Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ambisi Ganjar Dibilang "Mblandang"

25 Mei 2021   10:19 Diperbarui: 25 Mei 2021   10:34 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ganjar Pranowo tidak diundang dalam hajatan yang mendatangkan Puan Maharani sebagai pembicara. Padahal semua kader lain diundang. Ini gubernur (yang juga kader partai pilihan) malah dilewatkan. Ada apakah gerangan? Ada yang menyebut Ganjar terlalu berambisi menapaki jalan menuju Pilpres 2024 mendatang. Mungkin maksudnya, terlalu dini.  Hal itu membuat lingkaran dekat Megawati -- Puan Maharani jengah.

Ketua DPD PDI-P Jawa Tengah Bambang Wuryanto (Pacul) membenarkan, Ganjar tidak diundang. Ia menilai Ganjar terlalu berambisi untuk maju sebagai capres. "Tidak diundang! (Ganjar) wis kemajon (kelewat maju). Yen kowe pinter, aja keminter (Kalau kamu pintar, jangan sok merasa pintar),"  ujar Bambang Wuryanto, Sabtu malam (22/5/2921). 

Berambisi boleh saja, tapi jangan terlalu. Itu maunya Bambang. Sebab semua yang bersifat "terlalu" tidak baik. Demikian pun kata terlalu atau tidak, entah apa ukurannya. Mungkin sekadar menuruti perasaan dan prasangkanya saja. Untuk menyebut seseorang sudah "terlalu" sesungguhnya juga merupakan hal yang tak kalah "terlalu" pula. Apalagi karenanya tidak mengundang. Kalaupun tidak mengundang sebagai kader, minimal sebagai gubernur. Di sini tampak, Bambang Wuryanto  tidak pinter tapi keminter. 

Demikianlah, penilaian kalangan intern partai politik berlambang banteng moncong putih terhadap Ganjar Pranowo (seorang kader PDI Perjuangan yang saat ini menjadi "petugas partai" sebagai Gubernur Jawa Tengah untuk periode 5 tahun kedua). Bahkan Ketua DPD Partai Golkar Jateng Bambang Pacul mengemukakan, Ganjar sudah "mblandang" (Jw),  menerabas terlalu jauh/maju.

Beberapa indikasi hingga Gajar memperoleh sebutan "terlalu" dan "mblandang", pertama, terlalu banyak tampil di media massa dan media sosial. Kedua, elektabilitasnya di atas Puan (yang digadang-gadang oleh Ketua Umum PDIP sebagai bakal capres/cawapres pada pilpres mendatang).

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta Ujang Komarudin mengatakan, tidak diundangnya Ganjar (dalam acara PDI Perjuangan (PDIP) di Panti Marhaen, Kantor DPD PDIP Jateng, Kota Semarang, Sabtu), merupakan tanda PDIP tak bersedia memberikan perahu untuk maju sebagai capres dalam Pilpres 2024.

Itu berarti pula, Ganjar (bila jujur dengan ambisinya) bisa ancang-ancang untuk menyeberang ke partai lain. Mau ke parpol yang bendera berwarna kuning, hijau, biru, atau malah putih; tergantung daya/posisi tawar yang  dimiliknya.

Terkait dengan rivalias dengan Puan Maharani, Survei Pusspoll Indonesia menyebutkan popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, berada jauh di atas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani.

Ketiga,  popularitasnya sebagai Gubernur untuk Pilpres 2024 juga tinggi, bersaing dengan (sesama gubernur) popularitas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubenur Jabar Ridwan Kamil.

*

Bersamaan rebut-ribut soal Ganjar tidak diundang, muncul satu kalimat soal dalam buku pelajaran, yaitu: "Pak Ganjar tidak pernah bersyukur" (dengan menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha), dan tidak pernah menjalankan salat.

Soal tersebut terdapat dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti terbitan PT Tiga Serangkai tahun 2020.

Penerbit mengklarifikasi, buku tersebut terbit sejak 2009. Sedangkan Ganjar Pranowo dilantik sebagai Gubernur Jawa Tengah 2013. Artinya, tidak ada kaitan antara nama Ganjar dalam buku pelajaran dengan Ganjar Pranowo yang Gubernur. Toh ada banyak nama Ganjar yang lain.

Soal angka tahun 2009 menurut dalih penerbit mestilah dicek kebenarannya. Jangan-jangan cuma alasan untuk berkelit agar persoalan itu tidak panjang berlarut-larut.

*

Untung dan rugi, begitulah dikalkusasi para pengamat maupun peneliti pilitik. Ada pengamat menyebutkan, bahwa peristiwa "tak diundang" justru menguntungkan Ganjar Pranowo. Popularitasnya makin naik. Terlebih bagi warga masyarakat (khusus di Jateng) yang terlanjur berempati/simpati dengan cara kerja dan kebijakan Ganjar sebagai gubernur.

Pengamat lain menyebut, hal itu memunculkan konflik intern yang justru merugikan Partai PDI Perjuangan dalam menghadapi Pilpres 2024. Ya, orang-orang politik tak  jauh-jauh pemikiran dan urusannya selain soal perebutan jabatan meski dibungkus dengan berbagai argumentasi demi bangsa-negara-rakyat.

Rugi, bila memaksanakan Puan Maharani menjadi capres atau cawapres, padahal akseptabilitasnya rendah. Dan rugi sekali bila kader sepotensial Ganjar Pranowo nantinya harus mencari perahu lain untuk memuluskan jalannya menuju Pilpres 2024.

Mungkin ada juga yang berpendapat, peristiwa tak diundangnya Ganjar hanya semacam "settingan" agar media mempunyai bahan liputan yang hangat. Tidak berbeda dengan peristiwa KLB Partai Demokrat beberapa waktu lalu. Ribut-ribut agar jadi viral dan trending topic. Hanya sayangnya, hal itu tidak menjadikan AHY  (Ketum Partai Demokrat) mendapatkan keuntungan dalam peningkatan popularitas serta akseptabilitasnya.

*

Masih teka-teki bagaimana akhir dari drama tak diundangnya Ganjar dalam acara PDI Perjuangan di Kota Semarang. Apakah benar Pak Ganjar tidak pernah bersyukur (seperti teks buku pelajaran), atau sebaliknya tidak pernah mundur (dari ambisi).

Pola hubungan Ganjar sangat berbeda dibandingkan dengan Jokowi. Memang PDI Perjuangan menyediakan perahu saat Pilpres, tetapi pandangan umum menyebutkan Jokowi-lah yang menghidupi/memenangkan PDI perjuangan. Bukan sebaliknya. Ganjar harus berpikir panjang. Bila nekat "mbalelo" (Jw), atau melawan/memberontak dari posisinya sebagai kader, akan buruk sekali namanya. Demikian pun popularitas-akseptabilitas-elektabilitasnya bisa jadi justru makin berkibar.

Masih 3 tahun waktu menuju Pilpres. Adu strategi dan intrik tiap parpol sudah dimulai. Nama-nama tokoh yang berambisi memantaskan diri menjadi capres dan cawapres pada 2024 pun pasti sudah melakukan hal yang sama, dengan atau tanpa/belum-ada parpol mengusung.

Satu hal yang hampir pasti, nama Prabowo Subianto akan kembali ikut bersaing. Ia bisa kembali berpasangan dengan Sandiaga Uno.  Atau ganti berpasangan dengan Anies Baswedan, Puan Maharani, Ganjar Pranomo, Tri Rismaharini, atau Ridwan Kamil. Masih banyak nama lain yang dapat muncul tiba-tiba, terutama untuk posisi cawapres. Masih panjang pula ulasan-bahasan-kalkulasi dan perang hasil polling/survey dapat dilakukan.

Mudah-mudahan Pilpres mendatang dijauhkan dari politik identitas dan strategi-taktik-intrik apapun yang berdampak permusuhan-perpecahan-disintegrasi. Kalau boleh memilih, dan undang-undang dapat segera diubah, biarlah Jokowi meneruskan kinerjanya untuk 5 tahun ke depan. Pendapat penulis hal itu bakal jauh lebih baik, lebih hemat, produktif, dan aman-nyaman-menyenangkan lebih banyak warga bangsa. Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut, 25 Mei 2021 / 13 Syawal 1442
Sugiyanto Hadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun