Tahun 2024 mendatang (insyaAllah umur panjang) Prabowo harus menang. Tiga kali pilpres saya tidak menjagoi Prabowo Subianto. Alasannya sederhana, capres lain lebih menjanjikan untuk dipilih. Nah, mudah-mudahan pilpres mendatang Prabowo paling menjanjikan.
Kata "harus" itu dengan berbagai pertimbangan matang. Pertama, pengalaman segudang. Boleh saja kita menilainya dari sisi negatif. Tetapi lebih bijaksana berharap baik dan menilai baik. Bahwa Prabowo punya tekat dan semangat besar utuk menjadi presiden RI. Itu fakta yang sulit dipungkiri.Â
Jadi sampai kapanpun tak akan surut kaki melangkah ke arah sana. Satu langkah sudah didaki, yaitu kembali terpilih sebagai Ketua Umum Gerindra 2020-2025. Artinya, tiket pilpres sudah di tangan. Tinggal menyiapkan diri dengan lebih baik dibandingkan tiga kesempatan lalu.
Salah satu bentuk kesiapan Gerindra dalam menapak menuju Pilpres 2024 yaitu keberhasilan dalam Pilkada serentak 2020 mendatang. Kesuksesan pada Pilkada tersebut membuat satu langkah maju lebih lancar dan cemerlang menuju kursi RI 1.
Kedua, lampu hijau sudah diberikan pula oleh parpol besar pendukung pemerintah saat ini, PDI Perjuangan. Megawati tentu tahu betul bagaimana harus memenuhi janji-janjinya tempo dulu. Tidak ada kata terlambat. Sebuah keterpaksaan ketika memperhadapkan Jokowi dengan Prabowo. Tetapi kali ini tidak lagi. Boleh jadi Gerindra dengan PDIP menjadi satu paket capres-cawapres pada Pilpres 2024 mendatang. Siapa si cawapres yang selayaknya mendampingi Prabowo kalau bukan Puan Maharani.
Ketiga, Prabowo harus merombak total penampilan, gaya maupun isi retorika, tidak salah memilih kawan seiring (parpol koaliasi maupun mendukung), dan tidak mengulangi berbagai kesalahan penyebab kekalahan pada pilpres terdahulu.
Dua syarat terdahulu sudah di tangan. Tidak masalah dan tidak perlu dipikirkan benar. Namun, syarat ketiga tidak mudah. Bahkan sangat sulit. Rekam jejak masa lalu masih kuat melekat dalam benak pemilih. Maka tidak mudah pula orang membuang kesan tertentu yang menyebabkan mereka begitu gampang mengesampingkan Prabowo.
Salah satu alasan para pemilih menyingkirkan nama Prabowo dalam pilihan mereka, yaitu (saat itu) tidak ada pengalaman memadai pada bidang Pemerintahan. Maka jabatannya kini sebagai Menteri Pertahanan (entah alasan apapun yang melatari keputusan Jokowi maupun Megawati dalam hal ini) harusnya dipertahankan hingga akhir masa jabatan nanti. Jangan berhenti di jalan. Berhenti jangan, apalagi diberhentikan. Akan sangat buruk akibatnya bila hal terakhir itu yang terjadi.
Bila sukses selama empat tahun berada dalam pemerintahan maka cibiran dan ejekan bahwa Prabowo tidak punya pengalaman memadai selain dalam kemiliteran tidak ada lagi.
Keempat, ini syarat yang terberat. Saingan Prabowo dalam pilpres 2024 nanti mestilah tidak cukup menonjol-mentereng-moncer untuk dijadikan pilihan. Apalagi pada saat itu Prabowo sudah 73 tahun. Sudah cukup sepuh. Sebagai pembanding, Donald Trump diangkat menjadi Presiden Amerika ke 45 pada umur 70 tahun (1916).
Dalam perkiraan saya, kalau saingannya Anies Baswedan, Sandiaga Uno, dan  Agus Harimurti Yudhoyono rasanya masih boleh dilewati. Tetapi bila yang muncul sebagai saingan Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Khofifah Indar Parawansa, dan Erick Thohir; maka rumit untuk dapat melewati mereka.Â
Itu sebabnya kinerja Prabowo dalam pemerintahan harus makin meroket prestasinya. Bersaing ketat dengan beberapa kepala daerah yang mengincar jabatan presiden pula. Bersamaan dengan itu membenahi penampilan partai maupun sosok pengurus menjadi sebuah keharusan. Kemampuan untuk menggaet pemilih pemula maupun muda diprediksi menjadi penentu kemenangan.
Dengan demikian keyakinan saya pada Prabowo "harus menang" disertai syarat lain, yaitu lawannya tidak cukup memadai. Entah bagaimana caranya, mudah-mudahan ada jalan untuk mendapatkan situasi dan kondisi yang demikian.Â
*
Menjadi salah satu orang dekat Jokowi tentu menjadi modal penting bagi Prabowo. Diluar soal kepribadian dan penampilan, maka Prabowo dapat menyontek cara berpikir dan mengambil keputusan seorang Jokowi.
Mengenai langkah Jokowi dari jabatan Walikota Solo, kemudian melaju menjadi Gubernur DKI Jakarta, hingga akhirnya menjadi Presiden tentu sebuah prestasi yang sangat bagus untuk dilacak dan ditiru sisi-sisi positifnya.Â
Mungkin kerja keras, jujur, bersahaja, dekat dengan rakyat, tidak mudah marah, dan tidak takut mengambil keputusan meski tidak popular merupakan kartu truf yang telah ditiru banyak pimpinan daerah. Dengan disiplin dan tekat baja seorang (mantan) prajurit niscaya mudah saja untuk belajar cepat mengetahui rahasia "keberuntungan" jejak politik seorang Jokowi.
Kelima, Probowo harus menang dan pasti menang bila Tuhan menghendaki demikian. Ya, apa boleh buat harus diyakini, tidak ada satu peristiwa sekecil apapun tanpa sepengetahuan dan seizin Allah SWT. Oleh karena itu dalam kampanye Pilpres 2024 mendatang tidak boleh ada lagi pertanyaan bernada ejekan "salat Jumat di mana?". Juga, calon ibu negara bolehlah jauh hari dipersiapkan. Jangan sampai hal-hal itu menjadi batu sandungan.
*
Nah, itu saja sekadar ulasan awam. Harapan, Prabowo harus menang pada Pilpres 2024 mendatang. Sukses dalam Pilkada Serentak 2020 mungkin langkah kedua setelah jabatan ketum Gerindra diraih lagi.
Hanya saja apakah Prabowo akan maju lagi atau tidak dalam Pilpres 2024 mendatang belum ada kepastian. Jika ternyata tidak, maka semua harapan dalam tulisan ini harus dianulir, dibatalkan, dan dianggap tidak pernah ada. Wassalam. ***
Cibaduyut, 10 Agustus 2020
Baca juga tulisan menarik lain:
dinasti-politik-dan-sorotan-pada-sosok-gibran
cerpen-hanya-diantara-jimun-sarmi-dan-pak-wo-2
puisi-takut-aku-menyapamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H