Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kadirun Pun Angkat Bicara

28 Mei 2020   17:52 Diperbarui: 28 Mei 2020   17:45 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadirun tertawa mendengar tanya-jawab Mas Bejo dengan Mbak Murwo. Ia pun angkat bicara. "Menurutku di negeri demokrasi ini apapun boleh diucapkan orang, dan sah-sah saja. Undang-undang melindungi orang bicara. Bebas, dan merdeka. Soal setingan atau tidak, itu soal nanti. Kalau memang tidak terbukti setingan ya sudah, ngapain harus pusing?"

Mas Bejo terkekeh. Mengangguk-angguk, lalu menanggapi. "Logikamu persis lawakan Srimulat, Bro. lucu kalau dipanggung. Tapi tidak dalam kehidupan nyata menyakiti . . . !"

"Menyakiti?" tanya Kadirun.

"Kalau menuruti logikmu begitu boleh dong gentian aorang ngomong sembarang. Kelak bila Bang Kadirun hangus disambar geledek atau remuk ketabrak truk, lantas kutanggapi di medsos sebagai setingan. Bagaimana kira-kira perasaan keluargamu?" desak Mas Bejo dengan wajah menyeringai.

Kadirun bungkam. Dan seterusnya ia bungkam, sebab sepulang dari warung Mbak Murwo ia digelandang sejumlah debt collector. Sepeda motor yang digunakan untuk urusan politik selama ini lupa dibayar angsurannya. Belakangan karena terbelit biaya hidup, motor itu pun digadaikan. Nah, sekarang pusing ia menghadapi kenyataan yang terjadi.

Sejak itu Kadirun Pun Angkat Bicara tak pernah muncul. Entah di kampung lain, atau di kota lain. Kabarnya ia sempat mengontak Polisi, dan sejumlah orang yang berusaha menyanderanya lari kocar-kacir. Kadirun menanng untuk sementara, tapi batinnya was-was. Sejak itu ia tidak lagi memikirkan tugas untuk angkat bicara, ia memilih buru-buru angkat kaki. Tanpa pamit pada siapapun. ***

Sekemirung, 10 Okt 2019 - 28 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun