Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tantangan Posting Foto Wisuda Najwa Shihab Bikin Ernest Prakasa Bingung

7 Juni 2020   16:34 Diperbarui: 7 Juni 2020   16:28 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tantangan, ya itu sekadar tantangan di media sosial. Tertantang atau tidak kita, silakan saja. Jangan bingung dulu soal tantangan itu, Bung. Cermati latar-belakang, dan tujuan dari tantangan itu. Baca baik-baik isi postingan mereka. 

Nah, sudah jelas 'kan? Atau makin tidak jelas? Tapi ya, sudahlah. Tidak penting benar untuk tujuan apa posting foto wisuda, dan tidak masalah benar bagaimana perasaan mereka yang tidak bisa diwisuda lantaran pandemi Covid-19 menanggapi hal itu.

Bagi kita yang pernah diwisuda, itu sekadar seremonial alias upacara. Hal terpentingnya sudah dinyatakan lulus. Soal pakai toga dan pakaian kedodoran berwarna hitam itu simbol saja. Selebihnya seperti upacara lain:  melestarikan kebiasaan, unjuk rasa suka dan syukur, serta sedikit pamer. Lebih dari itu tidak ada.

Tentu pamer dalam arti positif, agar memacu mereka yang belum lulus harus lebih giat, bersemangat, dan pantang menyerah menyelesaikan semua persyaratan kelulusan. Kalau pun ada yang pamer dalam arti negatif, ya tidak apa juga. Sikap dan sifat orang 'kan berbeda-beda.

Kembali ke awal cerita. Nyatanya beberapa nama beken terpancing mengikuti. Bahkan politikus papan atas (lantaran mendapat sebutan "yang mulia") ikutan meramaikan. Tapi benar adanya, Ernest Prakasa sempat bingung. Fenomena apa ini kiranya? Mungkin begitu, desak kata hatinya.

Kalau kata-katanya sendiri, begini bunyinya:  "Menghibur yang gak bisa wisuda, dengan cara pamer foto wisuda. Sebentar, kok gw gak paham konsepnya ya?," tulis Ernest Prakasa sambil menyertakan emoji tertawa di akun Twitternya @ernestprakasa, Sabtu (6/6/2020) sore.

Sutradara sekaligus komika itu mengomentari postingan beberapa tokoh dan artis soal foto wisuda. Ia mengaku tak paham dengan konsep postingan tersebut.  Ia bingung, mengapa mengibur orang yang tak bisa wisuda dengan cara pamer foto wisuda. Mengapa?

*

Bermula dari tantangan Mbak Najwa. Presenter cantik sebuah media elektronik itu punya banyak daya tarik untuk membuat narasumber siapapun buka suara. Banyak yang karenanya panas-dingin terkena bombardir tanya yang sulit-sulit. 

Tak jarang ia bergaya sok tahu, dan sok paling benar. Menurut sejumlah sumber, baru Jokowi yang mampu membalikkan pertanyaan puteri keluarga Shihab itu, dan membuatnya ganti berpikir mengubah kalimat tanya agar narasumber tersudut.

Tantangannya sederhana, yaitu mengajak sejumlah nama memposting foto wisuda. Tujuannya, untuk menghibur adik-adik SMA yang tidak dapat diwisuda secara fisik lantaran pandemi Covid-19.

Maka gayung bersambut, sejumlah nama yang disebut buru-buru memposting foto wisuda mereka disertai caption suasana saat diwisuda dan prestasi yang mereka peroleh. Dan diakhiri dengan kata-kata mutiara: jangan berkecil hati tidak ada wisuda lantaran terkendala pandemi.

Dua kontradiksi sekaligus dilakukan. Pertama, pamer wisuda kepada orang yang tidak bisa diwisuda. Kedua, ungkapan jangan berkecil hati lantaran tidak dapat diwisuda.  Bingung.

Sementara itu dari berbagai pemberitaan di media disebutkan ada sejumlah sekolah dan perguruan tinggi yang melakukan wisuda secara virtual. Artinya, wisuda tetap ada tetapi wisudawan di rumah masing-masing. Hanya pihak lembaga pendidikan saja yang berada di ruang wisuda. Selebihnya di tempat lain. Jadi sebenarnya, tidak sama sekali tidak ada wisuda. Namun, dilakukan secara virtual. 

Cara ini tentu tidak berbeda dengan akad-nikah jarak jauh, sidang dan rapat virtual, halal bihalal dan reuni menggunakan video call, dan aneka kegiatan lain dengan menggunakan sarana telekomunikasi.

Sangat berbeda tentu suasananya, jauh berbeda. Dan karena itu kebiasaan berselfie dan wefie terkendala pula. Suasana ramai-ramai yang hangat-meriah-penuh kegembiraan wisuda tidak ada. 

Sebagai gantinya, para luluan SMA/SMK boleh membayangkan saja kegembiraan wisuda Najwa Shihab dan sejumlah nama lain yang memenuhi tantangannya memajang foto wisuda mereka.  Tergantikankah? Entah.

*

Pandemi virus corona sebenarnyalah membawa hikmah besar bagi siapapun. Berkurangnya kegiatan sosial, yaitu pertemuan fisik sejumlah orang, mengharuskan kita merenungi hakikat kegiatan sosial itu sendiri.

Jangan-jangan selama ini urgensi sebuah kumpulan lebih banyak pada hal-hal yang bersifat basa-basi, seremonial, dan hal tidak perlu lain. Jangan-jangan aneka kegiatan apapun lebih didasari oleh niatan membuat postingan di Facebook, Instagram, Path, Line, Twitter, dan lainnya. Saling bertukar share aneka kegiatan --termasuk wisuda- menjadi ajang keriuhan meski hal itu tidak sepenuhnya mendukung masa depan yang lebih baik-cerah-bermakna-sukses.

Bahkan kemudian muncul pertanyaan lebih mengusik: apakah wisuda (jenjang pendidikan apapun) dapat dijadikan jaminan hidup jujur-amanah-istikomah dan berkah?

Kembali pada tanggapan Ernest Prakasa. Ia mengaku tak datang saat diwisuda. "Gw ga dateng wisuda malahan.  Males," tulisnya. Tak heran. Ia tidak memiliki foto wisuda. Bisa jadi ia tidak terbiasa pamer kebahagiaan dalam kehidupan ssehari-harinya, terlebih di media sosial.  Dengan kata lain, Ernest Prakarsa sama sekali tidak tertantang untuk memposting foto wisuda. Apalagi disertai pamer kebahagiaan.

*

Secara agama sikap pamer kebahagiaan dapat mendorong siapapun pada riya' dan ujub (membanggakan diri sendiri). Bila postingan itu disalahpahami orang lain bisa merusak persahabatan, bahkan berujung permusuhan. Bisa pula membuat orang lain iri dan dengki, setidaknya berprasangka buruk. Bahkan bisa menjadikan kita kufur nikmat kepada Allah.

Nah, itu saja. Terakhir, hati-hati menerima tantangan di media sosial. Salah-salah bermuara pada pamer. Niat baik tak tercapai, justru hal buruk yang dituai. Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut, 7 Juni 2020

Simak juga tulisan menarik sebelumnya:
pencuri-3-tandan-kelapa-sawit-hukuman-penjara-dan-teladan-umar-bin-khattab
mei-siang-malam-27-tulisan-optimistis-dan-rezeki
didi-gagal-haji-tahun-ini-pembatalan-ibadah-haji-2020-dan-berharap-tak-ada-perang-maupun-wabah
dwi-sasono-ditangkap-polisi-sikap-isteri-dan-nasihat-kh-maimun-zubair
nurhadi-ditangkap-kpk-dalih-praperadilan-untuk-kabur-dan-contoh-buruk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun