Bulan Mei 2020 lalu saya menulis 27 judul tulisan. Dari 31 hari selama Mei hanya 5 hari saja absen. Selebihnya setiap hari, terutama jelang tengah malam, bahkan selepas tengah malam, saya memposting tulisan (fiksi dan opini) di Kompasiana.
Bulan Januari hingga Mei kisaran angka itu jumlah tulisan saya. Lumayan produktif dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Saat saya tidak berharap para K-Reward. Tiga bulan saya diganjar rupiah, yaitu Februari, Maret dan April. Total mendekati angka Rp 500 ribu.
Saya beruntung sesekali saja menemukan bahan tulisan yang diminati pembaca. Namun, selebihnya memang untung-untungan sekali. Ada tulisan yang bahkan pembacanya tidak ampai 20 orang. Sangatr minum untuk jerih-payah 3 hingga 4 jam memilih topik, menulis, mencari gambar yang sesuai, hingga mempostingnya.
Meski tidak termasuk penulis papan atas (25 nama utama yang namanya dipajang dan jumlah rupiah yang disertakan) saya senang-senang saja. Alhamdulillah. Tapi Mei lalu memang masa sulit. Hampir semua tulisan jumlah pembacanya berada pada kondisi prihatin. Kurang dari 100, banyak yang mentok di angka 50. Total tidak sampai 1.500 view. Hanya setengah dari target minimal seperti ketentuan Admin. Jadi dengan sangat maklum dan menyadari berbagai kekurangan, Mei tidak menghasilkan apa-apa.
Ganjaran, Rezeki
Tulisan di atas terus-terang bicara soal rupiah. Ada nada kurang puas atas kinerja yang buruk. padahal kuang apa alam memberi kesempatan luas. Dengan ketentuan #dirumahaja -dengan aneka aksesoris kata dan nasihat- mestinya kualitas tulisan meningkat. Agak lebih memadailah. Hingga kalau berharap ganjaan maka sang pemberi merasa puas --setidaknya dianggap tidak terlalu buruk- untuk menerima seadanya.
Sampai-sampai saya lupa, ada hal lain yang lebih baik untuk disyukuri: yaitu rezeki. Saya mendapatkan kesehatan, semangat mencari bahan dan menuliskannya, tidak terjebak pada rutinitas membuang-buang waktu (dengan apapun yang belakangan disadari tidak berguna), serta terutama menghasilkan karya. Yaitu karya tulis, seberapapun sederhana.
Rerzeki lain bagi saya, yaitu: saya berani berterus-terang menasihati diri sendiri. Membuka celah kekurangan dan kesempitan untuk kemudian menyarankan hal yang lebih baik. Seperti itu menasihati orang lain, padahal sebetulanya untuk diri sendiri semata. Kalau ada yang mendapatkan uswah, atau contoh baik dan kemudian terpikir untuk menirunya, maka ada nilai baik yang bakal kembali pada saya.
Dengan kata lain, Alhamdulillah, melalui Kompasiana dan terutama melalui upaya menasihati diri sendiri, mudah-mudahan ada satu-dua pembaca yang merasa mendapatkan hal baru untuk direnungi. Dan itulah ganjaran sebenarnya untuk saya.
Siang-Malam
Dua kata itu akrab dengan sebutan dua keeping waktu dalam satu hari yang berlawanan kondisi dan situasinya. Siang dan malam, dua hal yang saling berseberangan dan berkebalikan. Bayangkanlah para penulis yang berawal siang dan berakhir malam. Atau sebaliknya. Alangkah panjang waktu yang harus saya habiskan.
Itu sebabnya bila saya menulis jelang tengah malam, maka buru-buru saya tambahkan tanggal selesainya. Dengan kata lain ada dua tangal tertera, misal tanggal 3-4, atau 24-25, pada bulan yang sama. Kesannya menulis selama 2 hari. Padahal memang begitulah kenyataan. Memulai pada pukul 21.30 WIB, dan berakhir lewat tengah malam pada pukul 01.00 WIB hari berikutnya. Â
Tebar Hikmah Ramadan
Dua tahun lalu saya mengikuti kegiatan bertajuk THR itu. Suntuk dan khusuk betul. Menulis dikala Ramadan aneka kegiatan sertan kondisi berpuasa pun sudah merupakan hal yang tidak mudah, terlebih harus pula mematuhi segenap ketentuan dan permainan dalam kegiatan itu.
Saat itu bukan hanya selama Ramadan, tetapi juga setelahnya, yaitu saat Idul Fitri. Karena berlebaran ke luar kota maka saya harus menenteng-nenteng laptop kde mana pun.Â
Sebab tidak boleh terlewat satu hari pun dari jadwal tulisan yang harus diposting. Selesai, dan saya finish memenuhi ketentuan. Dan saya mendapatkan rezeki berupa kesanggupan melawan diri sendiri.Â
Melawan kemalasan, melawan rasa kurang percaya diri, melawan ketidaksanggupan, melawan kemauan tidak mau repot, dan lainnya. Â Rezeki berbentuk rupiah tidak.
Ramadan kemarin saya libur dulu. Selain bertepatan dengan pademi Covid-19, juga terutama karena harus aktif memerankan diri sebagai kepala keluarga. Meski ala kadarnya harus mampu menjadi imam dan khatib salat tarawih.Â
Dan hampir sebulan penuh peran itu Alhamdulillah teratasi. Sulit saya bayangkan saya bakal sanggup seperti itu bila ada "beban" lain yang tidak sederhana.
Harapan Juni
Mudah-mudahan bulan Juni 2020 ini sesuatu terjadi, yaitu kemampuan menulis lebih baik, kesanggupan menganalisis peristiwa lebih tajam dan terpercaya, kecekatan menghemat waktu dalam menulis lebih memadai, dan seterusnya.
Dan alhamdulilah, pada hari ke 4 ini satu dari 4 tulisan saya sudah menembus batas minimal perolehan jumlah view untuk mendapatkan K-Reward. Saya akan terus optimistis berbagi dan menasihati --semata untuk diri sendiri- meski anpa serupiah pun.
Namun, tulisan pada Juni ini mudah-mudahan penuh harapan. Tetap produktif menulis, dan tetap percaya diri ala kadarnya dalam berbagi. InsyaAllah. ***
Cibaduyut, 4 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H