Musim penghujan gaknya mulai berkuang. Musim kemarau menjelang. Dan inlah saat-saat yang terbaik untuk bermain layang-layang, atau layangan.  Untuk layang-layang hias perannya memang hanya untuk hiasan di udara. Siluet sinar  matahari pagi atau sore hari menambah keindahannya.
Namun, untuk layangan adu tidak lagi bentuk, warna, dan aneka hiasan yang hendak ditontolkan; melainkan kemahiran si pemain layangan memenangkan aduan. Ada yang sekadar untuk kesenangan, dan ada pula yang untuk berjudi.
Itu berarti benang yang dipergunakan - tali, atau senar- harus mampu memutuskan benang lawan. Tarik dan ulur benang menjadi seni mengadu layangan. Menyangkutkan benangnya, sampai benang/senar lawan putus.
Untuk mendapatkan benang jagoan memang tidak sembarang orang mempu membuat benang menjadi sangat tajam. Bahasa setempat menyebut benang gelasan. Yaitu benang yang sudah dilumuri perekat dicampur bubukan gelas/kaca. Sehingga disebut "benang gelasan". Jika benang digerakkan, atau ketemu benda bergerak, menjadi setajam silet.
Celakanya, bukan hanya benang lawan yang putus, apa saja yang tersangkut bisa putus, minimal terkelupas. Misal kabel telepon dan kabel listrik. Bahkan urat leher orang pun dapat putus dibuatnya. Naas memang bila hal itu sampai terjadi, ketidaksengajaan yang menakutkan, tetapi itulah yang dialami seorang pengendara motor di Solo.
*
Korban yang berinisial YBS (21) tersebut tewas mengenaskan. Ia warga Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari. Siang itu ia mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang di jalan di Jalan Tangkupan Perahu, tepatnya di kantor Pos Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Kamis siang (11/6/2020).
Seutas benang layang-layang putus melintang di jalan. Ketinggian benang tepat pada leher korban. Tanpa sempat mewaspadai adanya bahaya mengancam, urat leher korban pun tersayat benang gelasan. Korban terjatuh, dan menurut saksi mata, masih sempat berdiri. Tapi darah terlalu deras mengucur dan tidak dapat dihentikan. YBS sempat dibawa ke RSUD Dr Moewardi, tetapi tidak tertolong.
Sekadar pengingat, saat mengendarai sepeda motor (pada musim layang-layang seperti sekarang ini) sebaiknya kerah baju/jaket dipasang untuk melindungi leher.Â
*
Masih peristiwa mengenai leher. Naas pula yang dialami Fatimah binti Sulaiman dengan lehernya. Ia warga Gampong Dusun Satu Teungku Mak Amin, Gampong Meunsah Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.
Korban ditemukan dalam kondisi telungkup di tanah darah bersimbah di sekujur tubuh nenek tersebut. Kejadiannya Senin pagi (8/6/2020. Leher Nenek Fatimah (63) digorok menggunakan pisau dapur oleh anaknya sendiri bernama Nasrul (35).
Anak durhka itu warga Gampong Alue Bilie Rayeuk Kecamatan Baktiya. Polisi berhasil mengungkap pelaku dan motif pembunuhan. Gara-gara permintaan uang Rp 300 ribu oleh Pelaku ditolak, karena korban korban tidak punya uang. Lalu minta Rp 20 ribu untuk beli rokok, juga ditolak.
Pelaku merangkul perempuan tua dengan ancaman pisau dapur. Sang ibu tidak takut dan malah menantang pelaku. Â "Gorok saja leher saya, biar saya dapat surga." Kata-kata Nenek Fatimah bukannya mengendurkan amarah, pelaku justru kalap.
Mungkin Nenek Fatimah meniru dialog anak-anak pasangan Nabi Adam dengan Siti Hawa, yaitu ucapan Habil yang akan dibunuh Qabil (pembunuhan pertama kali dalam peradaban manusia).Â
*
Dalam kecelakaan lalu-lintas semua anggota badan dapat saja menjadi sasaran, termasuk leher.
Asim (64) mungkin sekadar kurang perhitungan, atau terlalu terburu-buru. Dan tidak mengukur diri, maupun kemampuan sepeda motor yang dikendarainya.
Ia memacu sepeda motornya di Jalan Raya Kampung Kaliasin, Desa Pangulah Utara, Kecamatan Kotabaru, Karawang, Rabu (26/2/2020). Ia melaju dari arah Cikampek menuju Jatisari. Â Sesampai di TKP ia menyalip truk tronton yang dikemudikan Shofi (38).
Motor tak terkendali dan oleh ke arah kiri. Kecelakaan maut pun terjadi. Ban tronton melindas leher Asim, akibatnya tubuh dengan kepala terpisah. Korban tewas di lokasi kejadian.
Sekadar pengingat, kesembronoan dan berlaku ugal-ugalan dalam berlalu-lintas sering bermakna sebuah bunuh diri.
*
Maka lindungi leher kita baik-baik. Lindungi dari benang layang-layang, dari pisau dapur, dan terlebih dari ban tronton. Kecelakaan dan tindak kriminal --dengan kesengajaan maupun tidak- dapat mencederai leher. Akibatnya sangat fatal: luka parah, lalu tewas.
Hikmah dari 3 peristiwa tragis di atas yaitu mengenai kehati-hatian kewaspadaan, dan berpikir-bersikap dan bertindak penuh perhitungan. Itu pun bila masih memungkinkan. Sebab hampir setiap kejadian berlangsung mengagetkan dan tak terduga. Sisa benang layangan putus bisa menjadi alat pembunuh. Bahkan pisau dapur di tangan anak durhana yang tega menggorok leher ibunya sendiri. Juga kekejaman jalan raya karena ulah dan kesalahan manusia.
Kesehatan dan keamanan leher sungguh rawan dari kecelakaan dan kejahatan. leher menjadi bagian sangat rawan terancam dari waktu ke waktu.
*
Itu saja. Virus Corona memang mematikan, tetapi keamanan leher tak kalah penting diperhatikan. Â Maka hati-hati, jangan sampai hal buruk terjadi. Wallahu a'lam. ***
Cibaduyut, 13 Juni 2020
 Tengok juga tulisan menarik yang lain:
cerpen-kisah-kodok-hijau-puteri-raja-dan-kutukan
di-bandung-3-pasar-ditutup-4-pedagang-tertular-dan-viral-ungkapan-jangan-tertipu
kopi-dalgona-mang-rohan-mari-ikut-antri-di-kedainya
tantangan-posting-foto-wisuda-najwa-shihab-bikin-ernest-prakasa-bingung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H