Isteri Mbah Samidu dengan tangkas menjawab semua keraguan atas cerita itu. Tanpa sadar ia menjadi pembicara tunggal di mana-mana. Dan akibatnya semua orang hanya tahu satu hal: Pak Jabrot jatuh miskin. Bangkrut.
Begitupun kebenarannya tidak ada yang tahu. Kecuali tentu keluarga Mas Jabrot sendiri. Sebab meski sudah kaya raya ia pernah menjalani berbagai pekerjaan berat. Tentu di luar kota, tempat di mana orang-orang tidak menenalinya. Pernah seminggu ia menjadi pengamen, lalu seminggu jadi tukang becak, seminggu pula menjadi buruh panggul, dan yang paling lama menjadi tukang bakso keliling. Dua minggu. Hobinya memang makan bakso. Jadi ia merasa sangat senang menjalaninya. Bila hari hujan dan dagangan tak habis, ia bagi-bagikan baksonya ke tetangga. Â
Hanya si isteri yang tahu soal itu, dan keheranan tak pernah  mendapatkan jawab.
"Kenapa harus begitu-begitu amat, Mas?" tanya isteri Mas Jabrot suatu hari.
"Begitu bagaimana?"
"Berpura-pura jadi orang miskin. Apa untungnya?"
Geli sendiri untuk berterus terang. "Aku ingin kembali menjadi orang miskin. Tidak banyak beban dan masalah. Hidup sederhana, tidak sombong. . . . " Â Â
Mas Jabrot memang unik, juga aneh. Yang lebih aneh, ternyata banyak orang yang suka melihat ia jatuh miskin.***
Sekemirung, 12 -- 23 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H