Saya terus menulis untuk diri sendiri, untuk berbagi, dan sesekali membuat ajakan: ayo menulis. Ajakan itu saya tujukan kepada teman-teman sesama pensiunan. Juga kepada teman reunian SMA. Tetapi hasilnya tidak memadai. Mereka sudah punya keasyikan dengan dunia mereka sendiri.
Rata-rata teman semasa berdinas dulu menulis betul-betul karena tuntutan pekerjaan. Belum sampai pada hobi. Setelah tuntutan itu berlalu maka berakhir pula kegiatan tulis-menulis.
*
Beruntung, Berbagi
Beruntung saya terus menulis sebagai hobi, dan itulah kesibukan sangat menyenangkan. Selain untuk mempertahankan kesehatan sendiri, terutama guna merawat ingatan, terlebih juga untuk berbagi.
Pasti teman-teman sudah punya kesenangan lain. Dan itu sah-sah saja. Banyak kegiatan l ain yang juga bermakna penting, dan setara berbagi.
Kembali ke hobi menulis. Saya lakukan pada saat tersedia waktu dan kesempatan, ada kuota/pulsa, badan sehat, pikiran tenang, dan tidak ada kesibukan lain. Satu hal lagi, bila aliran listrik tanpa gangguan. Sederhana syaratnya, tetapi tidak mudah juga.
Setelah menulis muncul pertanyaan, mau diapakan tulisan itu? Pertama, dibaca sendiri. Untuk menasihati diri sendiri, dan sekaligus untuk koleksi. Mungkin suatu waktu (tanpa terasa) terkumpul banyak tulisan dan dapat dibukukan untuk tinggalan kepada anak-mantu-cucu. Kedua, untuk berbagi kepada orang yang mungkin membutuhkan bacaan.
*
Kemampuan menulis tidak diperoleh secara instan. Perlu proses, dan sering tidak pendek. Menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa. Ada 4 keterampilan berbahasa, selain menulis juga melihat/membaca, mendengar/menyimak, dan berbicara.
Ada orang yang senangnya membaca saja. Ada orang yang lebih memilih terlibat dalam obrolan (menyimak pembicaraan orang lain).
Sebaliknya ada orang yang lebih suka jadi pembicara. Dulu sewaktu masih berdinas, saya bertemu dengan seorang teman dengan profesi sebagai penyiar/presenter/reporter. Ia lancar dan fasih bicara dalam siaran langsung, juga dalam reportase panjang. Tetapi kesulitan bila diminta membuat tulisan. Pernah bertemu pula dengan seorang guru dan dosen, membuat materi pelajaran/kuliah tidak masalah. Tetapi menulis di luar itu (opini, esai, fiksi) merasa kesulitan. Bahkan menyatakan tidak mampu.
Setelah pensiun pun -dengan tabungan segudang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki- banyak oang yang malas  untuk menuliskanya. Tetapi memang tidak aneh. Jangankan orangyang kerja pokonya tidak terkait sama sekali dengan dunia tulis-menulis, para mantan jurnalis pun setelah pensiun banyak yang tidak (mau/sempat/bergairah) lagi menulis.
*
Sebelum Game Over
Itu sebabnya saya coba ajak teman-teman untuk menulis. Ayo merawat ingat , ayo menasihati diri sendiri, dan ayo berbagi, dengan menulis.
Kini menulis begitu mudah, dan banyak sarana untuk memajangnya. Kalau dulu hanya di buku harian. Waktu sekolah cuma di majalah dinding, atau majalah sekolah. Tidak mudah untuk bisa dimuat di media cetak (majalah-koran). Tetapi saat ini dapat di di FB, Twitter, Â dan aneka platform media sosial lain.
Ada yang menulis sekadar pengalaman sehari-hari, tausyiah, puisi, cerpen, hobi an lainnya. Ada yang menulis berdasarkan bacaan WA dan media online, atau tontonan di Youtube.
Dulu ketika kita masih aktif bekerja, selalu ada teman berbincang, ngerumpi, atau sekadar berkelakar. Tetapi manakala sudah pensiunan, apalagi pasangan hidup sudah tiada, sedangkan anak-anak sudah menjauh dengan keluarga mereka sendiri, ke mana lagi hobi berbincang disalurkan?
Salah satunya disalurkan menjadi bentuk tulisan. Ada seorang teman yang tiba-tiba merasa perlu menulis. Dan karena merasa kemampuannya menulis sebatas untuk bahan kuliah, ia pun minta tolong. Sebab kondisinya juga sedang sakit. Ia khawatir sewaktu-waktu hidupnya (ibarat sebuah permainan) harus "game over".
Ia memang sudah menanam amal yang bakal terus menerus berpahala, yaitu dengan mengajar selama puluhan tahun; tetapi berbagi langsung dalam tulisan belum. Kini ia ingin mewujudkan ungkapan lama: tidak ada kata terlambat untuk memulai.
*
Semangat, Amal Jariah
Dan inilah tulisan ke 777 di Kompasiana. Belum banyak, apalagi hampir 7 tahun saya menulis. Tidak luar biasa dibandingkan teman-teman yang sangat produktif dan bermutu pula tulisan mereka. Demikianpun tidak akan tercapai sejumlah itu tanpa adanya semangat dan kesungguh-sungguhan menempa semangat danistiqomah. Betapapun sederhana kualitasnyaÂ
Terkait dengan ajakan menulis, saya tiba-tiba teringat kiprah almarhum Thamrin Sonata, salah satu penggiat di Kompasiana yang sepak-terjangnya sudah sangat dikenal. Semangat menulis dan ajakannya untuk menulis  dan kemudian membukukan, tak pernah kendor. Para Kompasianer maupun para guru sekolah menengah yang mempercayakan penerbitan buku mereka kepada Pak Thamrin pasti ingat betul jasanya. Semoga jerih-payah itu menjadi amal jariahnya.Â
Singkat cerita, dari berbagai ajakan (kepada sesama pensiunan dan teman reuni) untuk menulis, ada beberapa teman yang tertarik untuk mulai menulis. Tetapi semua tak terlaksana, ada saja kendalanya. Dan memang benar, menulis itu tidak mudah.
Saat ini ada seoang kawan yang serius ingin  dituliskan biografinya. Mudah-mudahan kali ini lancar, tanpa kendala. Sebab ini baru pertama kali. Bila kelar kelak, mudah-muah bisa diposting di sini. Insyaa Allah. ***
Sekemirung, 11 November 2020Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H