Suatu sore seorang ibu datang ke kontrakan Mang Odang. Penampilan perempuan paruh baya itu tampak mentereng, wangi dan banyak senyum. Ia datang begitu saja, turun dari sebuah sedan hitam, tampak begitu terburu-buru. Mang Odang terperangah. Â dan Ia dengan terpaksa menerimanya. Padahal ada kerjaan lain menunggu, baru saja ia menerima panggilan.Â
Mang Odang menyalami dan menyebutkan namanya. "Mang Odang."
Ibu itu membalas, "Bu Sastri, ibunya Seruni. . . ."
"Saya terburu-buru, Bu. Maaf. Sejam lagi kita bisa ngobrol panjang di sini. . . . Â !" kilah Mang Odang.
"Tidak mengapa, Mang. Sekarang saja. Ibu juga buru-buru. Boleh, ya?" seru si ibu memotong, penuh semangat. "Sudah lama ibu cari-cari nama Odang. Ketemu banyak orang dengan nama itu, tapi bukan Odang itu yang dimaksud Seruni. Ibu ak bosan mencari Odang. Dan hari ini ketemu satu Odang lagi. . . !"
Mang Odang tidak terlalu paham ucapan si Ibu. "Ohh? Ya. Maaf sambil berdiri saja ya, Bu . . . . !"
Perempuan itu menarik nafas panjang. Memperhatikan dengan seksama wajah dan perawakan Mang Odang. Dari ujung rambut hingga ujung kaki. Penampilan yang beranjak matang, tidak muda lagi. Sebaliknya keheranan sekali dalam perasaan Mang Odang. Ada apa ini, tanya heran di dalam batinnya.
"Saya tahu dari seorang tukang ojek. Mang masih bujangan. Nah. Ibu sedang cari menantu. Anak tunggal Ibu mau menikah dengan siapa saja, asalkan mau menerima keadaannya."
Itu saja yang diucapkannya. Buru-buru si ibu pamit. Mang Odang mengangguk-angguk. Tertawa sendiri. Dan segera melupakan. Pembicaraan itu tidak penting. Tidak perlu diingat. Pasti hanya orang iseng, mungkin kurang kerjaan. Atau mau bikin jebakan? Penipuan? Ah, lupakan. Lebih penting pekerjaan yang sudah di depan mata. Sebagai pengojek sepeda motor online, demikian memang tugas dan tanggungjawabnya. Soal lain-lain boleh diabaikan.
Baca juga: Ramadan Sibuk Meski di Rumah Saja
*