Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Awas, Saling Tuduh Kebablasan Berujung Gaduh

15 Februari 2021   14:15 Diperbarui: 16 Februari 2021   10:24 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan biarkan negara senantiasa gaduh gara-gara sekadar tuduh-menuduh. Orang lain menuduh tidak boleh, giliran diri sendiri dengan seenak perut menuduh. Menganggap orang lain telah berburuk sangka, padahal upaya untuk mengingatkan orang lain disertai pula dengan berburuk sangka.

Bila hal-hal seperti itu tidak direm dan dijaga dengan baik, maka negeri  ini akan terperosok pada jurang tuduh-menuduh, yang memunculkan situasi gaduh, dan pada akhirnya bukan tidak mungkin akan runtuh. Ngeri, dan seperti tidak mungkin. 

Tetapi manakala akar-rumput sudah dilibatkan dalam urusan pelik dalam berbangsa-bernegara (di antaranya soal kebhinnekaan negeri ini) maka maka runtuh itu tinggal menunggu momentum. Dan pasti ada yang diuntungkan bila keadaan itu betul-betul terjadi. 

Ada dalangnya, ada sponsornya, ada pelaku utamanya, ada provokatornya, dan ada pula pemasok amunisi. Keruntuhan dalam kesia-siaan bila tidak cepat disadari upaya pencegahannya.

 *

Maka alangkah baik bila kubu pro dan kontra (dalam persoalan tuduhan kepada Din Syamsudin, dan banyak persoalan lain di negeri ini) duduk bersama dalam satu pembahasan dan pemecahan persoalan dengan kepala dingin, dengan akal sehat, tanpa dilandasi kepentingan buruk terselubung, dan seterusnya. 

Radikal dan radikalisme merupakan tuduhan serius. Kalau benar makin berkembang, marak, dan merajalela bakal parah sekali akibatnya. Kalau kebablasan tak terkendali mengerikan akhirnya.

Media online menjadi sarana murah-meriah untuk berbagai kepentingan ke arah sana. Para penyebar serta penganut maupun penghayat paham radikal maupun radikalisme asli (siapa pun dan bersembunyi di mana pun) pasti teramat bersukacita bila akhirnya negeri ini bubar-jalan.

Kalau persoalan hanya sekadar istilah "kritik" maka kembalilah pada pengertian sederhana: menegur, mengingatkan, memberi saran/usulan. Tidak harus dengan geram dan mengancam.

Mungkin Din betul hanya mengkritik, dan karena itu tidak perlu dipermasalahkan ke ranah radikal atau radikalisme. Tetapi bersamaan dengan itu mari belajar kembali arti sebenarnya dari tindakan mengkritik. Pasti ada batas-batasnya, ada pula persyaratannya, ada penyesuaian dengan situasi-kondisi, ada jalan keluar pemecahan, dan terutama ada pula cara terbaik yang harus ditempuh.

Dan penting, kritik disertai data/fakta secukupnya. Kritik tidak didasari rasa benci dan antipati. Lebih baik lagi bila disertai pemecahan masalah, dan jalan keluar. Jangan berlagak mengkritik padahal menyusupinya dengan permusuhan, adu-domba, hoaks, merasa benar sendiri, dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun