Baju tahanan Bareskrim Polri berwarna oranye yang ia kenakan saat tiba bersama penyidik Bareskrim Polri untuk pelimpahan tahap dua, berkas dan
tersangka tak lagi dikenakannya.
Irjen Napoleon Bonaparte, merupakan satu dari 3 orang pelaku dalam kasus dugaan gratifikasi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias .Djoko Tjandra. Sebelum dicopot, jabatan terakhirnya sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
Jabatan itu disandangnya setelah berbagai jabatan karier dipegangnya. Baru Februari 2020 Irjen Napoleon Bonaparte menjadi salah satu dari 13 anggota yang mendapat kenaikan pangkat dari Brigadir Jenderal menjadi Inspektur Jenderal.
*
Tentu saja Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan sebagai tersangka. Itu sebabnya ia mengancam hendak membongkar semua orang penerima uang gratifikasi sebesar Rp 7 milyar dari terpidana Djoko Tjandra.
Membongkar laku kriminal sendiri maupun orang lain yang terlibat kasus sama dalam bahasa kepolisian disebut menyanyi/bernyanyi. Orang-orang yang terlibat kejahatan yang semula aman-tenteram terlepas dari jerat hukum (karena satu dan lain hal) dapat saja tiba-tiba menjadi pesakitan pula.
Dalam kaitan itu berbagai pihak menanggapinya penuh antusias.
Bagi Irjen Pol Napoleon Bonaparte sendiri ancaman itu sekadar ingin membela diri. Mungkin jurus terakhir agar namanya tidak terlalu terpuruk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa praktik korupsi-kolusi-nepotisme melibatnya banyak pihak sekaligus. Untuk kasus gratifikasi misalnya, pasti ada penyandang dana, ada perantara, ada penerima. Komunikasi melalui saluran seluler antar mereka seringkali terendus, hingga terkuaknya persekongkolan diantara mereka.
*
Andai saja dalam kasus Novel Baswedan ada petinggi Polri yang bersedia bernyanyi, mungkin penyelesaian kasus itu cepat rampung. Demikian pula kasus-kasus lain, kasus rekening gendut petinggi Polri misalnya.
Tetapi saat ini biarlah Irjen Napoleon Bonaparte dulu yang bernyanyi. Kita tunggu dan dengarkan sesumbang apa suaranya nanti.