Cerita sebelumnya: Mas Jabrot kaya raya. Para tetangga memaklumi sebab kerja keras dan keuletan lelaki itu. Ia bahkan dikenal suka membantu. Sebaliknya para pendatang curiga. Ada yang menduga Pak Jabrot punya pesugihan, yang lain menyangka lelaki itu menjual barang terlarang, melanggar hukum, aau melanggar syariat agama. Sementra itu ada seorang tetangga yang melihat kenyataan lain.. . . -Â Mas Jabrot Jatuh Miskin (1)
*
Gunjingan tentang Pak Jabrot tak akan seramai itu bila saja bukan Mbah Samidu mampu memendam rahasia. Ya, rahasia. Celakanya, seperti rahasia lain selalu bikin orang penasaran. Ingin tahu, penasaran. Â Mbah Samidu sendiri sebenarnya ingin tutup mulut. Tetapi dasar lidah tak bertulang, lolos juga cerita itu di depan isterinya. Cerita saat kemarin di kota K ia memergoki suatu kejadian.
"Aku punya cerita miring tentang Mas Jabrot. . . .!" pancing Mbah Samidu saat duduk di bangku bambu bawah pohon mangga.
"Miring? Mas Jabrot gila?" si isteri menyahut dengan mata melotot.
"Bukan itu maksudku. Tapi cerita tentang buruk yang tidak diketahui orang lain. . . "
"Apa itu, Mbah. Bilang saja. Sama isteri sendiri kenapa harus menutup-nutupi? Mau memeras Mas Jabrot ya?"
"Memeras?"
"Ya. Mengancam orang yang punya aib. Kalau tidak mau memberi sejumlah uang, aib bakal dibuka ke umum. Begitu y a?"
Mbah Samidu tergelak. Wajah keriput, bebera gigi sudah tanggal, dan rambut tinggal beberapa helai yang dibiarkan memanjang. "Aku sudah tobat. Tidak mau jadi tukang peras lagi, Kapok. Lagi pula. . . ."
"Lagi pula. . . . . ."