Kantuk, Khotib
Demikian pun masih ada sisi baik. Begitulah saya coba sedikit mengobati kekesalan dan kejengkelan. Pada diri sendiri saja, tentu saja. Â Datang terlambat itu tidak mungkin diserang kantuk.
Muslim yang rajin Jumatan pasti maklum belaka para orang-orang yang tertimpa kondisi sangat tidak ideal. Didera kantuk tak tertahankan. Mungkin mereka datang ke masjid terlalu cepat, hingga menunggu lama. Lelah setelah salat sunah, lalu berdzikir atau membaca Al Qur'an, lalu pikiran kosong, suwung, dan siapa lagi yang datang selain kantuk. Â
Saya pernah mengalaminya. Dan jangan berkilah kalau Anda pun pernah, atau malah sering, dalam kondisi serupa. Mungkin akibat kelelahan kerja, semalam kurang tidur, bossan terduduk lama tidak melakukan aktivitas apapun, dan banyak alasan lain.
Malu, sebab pernah kotak amal yang lewat tak terdeteksi. Tetangga jamaah pun tidak coba membangunkan. Pernah pula saat khotib memimpin melantunkan doa, kantuk masih bersimaharaja. Baru setelah ikomah diserukan, tergagap-gagap saya terbangun.
Siang ini saya fokus menyimak khotbah Khotib. Kebetulan hari ini Pak Nurdin Latif sebagai khotib. Beliau rutin setiap Ahad selepas Maghrib hingga jelang Isya' rutin mengadakan pengajian Fikih di masjid yang sama. Hari ini khotbahnya mengenai kebahagiaan.
*
Kebahagiaan, Â Hukuman
Orang banyak salah jalan ketika mengejar kebahagiaan. Dikiranya kebahagiaan ada di tempat-tempat hiburan, ada di tempat-tempat rekreasi, ada di restoran-restoran. Kiranya kebahagiaan pada perjalanan wisata, berlimpah harta-benda, tinggi pangkat-jabatan. Bukan itu.
Khotib menjelaskan, kebahagiaan hakiki ada pada kedekatan kita kepada Allah Swt. Usaha untuk terus mendekatkan diri kepada Sang Khalik menjadi bentuk kebahagiaan tak terkira besar. Usaha mengatasi rasa bahagia dengan cara apapun yang lain, yang bersifat keduniawian, tak jarang justru salah jalan.Â
Orang-orang yang mencari kebahagiaan dengan berbuat maksiat pada hakikatnya justru menjauh dari kebahagiaan itu sendiri.