Jimun minggat. Ia menalak tiga isterinya. Sarmi ditinggal bersama tiga anak untuk hidup sendiri. Siang malam ia menangis. Beruntung Pak Wo membantu. Anak-anak makan di rumah duda tua itu. Sarmi bertahan tidak makan. Kalau ada tetangga lain yang mengantar makanan baru ia memakannya.
Karena pertengkaran itu sebulan kemudian Bu Kades memerlukan datang. Agaknya ia sudah mendapat informasi dari kanan kiri. Jadi, nasihatnya lugas. "Jadi janda itu tidak enak. Salah-salah bisa bikin urusan polisi. Sebab banyak lelaki yang mau. Dan rata-rata mereka hanya mau senang. Mengapa kamu tidak minta dinikahi Pak Wo saja. . . .!"
"Pak Wo? Ibu ini menasihati atau mau menjerumuskan saya?" seru Sarmi dengan mata mendelik.
Bu Kades tidak ingin bertengkar. Ia mengeluarkan amplop isinya beberapa lembar uang. Lalu menurunkan sembako dari mobilnya. "Jangan marah. Pikirkan saja dulu dengan tenang. Nanti kalau uangmu habis Ibu datang lagi. Sambil menunggu apa keputusanmu. Ibu tidak mau ada janda cantik seperti kamu di desa ini. Dulu pernah kejadian, ada janda cantik bikin ulah, jadi urusan kriminal. Beberapa lelaki yang ingin memperisteri saling melukai, ada yang terbunuh. Nama desa cemar. . . . . !"
Sarmi mengangguk-angguk, dan mengerti, serta berucap terima kasih. Ia minta maaf karena sikapnya. Bu Kades pamit pulang.
Setelah masa idah selesai, betul saja Sarmi dinikahi Pak Wo. Seperti bapak dengan anak umur dan penampilan mereka. Kontras, tapi mungkin itulah jodoh. Setelah rambut dan kumis maupun janggut digunting rapi, lalu mandi bersih, gagah pula tampak penampilan Pak Wo.
Peresmian mereka dilalui dengan akad-nikah saja. Tanpa resepsi. Warga maklum, sebab masih dalam suasana wabah Covid 19. Tidak boleh ada kerumunan yang berpotensi penularan.
*
Sejak itu Sarmi dipanggil Bu Wo Anom. Tiga anaknya kembali ke sekolah setelah tunggakan pembayaran dilunasi Pak Wo. Sejak itu sedikit demi sedikit hidup Sarmi dan ketiga anaknya berubah. Â Sandang-pangan tercukupi. Untuk ukuran orang desa, hidup mereka makmur.
Tapi sebuah kebusukan terendus. Tiga bulan setelah Sarmi dinikahi Pak Wo, seorang warga desa memergoki hal aneh. Ia melihat Pak Wo, Jimun dan Bu Kades berbincang dalam satu meja pada sebuah restoran seafood di kota. Tampak akrab, penuh canda, seperti tidak ada masalah serius diantara mereka. Warga desa itu memperhatikan dari jauh. Menduga-duga, dan seketika berburuk sangka.
Jangan-jangan mereka bersekongkol, ucap batin warga desa itu penuh curiga. Â Tapi ia tidak mau berburuk angka. Ia tidak mau terlibat urusan mereka. dan dipendamnya sendiri rahasia itu. *** (Selesai)