Ada begitu banyak pilihan kata untuk membuat sebuah berita, mengapa ada frasa yang sama di sana, persis pula? Bukan saja pada isi berita, teapi juga pada judul. Suara bergetar. Ada apa dengan suara bergetar? Dan apa yang dapat kita duga serta perkiraan dari sana?
Lepas dari urusan emosi yang sangat terpukul seorang Gubernur atas materi bahasan yang sedang disampaikan, sehingga suaranya terbata-bata, tersendat, sangat sedih, begitu terharu, dengan nada getir, lirih menahan tangis, dan banyak kata lain serupa itu.
Banyak pilihan kata, tetapi mengapa kata suara bergetar selalu ada pada setiap pemberitaan, pada satu peristiwa yang sama. Ada apakah di sana? Apakah ada clue atau petunjuk tertentu yang berusaha disembunyikan di sana? Oleh siapa? Mengapa? Untuk jelasnya tanya saja pada  jurnalis yang meliput peristiwa itu.
Untuk pembaca yang mencermati dan kepo alias penasaran, bolehlah menduga urutan ceritanya. Namun, sementara Anda coba membayang-bayangkan urutan cerita versi Anda, biarlah saya menyampaikan versi saya.
*
Cerita awalnya tentu dimulai dari pertanyaan mendasar: mengapakah Pak Gubernur kita rajin amat mengadakan konferensi pers? Tidak cukupkah Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto menyampaikan hal-ihwal penyebaran virus Corona, yaitu penanggulangan maupun penanganan pasien yang positif tertular dan hal lain seputar itu- secara nasional?
Setiap hari juru bicara itu menyampaikan perkembangan mutakhir denan lengkap, mulai dari bertambahnya jumlah orang yang tertular, jumlah orang yang meninggal, dan jumlah orang yang sembuh dari paparan virus Corona? Mengapa pula data yang disampaikan oleh Pak Gubernur berbeda dibandingkan dengan data yang disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah?Â
Berbagai argumentasi dapat disusun, dilontarkan, dan dibenarkan( atau disalahkan) oleh warga masyarakat. Bebas saja kita berpendapat.
Namun, satu hal perlu diingat. Sudah ada pernyataan dari Presiden bahwa sumber informasi mengenai wabah virus Corona hanya melalui Juru Bicara Pemerintah. Apakah Pak Gubernur kita tidak percaya pada data nasional?
Pertanyaan itu biarlah dijawab oleh pak Gub dan jajarannya (kalau memang dianggap perlu untuk dijawab).Meski tentu jawabannya tidak perlu dengan "suara bergetar".
Nah, sekarang berpindah ke mekanisme membuat konferensi pers. Langkah paling awal untuk mengadakan konpers yaitu mengumpulkan para jurnalis. Caranya? Setiap jurnalis memiliki jadwal kerja setiap hari berdasarkan penugasan atau undangan, atau menunggu di dinas/instansi di mana semua peristiwa dilaporkan, salah satunya yaitu Kantor Polisi.
Dengan kata lain Kantor Polisi menjadi pos bagi jurnalis yang suatu media. Mereka dar media rdio, televisi, oline, dan freelance, dan tak jarang ada juga petugas Humas dari dinas/instansi lain.
Di sana ada belasan, bahkan puluhan orang jurnalis yang berkumpul. Maka tak jarang dinas/instansi memberi ruangan dan kelengkapan peralatan kusus bagi mereka.
Berbagai peristiwa  dilaporkan di sana. Mulai dari peristiwa kriminal, musibah/bencana, kecelakaan lalu lintas, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Data dan fakta singkat menjadi isi laporan petugas kepolisian yang berada di TKP (tempat kejadian perkara). Jurnalis tinggal memilih materi berita yang akan dikembangkannya. Pilihan tergantung penugasannya, serta cakupan apa saja yang menjadi bidang garapannya.
Kembali ke konpers Pak Gub, kiranya para jurnalis sudah cukup terfasilitasi untuk melaksanakan tugasnya. Satu hal lagi yang tak boleh dilupakan, yaitu press release.
Kemungkinan besar kata "suara bergetar" muncul dari sana. Apakah baru kali ini saja jenis suara seperti itu dimunculkan? Tentu hanya para jurnalis yang bersangkutan yang berhak menjawabnya.
*
Sebelum lanjut, bagus kita simak dulu beberapa judul berita yang mengedepankan frasa "suara bergetar" di dalamnya. Oya, tulisan ini mengenai berita di media massa yang berkaitan dengan konperensi pers Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota, Jakarta, Senin (30/3/2020).
Suaranya Bergetar Sebut 283 Warga Dimakamkan, Anies: Itu Warga Kita yang Bulan Lalu Sehat. Kompas.com - 30/03/2020, 18:37 WIB kompas.com
Umumkan 283 Warga DKI Wafat, Suara Anies Terdengar Bergetar - Selasa 31 Mar 2020 08:31 WIB - republika.co.id
Suara Anies Baswedan Bergetar Saat Minta Warga Tetap di Rumah, Ini Alasannya - Selasa, 31 Maret 2020 14:52 - merdeka.com/jatim
Suara Anies Baswedan Bergetar, 283 Warganya Dikebumikan karena Corona, Putus Asa Gubernur DKI Memohon agar Masyarakat Patuh Imbauan: Itu adalah Warga Kita, yang Bulan Lalu masih Baik-baik Saja - Selasa, 31 Maret 2020 | 12:15 WIB - sosok.grid.id
Sebut 283 Orang Meninggal dengan Suara Bergetar, Anies: Mereka Punya Anak, Istri dan Saudara  - 30 Mar 2020, 20:07 WIB - liputan6.com
Masih ada beberapa judul lagi yang dapat dikutip dan dijadikan contoh di sini untuk urusan suara yang bergetar-getar. Tapi cukuplah itu dulu. Kalau dikutip semua habis waktu untuk menuliskannya.
Sebab tentu media-media lain di daerah yang satu grup akan menggunakan pilihan kata yang sama. Itu sekadar untuk memudahkan, dan tidak mengubah makna yang sudah dituliskan oleh jurnalis pusat (nasional).
*
Peristiwa penjudulan seperti itu termasuk langka, agak jarang, tetapi tidak salah dan bukan suatu dosa. Sah-sah saja. Cuma memang sangat mengherankan, mengundang tanya, mengapa para jurnalis punya rasa bahasa yang sama, punya pilihan diksi yang serupa, punya semacam ikatan batin yang tidak berbeda. Â Â Â Â
Pertanyaannya memang, mengapa kata "suara bergetar" itu ada di mana-mana? Apa gerangan pemicunya? Sejauh ini hal di atas masih merupakan misteri, ada apa di balik itu?
Itu saja. Sesekali boleh dong mencermati judul-judul. Terutama judul berita media massa. Kalau judul di medsos memang harus seheboh dan se-menggigit mungkin. Seperti judul yang saya peragakan di atas.
Oya, ini bagian dari kegiatan selama mengisolasi diri di rumah, yaitu memelototi judul-judul berita pada media online. Tidak perlu biaya banyak selain untuk internet, listrik, serta camilan maupun minuman ala kadarnya. Hemat itu hebat, ucap saya dengar suara bergetar. Terima kasih singgahnya. Mudah-mudahan bermanfaat. Wassalam. ***Â
Cibaduyut, 2 April 2020 / 8 Sya'ban 1441
Gambar Â
Sempatkan singgah pada tulisan menarik di bawah ini:
hasil-hitung-hitungan-jokowi-sebuah-langkah-menepis-grusa-grusu
tenaga-medis-kekurangan-alat-pelindung-diri-akibat-aksi-tikus-dan-panic-buying
sudah-siapkah-kita-bila-besok-pagi-lockdown-dimulai
politik-cuci-tangan-ala-jokowi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI