Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jumat Ketiga Absen Jumatan

10 April 2020   16:31 Diperbarui: 10 April 2020   16:36 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suami-isteri salat berjamaah di rumah | Gambar diambil dari muslimpouses.tumblr.com

Jumatan hari ini saya absen lagi. Mangkir, alias tidak hadir. Ini absen ketiga. Dua minggu sebelumnya sebenarnya masih ada beberapa masjid yang buka untuk melakukan salat Jumat berjamaah. Saya berencana, nanti saja pada minggu ketiga.Tetapi hari ini semua tutup.

Masjid Azam di Sekemirung minggu lalu masih ada kegiatan Jumatan. Bahkan salat wajib berjamaah 5 kali sehari masih terlaksana. Tetapi kemarin sore Polisi datang dan memberi pengertian kepada pengurus masjid agar sementara waktu menutup kegiatan masjid.

Maka hari ini saya absen Jumatan untuk yang ketiga kalinya.

Ini sesuatu yang aneh. Bahkan seumur hidup baru ini sampai sebegitunya. Biasanya satu kali saja meninggalkan salat Jumat karena masih dalam perjalanan (kereta api, atau pesawat terbang). Kalau dalam perjalanan menggunakan mobil sendiri dapat direncanakan berhenti di masjid mana setengah jam sebelum Khotib naik mimbar.

Kali ini tidak ada pilihan lain. Virus Corona punya ulah, orang yang menderita Covid-19 terus bertambah. Ketentuan "physical distancing, social distancing, work from home, dan stay at home" makin diperketat.

Gema suara pengajian menjelang salat Jumat tidak ada. Yang azan Zuhur pun hanya ada pada satu-dua masjid. Yang lain tidak terdengar. Beberapa orang yang bergegas menuju masjid dengan mengenakan sarung dan peci serta mengalungkan sajadah di leher harus pulang kembali, masjid tidak mengadakan salat JUmat.

*

Kalau ditanya bagaimana rasanya tiga kali tidak Jumatan? Jawabnya, was-was dan menyerahkan kepada MUI serta pihak-pihak terkait dengan upaya memutus mata rantai penyebaran virus Corona.

Inilah satu bukti lagi, bahwa beragama itu fleksibel. Dalam kondisi tertentu yang sangat mendesak dapat dilakukan hal lain sebagai pengganti. Kalau ada yang menyebut salat Jumat di rumah, maka pernyataan itu tidak benar. Sebab syarat sahnya salat Jumat tidak mungkin tercapai hanya dengan di rumah.

Selain syarat jumlah jamaah, harus pula ada khotbah. Yang benar, mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur (ejaan Arab: Shalat Zhuhur, salat wajib yang dilakukan di luar hari Jumat).

Sedangkan mangkir dari 5 kali salat wajib di masjid saja rasanya sudah beda. Rasa terhadap waktu dan suara azan, rasa terhadap kesiapan serta kadang ketergesaan menuju masjid, rasa kebersamaan bertema dengan jamaah lain, rasa berjalan kaki dari rumah ke masjid, serta rasa menghirup udara bersih pada subuh hari.

Ah ya, pasti Allah masa tahu atas semua halangan itu. Fatwa ulama memberi jalan ke luar atas bahayanya kerumunan yang memungkinkan tertular Covid-19.

*   

Kembali pada masalah rasa, setiap muslim tentu punya cerita sendiri yang boleh jadi berbeda.

Bayangkan sejak kecil, menjelang baligh (bahasa Arab, artinya "sampai", maksudnya "telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan") yang ditandai dengan dikhitan, setiap muslim tak lepas dari masjid. Walau panas terik, kadang hujan, atau jarak dari rumah yang cukup jauh ke masjid, dijalani saja ritual Jumatan dengan penuh kesadaran.

Dalam perkembangannya kemudian (setelah dewasa dan bekerja), masjid yang dituju sering bangunannya kecil saja, tak jarang tempatnya jauh terpencil, sesekali masjid sangat sederhana, dan lain waktu khotibnya tua menggunakan bahasa daerah yang sulit dipahami. Mengingat kembali sejumlah masjid yang pernah kita jadikan tempat salat Jumat berarti mengenang masa-masa masih berdinas sebagai jurnalis yang harus berkeliling daerah hingga ke pelosok wilayah sebuah provinsi (sesuai dengan wilayah penugasan).

Kenangan saat sandal/sepatu hilang, ketika terlambat datang hingga hanya mendapatkan tempat di emperan masjid, ketika khotib menggunakan bahasa Arab dari awal hingga akhir, ketika berada di atas kapal penumpang yang sewaktu-waktu arah kapal berubah hingga kiblat pun bergeser, dan banyak lagi.

Semua itu menjadi ingatan manis saat saya #dirumahaja hari ini: Jumatan ketiga harus mangkir karena kedaruratan. Ada yang kurang, ada yang terasa hilang.

*

Karena aturan yang jelas dan tegas mengenai ketentuan salat Jumat berjamaah yang membuat sebagian besar masjid (terlebih pada perkampungan padat dan yang letaknya strategis di tepi jalan) dipenuhi umat.

Sebaliknya selain Jumatan, salat wajib pada sebagian warga belum menjadi kebiasaan. Itu sebabnya sejumlah kepala daerah menggiatkan salat berjamaah di masjid dengan aneka program, diantaranya Jumat Keliling, Subuh Berjamaah di Masjid, dan Ayo Salat Berjamaah di Masjid.

Artinya, untuk menyadarkan setiap muslim agar memakmurkan masjid (untuk beberapa kawasan di luar lingkungan pesantren dan perkampungan muslim) harus dibujuk dan coba dibiasakan. Nah, sekarang semua kegiatan itu terhenti, dan tak berarti lagi. Masjid tutup, siang-malam, digembok.

*

Mudah-mudahan Jumat depan, atau Jumat depannya lagi, Jumatan sudah dapat dilaksanakan lagi. Itu berarti secepatnya penularan virus Corona harus dihentikan. Kita semua, segenap lapisan masyarakat harus bahu-membahu ikut membantu.

Sedapat mungkin, sebisa mungkin, apa saja untuk mendukung keberhasilan program itu lakukan. Jangan bicara rugi, karena semua orang merugi. Jangan latah mencari kambing hitam. Jangan hiraukan hoaks dan fitnah yang mengajak orang untuk tidak peduli dan tidak berpartisipasi. Jangan tertular, dan apalagi menulari.

Itu saja. Hari ini -saat virus Corona makin merajalela- Jumatan ketiga saya yang absen lagi. Mungkin begitu juga Anda. Kita semua berharap hal seperti ini segera berakhir. Masjid tak seharusnya berlama-lama merana. ***

Sekemirung, 10 April 2020 / 16 Sha'ban 1441

Gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun