Kata "gaul" pada judul saya maksudkan gaya bebas. Dan karena saya bukan ahli bahasa, sekadar pengamat pun tidak, saya tidak berani membuat penilaian. Karenanya, judul yang terasa janggal dan kurang tepat, saya sebut saja sebagai judul gaul (kamus: hidup berteman).
Mari kita lihat beberapa diantara judul gaul itu.
Cermati judul berikut: "Paman Tega Cabuli Keponakan yang Masih SD hingga Hamil."
Begitulah penulisannya, dan begitu pula kata-katanya. Peristiwanya sendiri sering terjadi. Perhatian saya pada kata "paman" dan "keponakan". Kata-kata tersebut menunjuk hubungan/sistem kekerabatan. Tetapi tidak jelas siapa sebenarnya mereka.
Andai saja kata "paman" diganti dengan nama (meski sekadar inisial) sebenarnya dari si pelaku, maka menjadi jelas bahwa keponakan punya hubungan kekerabatan yang dekat.
Dengan demikian, judul berita di atas tidak menunjuk adanya hubungan kekerabatan. Padahal hal tersebut justru hendak ditonjolkan. Betapa tega, bejad, amoral.
Bila dibaca beritanya kita baru mengerti, ternyata kata "paman" dari judul adalah MB alias T (52). Sedangkan keponakan yaitu FO (14), masih duduk pada kelas VI SD.
Judul lebih tepat, yaitu "MB Tega Cabuli Keponakan yang Masih SD hingga Hamil", atau "FO yang masih SD dihamili Pamannya".
Sayangnya, cara penulisan judul berita (terkait hubungan kekerabatan) seperti itu dianggap lazim, lumrah, dan sudah biasa. Dianggap tidak salah, karena menyerupai bahasa gaul.
*
Berbeda dibandingkan dengan sosok jurnalis warga, para jurnalis media arus utama rata-rata berlatar pendidikan memadai dalam hal tulis-menulis, kebahasaan, dan teori/praktik jurnalistik. Selain pendidikan formal (saat mendapatkan ijazah sarjana), mereka mendapat training maupun pelatihan saat mulai berkarier pada sebuah media.