Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Terjebak di Tengah Demo

20 Oktober 2020   15:55 Diperbarui: 20 Oktober 2020   15:57 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demo gegap-gempita demi memperjuangkan mimpi ideal dan sempurna. Padahal diam-diam tak sadar kita mudah disusupi perilaku primitif: bikin rusuh, mengganggu aktivitas warga, merusak dan membakar prasarana maupun fasilitas umum.

Para pendemo dan kita boleh saja berargumentasi logis dan kritis. Tapi sayang, kerap bukan demi kebaikan dan kemasyalahatan, apalagi demi rakyat. Retorikanya saja begitu muluk-muluk, tapi tidak.

Tujuan mereka hanya satu, menggoyang kursi presiden. Untung-untungan kalau jatuh. Sebab yang mengantri, dan merasa bisa, begitu panjang tak sabar. Mereka mencari panggung ke mana-mana. Betapakah jabatan presiden diminati banyak orang.

"Orang bodoh itu tak pantas jadi presiden. Aku lebih mampu, lebih mumpuni. . . .  !" pekik seorang lelaki penuh yakin di tengah kumpulan koleganya. Dan ia bersumpah akan mempertaruhkan apa saja demi kursi tertinggi itu. 

Ironis. Parpol makin banyak, makin berjubel tangga naik untuk kursi presiden. Maka sejumlah tokoh merasa diri lebih mampu, lebih baik, dan lebih hebat. juga orang-orang di luar parpol. Diantaranya ada yang mumpuni dalam ilmu agama, tapi kali ini tampak sinis dan tidak ikhlas atas ketetapan Allah. mereka menapak ingin jalan pintas.

*

Negeri Para Pendemo

Inilah negeri para pendemo, banyak orang rela dari pagi hingga pagi, dari minggu ke minggu, terus berdemo. Apapun soalnya, dan bagaimana pun keadaannya.

Demo seolah menjadi jati diri kita semua, menjadi perjuangan hidup mati. Beberapa orang sekadar mata pencaharian, selebihnya untuk menyelamatkan pohon uang siluman yang terancam, ada juga yang mengincar jabatan.

"Strategi kita tetap sama, Bro. Dengan formasi 4-2-4, penyerang tengah menunggu operan bola dari sayap. Perkuat dulu barisan belakang. Penyerang tinggal ambil inisiatif rusuh dan rusak. . . .!" kata panitia demo menggunakan bahasa sandi layaknya permainan sepakbola.

"Siapa jadi kapten kali ini, Bang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun