Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Salah Suami-Istri Memaknai Arti Sehidup Semati

11 Maret 2020   19:22 Diperbarui: 11 Maret 2020   20:04 2966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterangan saksi dan bukti masih dikumpulkan, ada dugaan mereka bunuh diri karena ada ketidakharmonisan keluarga. JW tewas setelah gantung diri (ada surat wasiat di saku celananya), sedangkan YI tewas menenggak racun (mulut berbuih). Saat ditemukan keduanya tertelentang di lantai.

Selain kemungkinan bunuh diri bersama-sama (dengan cara berbeda), ada kemungkinan lain, yaitu keduanya menjadi korban pembunuhan.

Kemungkinan lain JW meracuni isterinya YI terlebih dahulu, kemudian ia gantung diri (ia meninggal belakangan, terbukti masih sempat menulis surat wasiat). Ciri-ciri orang gantung diri pasti sudah ditemukan Polisi. Tetapi mengapa jenazahnya terlentang di lantai, adakah orang lain yang menurunkan dari gantungan?

Lepas semua persoalan di balik itu, mereka coba menasihati anak-anak, tetapi tidak mampu menasihati diri sendiri. Tragis, ironis,.

*

Bunuh Diri Untuk Membunuh Orang Lain

Para teroris punya pemikian yang bukan hanya sesat, tetapi juga menyesatkan. Mereka hendak membunuh orang lain (apapun penyebabnya) dengan cara membunuh diri mereka sendiri.

Peristiwa ini luar biasa kejam dan sadis karena ideologi dan pemahaman agama mereka yang berbeda, radikal, dan ekstrim. Bukan hanya pasangan suami-isteri, tetapi mengajak anak-anak pula untuk melaksanakan keyakinan mereka itu.

Mereka berharap orang lain mati dan masuk neraka, sedangkan mereka sendiri mati dan masuk surga. Mereka dan kelompok mereka berpendapat begitu.

Ahad, 13 Mei 2018, bom meledak di 3 gereja di Surabaya dengan korban 18 orang termasuk 6 orang keluarga itu.Terungkap kepala keluarga (suami/ayah) Dita Oepriarto (48), istri Puji Kuswati (43), serta 4 orang anak perempuan dan laki-laki (9, 12, 16, dan 18 tahun) ikut meledakkan diri. 

Sehari berikutnya, Senin, 14 Mei 2018, bom meledak di Polrestabes Surabaya. Pelakunya satu keluarga, yaitu suami/ayah Tri Murtiono (50) bersama istrinya Tri Ernawati (43) dan ketiga anaknya. Seorang anak pasangan teroris  itu terlempar, cedera tapi selamat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun