Boleh jadi Pak Napoleon Bonaparte memang jago menyanyi. Mungkin suaranya memang merdu dan menghanyutkan. Namun, dalam statusnya sebagai tersangka dalam dugaan gratifikasi kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra lagu yang hendak ia nyanyikan pasti bukan hal sembarangan.
Khalayak boleh berharap bakal ada orang (di dalam atau di luar institusi Kepolisian) yang mengikuti jejaknya: menjadi tersangka. Namun, sebagus apapun suara Irjen Pol Napoleon Bonaparte, tampaknya akan terdengar sangat sumbang di telinga orang lain.
Alasannya sederhana, pasti ketika menyanyi ada keterpaksaan dan mungkin kemarahan. Dan juga ia tidak akan menyanyikan lagu-lagu merdu-mendayu, melainkan lagu buka-bukaan kartu. Itu berarti buka-bukaan belang, alias aib, yang berkonotasi kriminal. Â
Maka berbagai pihak menunggu, berharap, dan bersabar. Setelah sejumlah kasus menyangkut para pejabat tinggi Polri yang penanganannya terasa jalan di tempat, kinilah saatnya pengungkapan berbagai borok di tubuh Polri dilecut kuat-kuat agar cepat diselesaikan. Â Salah satu pintu masuknya mungkin dari nama Irjen Napoleon Bonaparte.
Orangtua tidak sembarangan memberi nama anak mereka. Harus berpikir panjang, mereka dan mengangan-angan, termasuk didalamnya penuh harap agar si anak kelak menjadi manusia mulia.
Maka pantas saja para orang tua memilih nama-nama besar pada masa lalu. Nama yang dirasa hebat, dan bukan yang biasa-biasa saja. Sejarah menyodorkan banyak nama. Pastilah bukan nama para penjahat dan pecundang yang dipilih.
Maka itulah yang dilakukan orangtua seorang anak bernama Napoleon Bonaparte. Meski sosok orang aslinya (dalam sejarah) perawakannya kecil saja, tetapi tindakan-ucapan dan cita-citanya dahsyat.
Napoleon Bonaparte (1769-1821) merupakan seorang pemimpin militer dan kaisar Prancis. Setelah merebut kekuasaan politik di Prancis dalam kudeta 1799, ia memahkotai dirinya sendiri sebagai kaisar pada tahun 1804. Â Cerdik, ambisius dan ahli strategi militer yang terampil, Napoleon berhasil melancarkan perang melawan berbagai koalisi negara-negara Eropa dan memperluas kerajaannya.
Nama yang sama, Napoleon Bonaparte masa kini nasibnya pun kurang beruntung. Ia terjerat kasus gratifikasi yang saat ini menyeretnya menjadi tersangka.
*
Dua hari lalu Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte terlacak awak media mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda dengan tulisan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Saat itu ia keluar dari Gedung Kejari Jaksel, Jumat (16/10/2020).
Baju tahanan Bareskrim Polri berwarna oranye yang ia kenakan saat tiba bersama penyidik Bareskrim Polri untuk pelimpahan tahap dua, berkas dan
tersangka tak lagi dikenakannya.
Irjen Napoleon Bonaparte, merupakan satu dari 3 orang pelaku dalam kasus dugaan gratifikasi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias .Djoko Tjandra. Sebelum dicopot, jabatan terakhirnya sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
Jabatan itu disandangnya setelah berbagai jabatan karier dipegangnya. Baru Februari 2020 Irjen Napoleon Bonaparte menjadi salah satu dari 13 anggota yang mendapat kenaikan pangkat dari Brigadir Jenderal menjadi Inspektur Jenderal.
*
Tentu saja Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan sebagai tersangka. Itu sebabnya ia mengancam hendak membongkar semua orang penerima uang gratifikasi sebesar Rp 7 milyar dari terpidana Djoko Tjandra.
Membongkar laku kriminal sendiri maupun orang lain yang terlibat kasus sama dalam bahasa kepolisian disebut menyanyi/bernyanyi. Orang-orang yang terlibat kejahatan yang semula aman-tenteram terlepas dari jerat hukum (karena satu dan lain hal) dapat saja tiba-tiba menjadi pesakitan pula.
Dalam kaitan itu berbagai pihak menanggapinya penuh antusias.
Bagi Irjen Pol Napoleon Bonaparte sendiri ancaman itu sekadar ingin membela diri. Mungkin jurus terakhir agar namanya tidak terlalu terpuruk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa praktik korupsi-kolusi-nepotisme melibatnya banyak pihak sekaligus. Untuk kasus gratifikasi misalnya, pasti ada penyandang dana, ada perantara, ada penerima. Komunikasi melalui saluran seluler antar mereka seringkali terendus, hingga terkuaknya persekongkolan diantara mereka.
*
Andai saja dalam kasus Novel Baswedan ada petinggi Polri yang bersedia bernyanyi, mungkin penyelesaian kasus itu cepat rampung. Demikian pula kasus-kasus lain, kasus rekening gendut petinggi Polri misalnya.
Tetapi saat ini biarlah Irjen Napoleon Bonaparte dulu yang bernyanyi. Kita tunggu dan dengarkan sesumbang apa suaranya nanti.
Nah, itu saja. Drama belum selesai. Menunggu tetaplah lebih baik. Sambil was-was berharap, jangan-jangan lagu lawas alias basi saja yang akan dilagukan. Khawatirnya, ancaman itu telah sigap diantisipasi oleh pihak-pihak yang bakal terkena nyanyian sumbang Irjen Napoleon Bonaparte. Wallahu a'lam. ***
Sekemirung, 18 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H