Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan dan Ceramah Agama yang Menyejukkan

14 April 2021   23:55 Diperbarui: 15 April 2021   00:28 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ceramah syekh ali jaber di sebuah stasiun tv semasa hidupnya - muslim.okezone.com

Ramadan menjadi bulan penuh berkah dan maghfirah. Para Ustaz dan penceramah agama memenuhi mimbar, di mushola, masjid, dan tempat-tempat pengajian untuk menjabarkan praktik dan hakikat Ramadan bagi setiap muslim.

Dalam satu hari pada satu masjid rata-rata dua kali ceramah dilakukan. Malam sesudah salat Isya' berjemaah, sebelum salah tarawih. Dini hari, sesudah salat berjemaah subuh. Meski pendek dan ringkas ulasan yang dibawakan para Ustaz, maknanya besar bagi jemaah.

"Saya suka penceramah yang menyejukkan gaya dan isi ceramahnya..." ucap Bu Sulimah sepulang salat tarawih di masjid, sambil mengenang sosok kharismatik Syekh Ali Jaber.

"Menyejukkan? Bukankah masjid kita ini sudah ber-AC?" sahut Tante Rin yang berjalan beriringan, bercanda.

Bu Sulimah tertawa. "Bukan itu. Maksud saya, penceramah yang tidak menggurui, tidak menakut-nakuti, yang tidak merasa benar sendiri. Bukankah tugas Ustaz hanya menyampaikan. Soal bagaimana nanti nasib tiap jemaah, itu uruan Allah...!"

Tante Rin mengangguk-angguk. "Setuju. Seperti Ustaz yang ada di stasiun tv itu ya, Bu?"

Bu Sulimah tersenyum saja. Lalu melambaikan tangan. Keduanya berpisah di perempatan terakhir di ujung kompleks perumahan. Senyum Bu Salamah mengembang karena teringat pada kewajiban setiap orang berdakwah, yaitu menyeru, mengajak, dan memanggil orang untuk beriman kepada Allah SWT sesuai dengan akidah.

*

Banyak cara untuk mengajak orang lain pada kebaikan. Dari sekian banyak cara itu, yang pertama dan utama, tentu menjadikan diri sendiri baik. Bila perlu terbaik. Baik dalam pikiran, ucapan, tindakan dan hati. Baik terhadap diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan sekitar. Baik dalam urusan dengan Tuhan, yang melaksanakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya.

Dalam bahasa agama, hal terakhir disebut takwa. Jabarannya luas, dan mendalam, untuk sampai pada predikat orang yang bertakwa. Tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, serta hal-hal yang membatalkan puasa lainnya.

Tentu saja orang-orang yang bertakwa, dengan sesungguh-sungguhnya takwa, sangat memadai untuk menjadi orang yang mengajak pada kebaikan. Sangat cocok menjadi guru, baik pengetahuan dunia maupun pengetahuan keakhiratan.

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenalnya sebagai penceramah, ustaz, dai, mubaligh, ajengan, kyai, dan guru agama. Ada banyak ragam gaya dan strategi dakwah mereka. Salah satunya, yang lemah-lembut, santun, dengan tutur kata menyejukkan, tidak merasa diri paling benar dan bahkan merasa diri tidak berbeda dibandingkan jemaah, memberi keteladanan, ramah dan rendah hati, dan terlebih juga berilmu agama mumpuni.

Mungkin ustaz dengan gaya tersebut tidak banyak, tidak popular, jauh dari penampakan seorang selebritis, dan sangat menyukai kedamaian-kerukunan-kebahagiaan bersama. Tetapi penceramah agama seperti ini, di mana dan kapan pun selalu membawa kesejukan, banyak dirindukan.

"Zaman kita ini terasa sekali umat sangat diistimewakan..." celetuk Bang Salmin ketika berpapasan dengan tetangga RT yang berjalan buru-buru jelang salat Subuh. Saat itu Bang Salmin ingat hadis dari Ibnu Majah, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim."

"Alhamdulillah. Tapi istimewanya di mana?" tanya Mas Wahdi penasaran.

"Ke mana pun kita menghadap tidak sulit mendapatkan tausiah dan ceramah agama. Radio, televisi, media online, koran, buku, selebaran, dan banyak lagi..." sambung Bang Salmin. "Bahkan smartphone yang kita bawa ke mana-mana pun menyajikan banyak pilihan penceramah maupun pengajian...!"

"Betul. Saat ini tidak ada alasan orang buta agama. Tetapi bersikap kritis mutlak perlu. Jangan justru menjadi teroris semata karena mau cari jalan pintas...!" jawab Mas Wahdi yang rupanya sepemikiran dengan Bang Salmin.

*

Sudah pasti kebanyakan orang menyukai Ustaz yang membawakan dan materi ceramahnya menyejukkan. Materi yang memberi jalan keluar atas permasalahan yang ada, bukan sekadar menyalahkan lalu menghujat. Bukan yang justru suka memperkeruh suasana, mengadu-domba, mencari-cari pembenaran demi kepentingan-golongan-parpol-ormas dan kumpulannya sendiri.

Bu Salamah dan Bang Salmin bertemu di rumah. Ya, keduanya memang suami-isteri. Kemarin sore mereka menyimak ceramah agama di layar tv dengan salah satu materi penting: "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat" (HR. Bukhari).

Suami-isteri itu selalu merindukan ceramah di layar tv yang menyejukkan. Sebab khalayaknya beragam, dan bisa jadi berbeda-beda mashab maupun pandangannya.  Mudah-mudahan para Ustaz yang sering muncul di layar televisi sudah memenuhi standardisasi kompetensi Dai di lembaga penyiaran. Sumber

Semoga Ramadan di tengah pandemik Covid-19 tahun ini segenap warga bangsa tetap dalam rahmat dan lindungan-Nya. Aamiin. Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut, 14 April 2021 / 2 Ramadan 1442  
Sugiyanto Hadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun