Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gubernur Icikiwir Bermain Drama (3)

15 April 2020   20:45 Diperbarui: 15 April 2020   20:40 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya. . . .!" satu orang saja yang menyahut.

Nah, itu Mardimun yang dicalonkan untuk peran Icikiwir. Sebutan Icikiwir cepat melekat pada namanya. Kalau ada orang memanggil Icikiwir, ia spontan menoleh. Nama Mardimun ditinggalkannya.

*

Entah mengapa, para orang tua di Kampung Cihejo senang banget pada nama Mardimun. Konon dulu itu nama seorang preman yang terkenal kejam, bengis, tapi ampuh. Menjelang ajal ia bertobat, ia berubah drastis menjadi santri, alim, dan sangat dermawan.

Semua kekayaannya ia bagi-bagikan kepada warga, dan ia meninggal dalam keadaan sangat miskin. Sebaliknya warga mampu membuka aneka usaha dan berhasil. Rupanya warga terinspirasi dengan cerita itu. Dan mereka ikhlas menamai anak-keturunan mereka dengan nama Mardimun.

Sampai suatu hari mendadak timbul kegaduhan. Seru, dan agak mengkhawatirkan suasananya. Ternyata betul, kesamaan nama membawa kerumitan. Konon ceritanya terkait dengan si Siti saat mau menikah dengan Mardimun.

Kembang desa itu cantik dan legit, dan banyak pemuda maupun duda yang mau. Pada malam terakhir sebelum diselenggarakan akad nikah tanpa ba-bi-bu belasan Mardimun mengeroyok Mardimun calon pengantin. Padahal paginya ia harus duduk di pelaminan. Seisi desa geger, malam itu suasananya awat, seperti ada tawuran.

Pagi-pagi baru diketahui beberapa Mardimun terluka, sedangkan si pengantin tetap sehat dan tak terluka sedikit pun. Ia bahkan dengan penuh kemenangan duduk di pelaminan, tersenyum-senyum kecil, bersebelahan dengan Siti si kembang desa.

"Semalam kudengar ada keributan, Bang. . ." bisik si Siti di kursi pelaminan. "Ada apa?"

"Keributan? Ya, ada. Memperebutkan kamu. . . . !"

"Lho, bukankah Abang yang menjadi pacarku, melamar, dan kemudian akad nikah serta membiayai resepsi hari ini. . . . !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun