Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Tengah Pandemi, Beberapa Perawat Diperlakukan Tanpa Empati

13 April 2020   16:15 Diperbarui: 13 April 2020   16:20 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak jenazah itu dimakamkan. Dan demikian pula kewajiban para tetangga, handai tolan, dan sanak-saudara untuk memakamkannya. Tidak ada kamusnya jenazah ditolak pemakamannya. Apalagi proses pemakamannya sudah memenuhi prosedur standar opeasional (SOP) yang diwajibkan untuk jenazah orang tertular Covid-19.

Namun, hal seperti terjadi. Belum lama ini di TPU Suwakul, Ungaran, Kabupaten Semarang. Sejumlah orang menolak. Ada provokatornya. Padahal Ketua RT setempat (menurut pengakuannya) sudah menyetujui pemakaman itu. Toh almarhumah warga setempat pula. Tetapi karena desakan sejumlah pihak ia pun mengikuti kemaunan mereka: menolak.

Belakangan ramai, jadi viral di media sosial dan media massa. Warga, bahkan Gubernur Jawa Tengah, meminta maaf atas kejadian itu. Terjadi kesalah-pahaman, ujarnya. Lalu Pak Ganjar Pranowo menyampaikan kepada semua kepala daerah di Jawa Tengah agar tidak mengulang kejadian serupa.

Belakangan 3 provokator peristiwa penolakan jenazah seorang perawat yang meninggal setelah tertular Covid-19 dari pasien itu ditangkap. Organisasi yang menaungi profesi perawat berencana mengajukan perkara itu ke ranah hukum. Tujuannya, agar peristiwa itu tidak terulang di tempat lain.

*

Belum selesai urusan jenazah perawat yang ditolak pemakamannya, kini ada lagi perawat yang ditampar pengunjung Puskesmas. Penamparan dilakukan karena korban mengingatkan pelaku mengenakan masker.

Lokasi dan waktu dua peristiwa di atas berdekatan. Penolakan jenazah di Kabupaten Semarang,  Kamis (9/4/2020). Sedangkan penamparan terjadi pada sebuah Puskesmas di Kota Semarang, Sabtu (11/4/2020).

Tiga orang yang diduga jadi provokator penolakan pemakaman jenazah seorang perawat yang meninggal dunia karena Covid-19 telah ditangkap polisi pada Sabtu (11/4/2020) sekitar 12.30 WIB. Tiga pria yang ditetapkan tersangka tersebut diketahui merupakan tokoh masyarakat di Desa Suwakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang yakni THP (31), BSS (54), dan S (60).

Polrestabes Semarang berhasil meringkus Budi Cahyono (43) warga Kemijen Semarang Timur yang melakukan tindakan pemukulan terhadap Hidayatul Munawaroh (30), perawat di Klinik Pratama Dwi Puspita.

Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Asep Mauludin menuturkan, pelaku ditangkap di rumahnya oleh tim Resmob Polrestabes Semarang bekerjasama dengan Polsek Semarang Timur, Sabtu (11/4/2020) sekira pukul 20.15 WIB.

*

Dua peristiwa lain terjadi di tempat lain pula. Yaitu tenaga medis pasien Corona Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur, yang ditolak pulang oleh tetangga mereka.

Satu lagi perawat yang diancam pasien yang ngamuk. Orang itu dengan status Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, Kalimantan Timur.

*

Parawat merupakan tangan kanan dokter. Di rumah sakit, maupun di puskesmas. Tugasnya mempersiapkan sisi adminstrasi maupun medis sebelum pasien ditangani oleh dokter. Maka ia orang pertama yang bertemu dan berkomunikasi dengan pasien.

Sebagaimana para dokter, para perawat pun rawan tertular virus Corona. Kalau dokter ada di garda terdepan, maka perawat lebih depan lagi sedikit. Dengan kata lain, perawat itu (dengan rasa cemas dan was-was pula) harus menangani setiap pasien, baik yang sudah tertular maupun yang tidak menunjukkan tanda-tanda tertular serta yang sehat.

Bila di ruang gawat darurat maupun ruang isolasi penggunakan alat pelindung diri (APD) dipersiapkan lengkap, di tempat lain (ruangan lain dari sebuah rumah sakit atau puskesmas)  sehingga kemungkinan tertularnya lebih besar. Di rumah sakit atau puskesmas jumlah mereka pun lebih banyak dibandingkan jumlah dokter.

Gambaran tentang gawatnya resiko penularan yang dialami para perawat serta tenaga medis lain dapat kita lihat dari pemberitaan berikut:

Sebanyak 76 pekerja RSUD dr Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, Grobogan, yang kontak dengan pasien positif virus corona baru asal Kecamatan Geyer akan jalani rapid test.

Wakil Direktur RSUD dr Soedjati Soemodiardjo Titik Wahyuningsih mengatakan, pasien asal Desa Bangsri tersebut tidak jujur saat pihak rumah sakit meminta keterangan.

Pasien (47 Tahun) itu tidak mengaku pernah pergi ke luar negeri maupun ke daerah yang statusnya zona merah Covid-19. Dari keterangan inilah, pasien selanjutnya menjalani perawatan di salah satu kamar di bangsal Aster.

Selama perawatan ditangani dokter spesialis penyakit dalam, diobservasi lebih lanjut oleh dokter spesialis paru.Dari pemeriksaan dokter spesialis ini, kondisi pasien ada pneumonia.  Pasien ini juga sempat diambil sampel lendirnya untuk diuji di laboratorium di Yogyakarta. Kemudian, hasil uji swab menyatakan, pasien tersebut positif Covid-19.

*

Peristiwa di atas mengharuskan kita semua mawas diri, instrospeksi, dan mengedepankan hati-nurani dalam sikap dan tindakan. Sertakan juga sedikit simpati dan empati. Jangan sampai sesal kemudian tak berguna. Sesal dan minta maaf terlalu mudah dilakukan. Tetapi hal itu tidak dapat diperbaiki. Ungkapan maaf diberikan, proses hukum jalan terus.

Tiga provokator, dan seorang penampar, sudah jelas ancaman hukumannya. Sedangkan untuk kasus penolakan dokter dan perawat yang ditolak pulang ke rumah/kost mereka oleh tetangga, maupun peristiwa pasien positif Corona yang ngamuk minta pulang dari rumah sakit, tidak diproses hukum.

Nah, itu saja. Selalu ada pembelajaran yang terbaik, tentu bila kita mempelajarinya. Terima kasih  sudah berkenan singgah. Harapannya, keganasan Covid-19 segera berakhir. Kehidupan kebali normal seperti sedia kala dengan membawa hikmah yang lebih banyak ke depan. ***

Sekemirung, 13 April 2020 (11 hari jelang Ramadan 1441 H)

Gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun