Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Masjid dan Upaya Menghambat Penularan Covid-19

17 Maret 2020   13:44 Diperbarui: 17 Maret 2020   14:00 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Video itu diambil pada tanggal 13 Maret lalu. Hari Jumat. Di ibu kota Kuwait, Kuwait City. Bunyi azan itu (panggilan salat dari menara masjid dengan menggunakan pengeras suara) memang terasa aneh.

*

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa mengimbau umat Muslim di wilayah yang terdapat kasus infeksi virus corona untuk tidak menunaikan shalat berjamaah di masjid sementara waktu. Komisi Fatwa MUI mengimbau masyarakat Muslim agar melakukan salat wajib lima waktu di rumah masing-masing.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, seiring adanya wabah penyakit akibat infeksi virus corona, Covid-19, pihaknya tidak mengeluarkan imbauan larangan shalat berjamaah di masjid/mushola. Sebaliknya, orang yang sakit diserukan agar memiliki kesadaran untuk berupaya tidak tidak menulari orang lain.

Imbauan untuk tidak ketakutan berlebihan terhadap virus Corona memang hal baik. Tetapi bagaimana cara orang yang positif terpapar Covid-19 (dan tetap berangkat ke masjid) mengetahui bahwa ia sungguh-sungguh tidak (sengaja atau tidak sengaja) menulari orang lain?

Padahal mestinya disebut langsung saja, untuk yang sakit ya tidak perlu (bahkan dilarang) ke masjid dulu. Imbauan itu lebih jelas. Tertular memang bukan berarti mati, sebab ada yang sembuh. Tetapi menghindari kemungkinan tertular jauh lebih baik, daripada masa bodoh dan tidak peduli, sehingga mata rantai penularan terputus.

*

Penulis mengikuiti salah satu anjuran, tetap berangkat ke masjid. Tentu dengan penuh kehati-hatian seperti imbauan Ketua DKM Masjid Azam serta berbagai pihak. Jangan sampai masjid kosong, sama sekali tidak ada aktivitas ritual dan sosial. Jangan sampai ibadah yang hukumnya hampir wajib itu ditinggalkan.

Lebih dari itu berjalan ke masjid sehari 5 kali itu sehat. tidak sampai 500 meter pergi-pulang. Terlebih subuh, bisa menghirup udara bersih. Kaki dan tangan serta persendian digerakkan. Tarik nafas dari hidung, dan hembuskan kuat lewat mulut. Melengkapi gerakan salat yang menyehatkan: berdiri, rukuk (membungkuk hingga punggung dan kepala rata pinggul) , sujud (dahi menyentuh lantai), dan duduk dengan jemari kaki kanan ditekuk.

Namun bila ada kabar di seputar kawasan kami sudah ada yang tertular Covid-19 maka penulis akan dengan seketika berhenti ke masjid, dan salat wajib dengan keluarga di rumah. Ah ya, tapi masjid Azam terletak di tepi jalan raya. Setiap hari banyak saja pendatang, terutama para pengemudi ojek online dan pedagang keliling, yang singgah untuk salat wajib berjamaah.

Tidak mudah. Begitupun setiap orang harus mengambil keputusan masing-masing. Mudah-mudahan segera ditemukan vaksinya, semoga penyebarannya terhenti, harapannya kehidupan kembali normal, dan setiap warga ke depannya mampu menjaga kesehatan serta kewarasan dengan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun