Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sehat di Tengah Pandemi dan Munculnya Pejuang-Pecundang

9 Juli 2021   10:30 Diperbarui: 9 Juli 2021   11:30 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sebuah keluarga berolahraga di rumah - id.depositphotos.com

Kini ramai orang saling berkabar tentang kesehatan. Aneka platform media sosial mewadahi lalu-lintas saling kabar, saling mengingatkan, saling doa, dan akhirnya juga ucapan belasungkawa. Disela itu ada satu dua yang menyatakan diri sakit, minta doa segenap sejawat.

Jelang waktu Isya' tadi malam, sebelum saya memulai menulis catatan kecil ini, seorang kawan di grup WA meninggal dunia.

Tapi ibu ini lama tak berkabar. Tiba-tiba puterinya mengabari pada salah saorang anggota grup WA bahwa ibunya kritis. Tidak menunggu lama, kabar duka datang. Teman sesama lulusan sebuah SMA di Yogyakarta 46 tahun lalu itu (Ibu Nuria Wibastina) menyerah pada gagal ginjal yang telah lama diidapnya. Bukan karena ganasnya korona.

Ucapan dukacita segera ramai ditulis sesama anggota grup WA. Innalillahi wainnailaihi raji'un. Muncul pula foto-foto kebersamaan silam, saat acara kumpul-kumpul reuni.  Cerita lain minggir dulu. Padahal cerita lain itu tak jauh-jauh dari soal Covid-19 dengan segenap kisah sedih-prihatin-pilu disebaliknya.

*

Sehat akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang sangat penting, melebihi apapun yang penting-penting lain. Tentu kecuali amal-ibadah. Rutinitas keseharian: makan-minum, aktivitas rumah-tangga, aktivitas pribadi, dan pekerjaan harus ketat disesuaikan dengan urusan sehat.

Namun, selain korona aneka penyakit lain tetap saja mengganggu kesehatan masyarakat. Ada orang yang menemui maut karena penyakit sepuh, penyakit dalam, dan aneka penyakit gawat lain.  Bila urusan penyakit terkait korona, tujuannya untuk tidak menulari dan tidak tertulari. Namun orang-orang dengan penyakit bawaan tertentu menjadi lebih rentan bila tertulari.

Khusus untuk menjaga kesehatan dari terpaan korona, usaha yang dilakukan setiap orang yaitu mempertinggi imun, beraktivitas dan makan-minum sehat, minum vitamin-berjemur, serta mematuhi prokes yang sudah sangat popular itu sifatnya wajib. Lengah sedikit berbahaya. Namun, tidak sedikit orang yang sangat disiplin mematuhi prokes, nyatanya terpapar juga.

Sampai ketemu penangkalnya kelak, entah kapan, virus tak kasat mata itu masih serupa misteri. Tak terduga dan terkira gerakannya. Tiba-tiba orang sakit, lalu masuk rumah sakit, kritis, dan tak tertolong. 

*

Beberapa waktu lalu sebenarnya orang-orang sudah mulai mengurangi perhatian pada korona. Bosan, abai, nekat, ikut-ikutan orang lain, dan banyak alasan lain sebagai dalih. Tetapi dengan munculnya varian baru, yaitu varian Delta, yang sangat ganas, kewaspadaan kembali dipertinggi. Itu kenapa muncul aturan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat.

Korban banyak berjatuhan. Rumah sakit penuh. Ada rumah sakit dan puskesmas yang tutup sementara, karena tenaga kesehatannya banyak terpapar Covid-19 pula. Tambahan areal pekuburan di berbagai daerah terus dilakukan, tapi tetap saja kurang. Sementara itu  antrean jenazah untuk dikuburkan pada beberapa rumah sakit ramai diberitakan media.  Pengaruh lain,  pengemudi ambulance kewalahan, tenaga penggali kubur harus bekerja keras siang-malam. Pada sisi lain, masih ada saja rebutan jenazah antara petugas rumah sakit dengan sanak-keluarga yang meninggal.

Sementara itu pengusaha dan agen penjualan oksigen kewalahan memenuhi permintaan. Harga membubung pada beberapa daerah, itu pun tidak mudah didapat. Juga pembuatan peti mati kewalahan. Stok sudah dilebihkan, tapi tetap kurang.

*

Maka sungguh mulia orang-orang yang dengan kesadaran penuh terus mempertahankan kesehatan diri dan keluarga mereka. Tidak bosan melakukan isoman dan prokes. Berusaha keras tidak tertular, dan tidak menulari. Sadar maupun tidak sadar.

Sangat mulia para petugas di lapangan, baik tenaga kesehatan yang mempertaruhkan nyawa untuk kesehatan pasien. Mulia pula kesungguhan para petugas penyekatan, polisi maupun tentara, serta petugas terkait lainnya.

Tak kalah mulia orang-orang yang berinisitif membantu kesulitan makan-minum-obat bagi orang-orang terdampak korona. Orang-orang yang tidak mampu, yang terhenti matapencahariannya, dan yang terlepas dari perhatian tetangga. Juga para pengemudi ojek online, betapa mulia kegiatan mereka.

Kini saatnya sehat tidak dapat dibandingkan, dan apalagi ditawar-tawar, dengan sesuatu yang lain. Orang-orang yang percaya teori konspirasi dan mengabaikan apapun kebijakan Pemerintah, juga orang-orang yang tidak percaya bahwa korona itu nyata, dan kemudian mem-viralkan informasi maupun pemberitaan berbau hoaks (apapun motif dan keuntungan yang mereka kejar); sudah sepatutnya segera  menghentikan tindakan buruk itu. 

*

Hari-hari ini (hampir tiap hari) ada kabar dukacita. Dari koran dan televisi, dan media sosial, dari tetangga kiri-kanan, juga dari pengumuman di pengeras suara masjid. Miris, ngeri, dan sangat menyesakkan dada.

Nikmat bebas bermasyarakat (dalam aneka kegiatan sosial-ekonomi-politik-budaya) maupun beribadah pada dua tahun terakhir ini telah dicabut Allah. Syekh Ali Djaber pada awal 2020 mengingatkan tentang nikmat yang sering lupa kita syukuri. Nikmat yang hampir selalu terabaikan untuk dimanfaatkan semaksimalnya. Setelah beliau meninggal dunia (karena korona pula), terasa betapa bebas bermasyarakat (bekerja, berwisata, berolahraga, bersilaturahim, dan beribadah di luar rumah) itu sebuah kenikmatan yang sangat mahal harganya.

Kini saat pandemi korona melanda, kerinduan kita pada nikmat bebas bermasyarakat itu membuncah. Tak jarang orang nekat dengan menutup mata dan telinga, nekat melanggar prokes maupun PPKM.

*

Pandemi Covid-19 masih akan lama berlangsung bila Pemerintah lambat memenuhi target pelaksanaan vaksinasi. Dan bakal lebih lama lagi bila warga masyakarat tidak punya kesadaran tinggi untuk menahan diri dan membatasi aktivitas, serta mengikuti aturan prokes.

Satu hal yang tidak kita sadari, pandemi saat ini memunculkan para pahlawan dan pejuang, sekecil apapun yang diperbuat demi mendukung lenyapnya korona di bumi pertiwi ini; meski tanpa tanda jasa dan bahkan tidak dikenal. Pandemi ini juga melahirkan para pecundang, orang-orang munafik, dan bahkan para kriminal.

Alangkah berat cobaan untuk bangsa ini. Bahkan bangsa-bangsa lain di dunia, tanpa kecuali. Tuhan sudah menakdirkan pandemi Covid-19 ini terjadi. Namun, Tuhan pula memberi kesempatan setiap orang untuk bermunajat, meminta, membujuk, dan berserah diri agar takdir lain segera diturunkan. Yaitu, takdir lenyapnya wabah korona di negeri ini secepatnya. Insyaa Allah. Wallahu a’lam. ***

Sekemirung - Bdg., 9 Juli 2021 / 28 Dzulkidah 1442

Sugiyanto Hadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun