Kedermawanan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bahkan anak-anak pun tak jarang memiliki sifat itu. Tentu saja hal itu tidak tiba-tiba muncul. Harus dipupuk sejak kecil, diajari, diberi contoh konkrit, dan diiringi dengan nasihat bijak. Nasihat, bahwa mengulurkan tangan bagi yang membutuhkan merupakan perbuatan terpuji.
Menempatkan tangan di atas (memberi) lebih baik dari pada tangan di bawah. Namun semua perbuatan baik itu harus disertai dengan keikhlasan, tepat sasaran, sikap yang baik kepada orang yang diberi, serta tidak menyombongkannya.Â
Dalam bahasa gama: sebaik-baik orang yaitu yang bermanfaat bagi orang lain. Bermanfaat dapat pula diartikan membahagiakan, menolong, meringankan, mempermudah, memberitahu, dan menyumbang.
Hal-hal kecil dan sederhana yang bernilai baik bagi orang lain sangat mereka butuhkan. Dalam kondisi tertentu pasti kita pun memerlukan kedermawanan orang lain. Â Membantu menyeberangkan orang tua di jalan ramai. Â Mengambilkan barang yang jatuh dari seseorang yang keberatan dengan bawaannya. Memberi tempat duduk kepada ibu hamil. Berbagi makanan dan minuman kepada tetangga.
*
Orangtua sudah paham apa yang dibutuhkan anak. Bimbingan mengenai hal-hal baik. kebaikan berdasarkan agama, adat-istiadat, lingkungan keluarga, dan kebaikan dalam hal berbangsa dan bernegara.
Salah satunya sifat kedermawanan. Perilaku suka berbagi diwujudkan bukan hanya dalam bentuk uang dan materi lain. Bisa juga berbentuk perhatian, kasih-sayang, dukungan, sikap bersahabat, keramahan, menunjukkan pemecahan masalah kepada orang yang sedang dalam kesulitan, dan lainnya. Terlebih bila perhatian itu disertai keikhlasan memberi, meski sedikit.
Cara orangtua mengajari anak untuk bersifat dermawan, yang pertama-tama memberi contoh/keteladanan. Orang tua yang pemurah pasti akan diikuti anak-anak mereka. Begitu pula sebaliknya. Demikian pun harus dibiasakan beberapa hal sebagai pendukung muncul dan tumbuhnya sikap itu. Misalnya dibiasakan menyisihkan uang saku, berhemat, mudah berempati kepada orang yang kekurangan/kesusahan, tidak memanjakan anak, dan bersikap baik-sopan-ramah dan tidak mementingkan diri sendiri.
Menjadi dermawan tidak harus menunggu mampu, kaya, atau berkelebihan. Bila harus menunggu kita justru akan berhitung dan terus berhitung. Kerja keras sendiri, prihatin sendiri, memutar otak sendiri, mengapa harus diberikan kepada orang lain (yang kita nilai pemalas, bodoh, tidak bekerja keras, tidak berprihatin, dsb. Ketika miskin enggan berderma apalagi sudah menjadi kaya. Salah-salah kita makin kikir dan serakah.Â
*
Pada saat ini, ketika penyebaran Covid-19 belum terbendung, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting. Terlebih bagi para dokter dan petugas medis lainnya. Â Selama ini mereka kekurangan. Pasokan APD bagi mereka sangat terbatas.
Kondisi itu mengetuk hati para dermawan untuk mengulurkan tangan mereka. Bahkan tidak sedikit anak (yang hanya memiliki tabungan (celengan) berisi receh, uang logam yang nilainya kecil) merelakan kumpulan sisa jajan mereka selama berbulan-bulan.
Adalah seorang anak murid SDN Pasigaran 3 Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Ia mendonasikan uang koin celengannya untuk membeli Alat Pelindung Diri (APD) demi kebutuhan tenaga medis.Â
Namanya Moch Hafidh (9) putra pasangan Ruhiyatna (tukang service televisi) dan Rikoh Rotikoh (pedagang bakso ayam). Ia menabung  dalam kotak biskuit, dan menyerahkannya ke kantor Polsek Dayeuhkolot, Kamis (16/4/2020).
Setelah uang receh ( logam/koin pecahan Rp 100, Rp 500 dan Rp 1.000 dihitung, jumlah total tabungan Moch Hafidh Rp 453.300,-
Selain di Bandung, ada juga seoang anak di Maumere yang dengan kesadaran sendiri menyumbangkan hasil tabungannya.
Kanayah (9), seorang siswi kelas 3 sekolah dasar di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT rela menyumbangkan uang tabungannya untuk diberikan kepada tenaga medis untuk beli alat pelindung diri (APD). Ia datang bersama ayahnya, Sabtu (18/4/2020), ke Caritas Keuskupan Maumere untuk menyerahkan 3 celengannya. Â
Ada 3 celengan dengan nominal Rp 1.000, Rp 20.000, dan Rp 50.000. Setelah dihitung, uang tabungan dari semua celengan Kanayah mencapai Rp 741.500.
Itu jumlah yang sangat besar bagi anak-anak, tetapi mereka rela, tanpa paksaan, ikhlas.
*
Mengharukan, sekaligus membanggakan. Masih banyak anak yang tidak terekspos media atas kedermawanan mereka. Bahkan pasti banyak yang diam-diam menyumbang, agar tidak menjadi riya' dan fitnah.
Dua ilustrasi di atas sekadar gambaran, bahwa anak-anak pun sudah puny rasa empati dan keikhlasan untuk mendermakan milik mereka. Sikap mulia itu tentu diawal dan diikuti dengan sikap yang terpuji lainnya.
Sikap kedermawanan anak-anak dalam menyumbangkan tabungan mereka, meski dengan jumlahnya yang tidak seberapa. Hal itu mestinya mengingatkan kita semua mengenai perilaku saling membantu dalam kekulitan. Â Bergotong royong, dan bahu-membahu mengatasi kesulitan. Perbuatan itu pun menunjukkan seberapa besar rasa kasih-sayang dan kemanusiaan kita kepada sesama warga bangsa.
Nah, itu saja. Kapan anak-cucu kita mengikuti keteladanan Moch Hafidh dan Kanayah di atas? Sudahkah kita --meski dalam kesempitan/kekurangan- memberi contoh? Di tengah berbagai kesulitan, kerugian, dan pengorbanan akibat pandemi Covid-19, mudah-mudahan kepedulian sosial warga bangsa tumbuh subur. ***
Cibaduyut, 20 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H