Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Mas Jabrot Jatuh Miskin (2)

23 Juli 2020   21:50 Diperbarui: 23 Juli 2020   21:52 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penjual es serut - http://www.relunglangit.com/

Cerita sebelumnya: Mas Jabrot kaya raya. Para tetangga memaklumi sebab kerja keras dan keuletan lelaki itu. Ia bahkan dikenal suka membantu. Sebaliknya para pendatang curiga. Ada yang menduga Pak Jabrot punya pesugihan, yang lain menyangka lelaki itu menjual barang terlarang, melanggar hukum, aau melanggar syariat agama. Sementra itu ada seorang tetangga yang melihat kenyataan lain.. . . - Mas Jabrot Jatuh Miskin (1)

*

Gunjingan tentang Pak Jabrot tak akan seramai itu bila saja bukan Mbah Samidu mampu memendam rahasia. Ya, rahasia. Celakanya, seperti rahasia lain selalu bikin orang penasaran. Ingin tahu, penasaran.  Mbah Samidu sendiri sebenarnya ingin tutup mulut. Tetapi dasar lidah tak bertulang, lolos juga cerita itu di depan isterinya. Cerita saat kemarin di kota K ia memergoki suatu kejadian.

"Aku punya cerita miring tentang Mas Jabrot. . . .!" pancing Mbah Samidu saat duduk di bangku bambu bawah pohon mangga.

"Miring? Mas Jabrot gila?" si isteri menyahut dengan mata melotot.

"Bukan itu maksudku. Tapi cerita tentang buruk yang tidak diketahui orang lain. . . "

"Apa itu, Mbah. Bilang saja. Sama isteri sendiri kenapa harus menutup-nutupi? Mau memeras Mas Jabrot ya?"

"Memeras?"

"Ya. Mengancam orang yang punya aib. Kalau tidak mau memberi sejumlah uang, aib bakal dibuka ke umum. Begitu y a?"

Mbah Samidu tergelak. Wajah keriput, bebera gigi sudah tanggal, dan rambut tinggal beberapa helai yang dibiarkan memanjang. "Aku sudah tobat. Tidak mau jadi tukang peras lagi, Kapok. Lagi pula. . . ."

"Lagi pula. . . . . ."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun