Ada yang berubah di Masjid Azam sejak dua hari lalu. Sejak subuh tepatnya. Sebab semua karpet digulung. Tinggal lantai granit yang dingin dan sebagian berdebu. Jamaah tidak punya pilihan kecuali salat dan duduk di atasnya meski terasa kurang nyaman.
Penulis merasakannya, lantai dingin. Telapak kaki si tua ini harus bertahan dalam kondisi seperti itu. Namun, hal lain cukup menggembirakan. Sebab suara imam jadi sedikit bergema. Terdengar lebih nyaring. Biasanya masjid berukuran 15 x 20 meter itu seperti berperedam.
Ahad pagi lalu saat Ketua DKM memberi tausiah rutin mingguan. Ia memberitahu mengenai upaya masjid dalam ikut menanggulangi penularan virus Corona. Salah satunya dengan menggulung karpet masjid. Jamaah dianjurkan dari rumah membawa sajadah masing-masing.
"Mohon maaf, demi menjaga kesehatan bersama mulai hari ini karpet akan digulung. Jamaah silakan membawa sajadah sendiri. Hindari dulu bersalaman. Jamaah yang kurang sehat, flu, atau batuk dan demam, dimohon pengertiannya untuk mengisolasi diri dengan beribadah di rumah saja. . . .!" ucap Ketua DKM Azam sebelum mengakhiri tausiahnya.
*
Setiap orang diliputi kekhawatiran akan terkena virus Corona. Tetapi berbagai kepentingan tidak memungkinkan setiap orang berdiam diri saja di rumah. Seorang gubernur terpaksa menganulir kebijakannya sendiri hanya sehari setelah diberlakukan, lantaran mengira pemecahan persoalan itu sesederhana yang diperkirakannya.
Kalau seseorang sudah betul-betul positif tertular virus --dengan berbagai tanda-tanda yang ramai dibincangkan di media sosial- barangkali kita baru memaksakan diri menyendiri.
Terduduk di lantai jadi terasa dingin pikiran mengembara ke mana-mana. Duduk pun jadi tidak betah berlama-lama. Dirasa-rasa badan pun terasa hangat. Sampai rumah buru-buru pasang alat tensi di ketiak. Alhamdulillah suhu tubuh 36,6 derajat Celsius. Masih normal, kata seorang perawat yang kebetulan bertamu ke rumah.
Dua hari terakhir penulis menunggu kelahiran cucu ketiga dari anak pertama. Sejak pagi-agi setelah salat Subuh sudah berangkat ke rumah bersalin Limijati. Seharian, sampai selepas Isya' baru pulang dengan badan letih.
Ada rasa was-was sebab bertemu banyak orang di rumah sakit ibu dan anak itu. Tanpa mengenakan masker pula. Meski sudah diantisipasi dengan banyak cuci tangan menggunakan cairan disinfektan masih juga ada keraguan.
Tetapi yang lebih mengkhawatirkan seorang cucu perempuan 2 tahun. Ia cucu ketiga dari isteri. Suhu badannya 39,5 derajat Celsius. Kedua orang tuanya bingung, tapi perawat yang datang menyarankan minum penurun demam Proris dulu. Sebelumnya minum Sanmol tidak mempan. Dahi panas, tetapi telapak kaki tidak dingin. Beruntung lidah cucu tetap merah, tidak menjadi putih yang menandakan adanya penyakit.