Menjalani janji sehidup-semati sudah seharusnya diperjuangkan oleh setiap pasangan suami-isteri. Janji demikian dapat dimaknai dalam beberapa maksud. Pertama, hidup saling bersetia sampai salah satu meninggal dunia. Tidak akan berpaling ke lain hati, tidak akan mendua.
Kedua, bila salah satu (suami) mati maka yang lain (isteri) akan mengikuti mati. Zaman dulu ada kepercayaan agama seperti itu. Tetapi tidak ada cerita sebaliknya (isteri mati, suami sengaja masuk ke dalam api pembakaran jenazah isteri).
Jadi, ketika kita menghadiri sebuah resepsi pernikahan selain terasa nuansa kebahagiaan hari itu, bersamaan dengan itu muncul pertanyaan: Akan menjadi apa akhir perkawinan mereka kelak? Sanggupkah mereka tetap harmonis dan seiya-setia seperti janji sehidup semati?
Tidak mudah, dan perlu berjuang keras. Namun, tidak sedikit pasangan yang menempuh jalan asal-asalan, mengambil jurusan yang salah, bahkan ada yang memberi contoh sesat dan menyesatkan.
Berikut tiga peristiwa yang menggambarkan keputusan dan keyakinan pasangan suami-isteri dalam memaknai janji sehidup-semati. Tapi ini contoh buruk, atau ibroh, dan tidak untuk ditiru.
*
Diantar Ikan Buntal
Ikan buntal, disebut pula ikan bentuk, dikenal sebagai ikan beracun. Sangat beracun, yang kekuatan racunnya beriku kali lebih kuat dibandingkan dengan sianida.
Tetapi mengapa masih ada orang yang mengkonsumsinya? Pertama, karena tahu betul cara menghilangkan racun dan memasaknya. Di Jepang hanya juru masak dengan keahlian tertentu (dibuktikan dengan sertifikat) yang boleh memasak ikan buntal untuk dihidangkan kepada pelanggan.
Kedua, karena tidak tahu ikan itu sangat beracun, tidak peduli, atau sekadar coba-coba lantaran tidak percaya pendapat orang.
Hal kedua itu mungkin yang terjadi di Banyuwangi, seperti ditulis kompas.com, sebagai berikut: