
Optimisme, semangat pantang menyerah, latihan keras, kompak - saling dukung, Â tekad kuat untuk menang, dan cinta tanah air modalnya. Dengan meniru semangat mereka kiranya pandemi Covid-19 Â segera dapat dienyahkan dari bumi Indonesia. Jangan hanya protes yang "aya-aya wae" itu. Insyaa Allah. Wallahu a'lam. ***
Cibaduyut, 6 Agustus 2021 / 27 Zulhijah 1442
Sugiyanto HadiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H